Liputan6.com, Jakarta - Run atau Rhun adalah pulau terkecil di Kepulauan Banda, Indonesia. Panjangnya hanya sekitar 3 kilometer dan lebarnya 1 kilometer. Letaknya lebih dekat dengan Darwin, Australia daripada ke Jakarta.
Kini, namanya nyaris terlupakan. Namun, di masa lalu ia menjadi subjek persaingan dua imperium, Inggris dan Belanda. Run juga punya arti penting dalam perekonomian global karena hasil buminya yang dulu nilainya setara bahkan lebih mahal dari emas: pala (nutmeg).
Baca Juga
Pada Abad ke-17, pala bernilai sangat tinggi. Awalnya, biji tanaman Myristica fragrans itu digunakan untuk mengawetkan makanan. Sementara bagi kalangan berpunya, rempah-rempah tersebut digunakan sebagai bumbu masak yang eksotis.
Hingga akhirnya para dokter di era pemerintahan Elizabeth I mulai memperkenalkan pala sebagai obat untuk penyakit pes -- yang pernah mewabah di Eropa, yang dikenal sebagai Black Death atau Maut Hitam.
Advertisement
Hanya dalam waktu sekejap nilai pala naik 10 kali lipat. Kemudian muncul lebih banyak klaim soal khasiat pala -- untuk menyembuhkan pilek, perut kembung, dan itu bahkan dipercaya bisa menyembuhkan disfungsi ereksi. Sebelumnya, orang-orang mengunyah kelamin serigala jantang yang dipanggang, sebelum melakukan hubungan intim.
Kala itu, rempah-rempah berasal dari Kepulauan Banda -- yang terdiri atas 10 pulau vulkanis yang tersebar di Laut Banda. Hampir semua dikuasai Belanda. Kecuali Run.
Inggris lalu mengirimkan ekspedisi, menyeberang benua, untuk mencoba mendapatkan pala. Pada tahun 1616, Britania kemudian menjadikan Run sebagai wilayah jajahan.
Saking gembiranya Raja Inggris James I mengubah gelarnya menjadi 'King of England, Scotland, France, Ireland and Run'.
Meski sudah jadi 'milik' Inggris, Belanda tak menyerah. Mereka terus menerus menyerang Run demi mewujudkan niatnya untuk memonopoli perdagangan pala. Pulau tersebut menjadi salah satu penyebab Perang Inggris-Belanda Pertama tahun 1652-1654.
Pada 1667, kedua negara menyepakati Perjanjian Breda. Yang isinya, Run diserahkan pada Belanda, sementara Inggris mendapatkan Pulau Manhattan yang saat itu masih sepi, membosankan, dan tak punya rempah-rempah di Amerika Utara -- dan mengganti namanya dari Nieuw Amsterdam menjadi New York City.
Monopoli Belanda terhadap pala runtuh setelah pemindahan pohon tanaman tersebut ke Ceylon -- kini Sri Lanka -- Grenada, Singapura dan koloni Britania Raya lainnya tahun 1817.
Pulau Run yang Terlupakan
Pulau Run yang Terlupakan
350 tahun kemudian, tanah rawa Manhattan berkembang menjadi kota metropolis dunia. Sementara, Run kian terlupakan. Pulau itu tak lagi dianggap penting.
Seperti dikutip dari News.com.au, Senin (15/2/2016), Run menjadi lokasi tertinggal. Tak ada aliran air bersih di sana, listrik hanya menyala selama 4 jam sehari, apalagi internet -- sama sekali tak ada sana.
Karena sempitnya, jalan utama hanya bisa dilalui gerobak. Tak ada satu pun mobil. Warga berjalan kaki untuk menuju suatu tempat.
Tak mudah untuk mencapai Run. Lautan hanya tenang selama 3 bulan dalam setahun. Cuaca yang tak ramah membatasi jumlah turis yang berkunjung ke pulau indah tersebut.
Seorang guru yang ada di sana, Lohor Burhan mengatakan, hingga saat ini pala masih jadi sumber penghasilan utama penduduk.
Saat panen, penduduk mengumpulkan buah pala dan menjemurnya.
Meski harganya sudah menurun drastis dibandingkan pada masa lalu, permintaan pala dari Run masih tinggi. Produk dari sana ditanam secara organik. Tanaman tumbuh subur di tanah vulkanik, sehingga warga tak perlu membeli pupuk.
Hasil panen yang sampai 3 kali setahun itu diekspor ke luar negeri, hingga ke meja-meja restoran kota New York.
Dari penduduknya yang berjumlah 900 orang, hanya sedikit yang tahu sejarah pulaunya yang mendunia di masa lalu.
"Kalau tidak salah Florida, bukan...New York yang dulu ditukar dengan pulau kami," kata Jusuf Baharani, seperti dikutip dari News.com.au, Senin (15/2/2016).
Lewat foto-foto media massa, Jusuf mengenal soal New York. "Ada banyak gedung-gedung tinggi. Kok bisa orang bisa hidup tanpa pantai dan pohon-pohon pala."
Dari sisi kekayaan dan pertumbuhan, Inggris bisa dikatakan untung besar mendapatkan New York yang maju, namun warga Run tak lantas iri.
Mereka memilih hidup yang damai dan sederhana di pulaunya yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk dunia.
Advertisement