Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Australia atau Australian Federal Police (AFP) dalam dokumennya mengatakan, ada 2 pilot Indonesia yang diduga membelot ke ISIS dan kemungkinan mengancam kepentingan internasional. Demikian dikutip dari Sydney Morning Herald. Dokumen milik AFP tersebut bocor dan disebarkan secara online.
Menurut dokumen tersebut, salah satu pilot melakukan perjalanan ke Australia--di antara tugas terbangnya ke luar negeri--, dan berfoto di depan Opera House. Lalu, potret tersebut di-posting di Facebooknya bulan Agustus tahun lalu.
Pilot kedua dilaporkan adalah mantan pilot Air Asia Indonesia yang menikah dengan pramugari dari perusahaan yang sama. Ia diklaim tinggal di Raqqa, timur Suriah. Dalam dokumen tersebut, dikatakan bahwa dia mem-posting gambar-gambar saat ISIS melakukan eksekusi dan pemenggalan.
Dalam dokumen disebutkan, kedua pilot adalah RA dan TH. Menurut The Intercept, Facebook RA menggambarkan ia sebagai orang yang bangga atas profesinya. Banyak foto-fotonya sedang di dalam kokpit, dekat pesawat, dan pose lainnya seputar pekerjaannya.
RA juga mendokumentasikan training dan kariernya termasuk perjalanannya ke kantor Airbus di Toulouse Prancis dengan tim AirAsia pada tahun 2009. RA disebutkan lulus dari AirAsia Academy pada Januari 2010 dan berkarier di sana, terbang ke rute internasional seperti Hong Kong dan Singapura.
Namun, perubahan terjadi September 2014, postingan fotonya berganti dengan postingan dukungan ISIS, termasuk mem-posting foto-foto orang Indonesia yang bergabung dengan organisasi teror itu di Suriah. RA pun mengganti profil namanya dan menunjukkan keinginannya untuk bergabung dalam perang di Kobani.
Saat RA terindikasi bergabung dengan ISIS di Suriah, ia tersambung dengan pilot Indonesia lainnya yang juga tertarik dengan organisasi serupa, yaitu TH.
Pertengahan Maret 2015 RA mengubah lokasinya dari Indonesia ke Raqqa, Suriah. Dokumen tersebut juga menuliskan bahwa kedua pilot tersebut dapat mengancam keamanan internasional.
"Pilot dan kru yang mempunyai akses ke dan seputar jalur penerbangan jelas membawa ancaman apabila orang-orang ini telah dicuci otak menjadi radikal. Akses dan pengetahuan mereka tentang keamanan telah terbukti membahayakan, berdasarkan pengalaman sebelumnya."
Juru bicara AirAsia, Aundrey Petrini, hanya mengatakan kepada The Intercept, "Untuk dapat dimengerti bahwa RA dan DSC (pramugari) tidak lagi menjadi karyawan AirAsia Indonesia. "Lebih lanjut lagi, kami tidak bisa komentar terkait mereka sebagai pribadi."
Advertisement
Sayangnya, AirAsia tidak bisa menunjukan berapa lama mereka bekerja dan rute apa saja yang telah mereka lalui.
Latar Belakang Pilot Kedua
Pilot kedua, menurut dokumen tersebut adalah TH. Nama terbarunya adalah Abu Alfatih Hendratno. Dalam laporan tersebut, TH lulus dari Jeanne d'Arc Navy Officer Training College tahun 2005. Ia dikabarkan sempat bekerja di beberapa maskapai lokal dan terakhir bergabung di Premiair, perusahan pesawat carteran.
Norman Sukardi, manajer keamanan Premiair merespons surat dari Intercept mengatakan bahwa benar TH pernah bekerja di Premiair, namun sudah keluar sejak 1 Juni.
Selama bergabung, TH tidak punya masalah apa pun mengenai pekerjaannya. Perusahaan tersebut pernah dikonfirmasi oleh pihak keamanan mengenai keterlibatan TH dalam ISIS.
AFP saat dikonfirmasi oleh Sydney Morning Herald mengatakan, "AFP tidak akan berkomentar apapun untuk masalah intelijen. AFP mempunyai hubungan yang baik dan kuat untuk keamanan dalam negeri maupun luar negeri." AFP juga tidak berkomentar lebih lanjut apakah laporan dokumen tersebut asli atau tidak.
Akun RA telah dihapus dari Facebook, sementara akun DSC--istri RA--dan TH tidak merespons pesan baik dari SMH maupun dari The Intercept.
Saat dikonfirmasi, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, kepada Liputan6 mengatakan, sejauh ini Indonesia sudah mendengar informasi tersebut.
"Informasi 2 pilot yang diduga bergabung ke ISIS sudah kami dengar. Kami sudah minta informasi lebih dari pihak keamanan Indonesia. Ini kan (laporan) dari luar. Jadi kita harus berinisiatif apa yang mereka tahu tentang isu ini."
Lebih jauh, Arrmanatha mengatakan bahwa laporan ini sulit diverifikasi. "Ini mirip kasusnya seperti polisi di Jambi yang disebut gabung ISIS. Tapi sekali lagi, kami sudah minta laporan dari pihak keamanan tentang apa yang mereka ketahui, termasuk di mana sekarang mereka berada." (Ger/Rie)