Liputan6.com, San Juan - Minggu dinihari, pukul 02.35, telepon bagian komunikasi layanan darurat 911 berdering. Seorang pria yang mengaku bernama Omar Mateen mengabarkan hal gawat.
"Aku ingin kau tahu, aku berada di Orlando, dan sedang melakukan penembakan," kata Mateen dalam transkrip yang dirilis FBI.
Saat dikonfirmasi soal nama, pria itu menjawab, "Aku setia pada Abu Bakar al-Baghdadi dari ISIS."
Kala itu Mateen menelepon dari dalam klub Pulse, lebih dari 30 menit setelah ia melepaskan tembakan pertamanya.
Dinihari itu, pria keturunan Afganistan tersebut menewaskan 49 orang. Mateen menjadi pelaku penembakan paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat.
Baca Juga
Mendadak sontak, warga AS mengaitkan penembakan tersebut dengan ISIS.
Kandidat calon Presiden AS, Donald Trump, langsung berkoar bahwa kejadian Orlando adalah bukti perkataannya soal "terorisme radikal Islam". Di sisi lain Presiden Barack Obama menilai tindakan pelaku adalah "aksi teror dan tindak kebencian" yang tak ada kaitannya dengan agama.
Advertisement
Hingga saat ini, tak ada bukti keterkaitan Omar Mateen dengan organisasi terorisme internasional, termasuk ISIS. Motif tindakan sadis pelaku belum jelas.
Belakangan, pengakuan mengejutkan muncul. Dari "kekasih sesama jenis" Omar Mateen...
Pria Gay yang 'Galau'
Sebut saja namanya Miguel. Pria gay keturunan Hispanik tersebut mengaku sebagai kekasih Omar Mateen.
Kepada Univision, ia mengaku bertemu dengan penembak Orlando itu di Grindr sebelum mereka menjadi "teman kencan semalam".
Miguel mengaku bertemu sekitar 20 kali dengan Mateen di sebuah hotel di Orlando, Florida. Miguel mendeskripsikan Mateen sebagai "pria gay yang galau" dan seorang peminum berat--yang tertarik tetapi kadang merasa ditolak oleh lelaki Latin.
Pria yang dalam wawancara mengenakan topeng mengerikan itu yakin Mateen melakukan penembakan sadis di klub malam Pulse yang sedang menggelar Latin Night berlatarkan "balas dendam".
Menurut dia, Mateen murka setelah mengetahui bahwa salah satu dari dua pria gay Puerto Rico yang terlibat hubungan seksual dengannya positif HIV.
Bicara dalam bahasa Spanyol yang lancar dan bahasa Inggris yang pas-pasan, Miguel mengatakan, meski hasil tes menunjukkan negatif, Mateen menghabiskan banyak waktu dalam kecemasan. Ia pun ingin menuntut balas.
"Saya ingin menyampaikan kebenaran, bahwa ia tidak berniat melakukan tindakan terorisme. "Menurut saya, ia melakukannya untuk balas dendam," kata Miguel kepada Maria Elena Salinas dari Univision.
Sebelum melakukan tindakan sadis itu, menurut Miguel, Mateen adalah sosok yang menyenangkan dan manis.
Pria itu menambahkan pertemuannya dengan Mateen kerap dilakukan di Hotel Ambassador. Ada 15 sampai 20 pertemuan selama Oktober hingga Desember 2015.
Univision mengatakan pihak hotel mengonfirmasi bahwa Omar Mateen adalah wajah yang familiar bagi mereka. Pria itu tinggal di sana setidaknya 63 kali tahun lalu. FBI juga dikabarkan telah mendapakan CCTV dari penginapan tersebut.
Miguel tak tak yakin bahwa ayah Mateen mengetahui soal preferensi seksual sang anak. Namun, menurutnya, bisa jadi demikian.
Pria yang nama aslinya dirahasiakan itu mengaku Mateen membenci kaum gay Puerto Rico. "Untuk semua hal-hal buruk yang mereka lakukan," kata Miguel. Dan, "(klub malam) Pulse adalah di mana ia merasa digunakan, merasa ditolak," katanya.
Dia menambahkan Mateen kerap ke klub yang tenar di kalangan LGBT itu.
Miguel mengatakan ia telah melaporkan seluruh kisahnya kepada FBI dan saat ini ia sedang diinterogasi oleh petugas federal.
Univision menyamar identitas pria itu dengan topeng palsu dan mengubah nada suaranya.