Menguak Misteri Depresi Manusia Lewat Ayam

Ada perbedaan tingkat kecemasan pada ayam liar dan ayam ternak. Ini memberi wawasan mengenai bagaimana kecemasan bekerja pada manusia.

oleh Indy Keningar diperbarui 06 Jan 2016, 22:00 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2016, 22:00 WIB
Gen Kecemasan Berlebih Ditemukan pada Ayam
Ada perbedaan tingkat kecemasan pada ayam liar dan ayam ternak. Ini memberi wawasan mengenai bagaimana kecemasan bekerja pada manusia.

Liputan6.com, Linkoping - Pada masa kini, gangguan suasana hati, seperti depresi dan kecemasan, menjadi penyebab gangguan mental nomor satu di dunia.

Menurut laporan The Chronicle of Higher Education tahun 2015, 58 persen kampus di AS mendapati peningkatan terhadap laporan gangguan kecemasan.

Menurut Leslie Ralph dari Counseling and Psych Services, jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.

"Mahasiswa menjadi semakin sibuk, semakin sibuk, dan semakin sibuk," ungkap Ralph. Menurutnya, ekspektasi dan tekanan untuk berhasil dalam akademis menjadi penyebab umum gangguan kecemasan pada mahasiswa.

Namun, ada pemicu gangguan suasana hati tersebut yang datang dari dalam, yakni gen. Ini yang menjadi dasar mengapa sejumlah orang lebih mudah cemas dibanding yang lain.

Pun begitu, gen penyebab kecemasan masih sulit untuk diteliti dan dipahami.

Untuk mencoba memahami cara kerjanya, periset dari Linköping University menggunakan proses penjinakan ayam. Hasilnya, ayam yang ada di peternakkan ternyata lebih berani daripada ayam liar. Kok bisa?

Dilaporkan Science Daily, ayam domestik (yang sudah dijinakkan dan umumnya ayam ternak) ditemukan memiliki kecemasan lebih rendah dibanding 'saudara' mereka, ayam liar.

Riset baru ini mendapati adanya gen yang menjadi penyebab perbedaan ini, dan mendapati gen serupa menjadi pengaruh perilaku tikus.

Anak ayam. (foto: Linköping University/Dominic Wright)

Namun, jika digabungkan dengan studi pada manusia, ayam terbukti menjadi model yang cocok untuk diteliti.

"Studi gangguan perilaku terkadang hanya berfokus pada gangguan kesehatan mental. Bagaimana dengan perbedaan yang lebih sulit kentara, contohnya, apa yang membuat satu orang secara alami lebih mudah cemas dibanding yang lain?" pemimpin studi Dominic Wright dari Linköping University menuturkan kepada Medical Xpress.

"Model hewan seperti ayam memudahkan kita mencari pemecahan pertanyaan yang menantang, menggunakan eksperimen pengembangbiakkan yang terkontrol.

Pendekatan ini memanfaatkan eksperimen genetis alami dalam evolusi ayam liar menjadi ayam ternak. Setelah ribuan tahun perkembangbiakan. Ayam ternak memiliki temperamen berbeda dibandingkan saudaranya di alam liar. Para ayam ternak bukan hanya lebih jinak, namun juga memiliki tingkat kecemasan lebih rendah.

Sikap cemas hewan umumnya diukur dari lingkungan mereka yang belum pernah ditemui sebelumnya. Dalam ruang baru ini, ayam liar entah membeku ketakutan atau berlari-lari tak tentu. Mereka juga menghindari area terbuka. Secara kontras, ayam ternak mengeksplor area dengan lebih tenang.

Ada pula karakteristik gen ayam yang membuat mereka lebih mudah dipelajari ketimbang manusia atau tikus. Contohnya, gen ayam dikelompokkan dalam jaringan yang lebih kecil dari hewan mamalia.

Jaringan yang disebutkan adalah kelompok gen yang berdekatan, dan cenderung diturunkan bersamaan dalam bentuk potongan kromosom, bukannya varian acak yang terbagi-bagi dalam setiap generasi baru. Dengan potongan yang lebih kecil, periset bisa lebih mudah menentukan area genome yang diasosiasikan dengan bermacam sifat, termasuk sifat kecemasan.

Untuk mencari genome yang berkontribusi pada kecemasan, pertama-tama periset mengawinkan ayam White Leghorn dengan ayam liar merah, untuk menciptakan populasi ayam hasil kawin silang. Spesies campuran ini akan membawa varian gen nenek moyang White Leghorn dan ayam liar, yang memiliki tingkat kecemasan berbeda-beda.

Dengan membandingkan data sikap dan genome tiap ayam, ilmuwan berhasil mengidentiikasi 15 area genome yang berkontribusi pada variasi sifat.

Setiap genome membawa banyak gen, sehingga langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan spesifik. Tim ilmuwan menyempitkan pencarian dengan memeriksa aktifitas gen di hypotalamus, area otak yang bekerja mengatur kecemasan. Periset mengenali 10 kandidat dengan perbedaan aktifitas hypotalamus-nya berkaitan dengan sifat kecemasan.

Orang yang cemas secara alamiah ditengarai memproses ancaman di daerah otak yang berbeda daripada orang yang lebih santai.

Enam dari sepuluh gen kandidat diketahui memiliki fungsi berkaitan dengan perilaku atau fungsi otak. Contohnya, gen ADAM10 diperlukan untuk formasi sempurna otak dalam perkembangan dan perlindungan melawan plak amyloid, yang bisa mengakibatkan gangguan penurunan fungsi saraf dan mempengaruhi memori dan pembelajaran.

Periset kemudian menguji apakah gen itu juga mempengaruhi sikap dalam studi manusia dan tikus. Data pada tikus datang dari eksperimen perkembangbiakan besar-besaran yang disebut persilangan Mouse Heterogeneous Stocks, yang mengikutsertakan juga data dari tes ruang terbuka seperti yang dilakukan pada ayam.

Empat gen yang didapati pada data ayam diasosiasikan dengan kecemasan pada tikus, sementara tiga lainnya diasosiasikan dengan skizofrenia atau gangguan bipolar pada studi gen manusia.

Walau sikap kecemasan tak secara langsung diukur pada studi manusia, pengarang penelitian berargumen hasil dari gangguan lainnya secara tak langsung bisa dikaitkan dengan kecemasan.

Contohnya, sebagian besar orang dengan gangguan bipolar didiagnosis dengan gangguan kecemasan. Hasil tumpang tindih yang kompleks juga ditemukan antara gejala skizofrenia dan sifat-sifat gangguan kecemasan."

"Walau kita belum bisa membuktikan gen tersebut memiliki fungsi ekuivalen pada ayam dan manusia, data ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa gen yang mengontrol berbagai perilaku yang berasal dari berbagai spesies berbeda," ungkap Wright.

"Mengerti gen yang mempengaruhi hasil pada ayam bisa memberi wawasan dasar mengenai perilaku hewan, juga variasi tingkah laku manusia."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya