Jeritan Bocah Yaman: Kapan Kami Bisa Bermain di Luar?

Kondisi 2 bocah itu tertutup plester dan ada beberapa jahitan akibat luka yang parah. Mereka pun hanya bisa diam.

oleh Muhammad Ali diperbarui 05 Apr 2015, 11:51 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2015, 11:51 WIB
Yaman
Warga Yaman berdiri di puing-puing rumah yang hancur akibat serangan udara di dekat Kota Sanaa. (Reuters/Khaled Abdullah)

Liputan6.com, Sanaa Di antara tumpukan puing dan barang-barang pribadi yang berserakan di daerah perumahan di luar bandara internasional Sanaa, Yaman, dua bocah terbaring terluka dan tidak sadarkan diri.

Mariam dan Zain al-Jumozee, bocah berusia 8 dan 5 tahun itu menderita luka setelah terkena serpihan kaca jendela yang hancur dalam serangan udara yang dipimpin Arab Saudi terhadap pemberontak Houthi pekan lalu.

Saat mereka siuman di Rumah Sakit Saudi Jerman di Hadda, dua saudara itu langsung tahu jika orang tuanya telah meninggal dunia. Namun keduanya tak mampu mengungkapkan rasa duka dengan kata-kata. Kondisi 2 bocah itu tertutup plester dan ada beberapa jahitan akibat luka yang parah. Mereka pun hanya bisa diam.

Serangan yang dipimpin Arab Saudi terhadap pemberontak Houthi di Yaman, telah mengakibatkan jatuhnya ratusan korban sipil. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNICEF menyebut, lebih dari 60 anak-anak tewas dan puluhan lainnya terluka.

"Anak-anak sangat membutuhkan perlindungan, dan semua pihak yang terlibat konflik harus melakukan semua dalam kekuasaan mereka untuk menjaga agar anak-anak aman," kata perwakilan UNICEF untuk Yaman, Julien Harneis, seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (5/4/2015).

Abdul Hafid Thwaba, dokter yang merawat kedua bocah itu  mengatakan, bekas luka mental mereka jauh lebih penting ketimbang luka fisiknya. "Tujuh orang terluka, dua adalah anak-anak. Tiga lainnya tidak dapat bertahan hidup dan tewas seketika." ujar Thwaba.

Sejumlah wilayah Yaman yang terus dihujani rudal setiap hari menyisakan masa depan kelam bagi anak-anak. Mereka yang lolos dari cedera mengatakan, kini telah berurusan dengan realitas baru.

Sanaa lumpuh

Suha Salem, bocah berusia 5 tahun itu mengenakan gaun merah mudanya. Dengan rambut hitam pendek dan penuh kelincahan, dia memainkan permainan hopscotch (galasin) dalam rumahnya. Dia biasanya bermain di luar rumah dengan teman-temannya pada sore hari. Namun sejak sepekan terakhir, dia tidak pergi ke sekolah atau bertemu teman-temannya.

Ibu Suha yang mencoba menghiburnya menjelaskan, suara keras yang kerap ia dengar adalah perayaan hari revolusi. Namun sang bocah -yang memiliki sedikit pemahaman tentang konflik- masih mampu menangkap ketegangan di udara. Dia mengatakan, anak-anak pada khususnya tidak dapat memproses apa yang mereka lihat.

Jalan Al-Zumoriya di Old Sanaa menjadi tempat yang ramai dikunjungi anak-anak. Mereka berjalan di sekitar usai pulang sekolah, bermain sepak bola, bernyanyi di jalan-jalan. Namun kini, jalan itu berubah drastis. Sepi, senyap, dan menjadi ruang kosong.

Suha terus mencengkeram boneka kesayangannya. Sambil menatap ke depan penuh dengan hati sedih ia bertanya, "kapan peperangan ini akan berakhir?". "Kapan saya bisa pergi keluar rumah dan bermain lagi?" (Ali/Sun)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya