Kisah Penyelundup Mainan yang Membuat Anak-Anak Suriah Tersenyum

Anak-anak Suriah tak lagi takut mati. Mereka hidup memendam trauma dan masa depan yang tak pasti di tengah konflik.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 30 Sep 2016, 07:30 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2016, 07:30 WIB
Seorang bocah tengah menangis di kamp pengungsi Suriah
Seorang bocah tengah menangis di kamp pengungsi Suriah (Jordan Business Magazine)

Liputan6.com, Damaskus - Gadis cilik itu tak bisa bicara. Bukan lantaran bisu, tapi dibungkam trauma. Usianya baru 6 tahun, semuda itu ia telah menjadi saksi peristiwa mengerikan -- saat pasukan pemerintah Suriah menyeruak masuk ke dalam rumah.

Pria-pria sangar itu menjejalkan sang ayah ke lemari, menguncinya, lalu membakarnya hidup-hidup. Bocah itu juga menyaksikan bagaimana ibunya direnggut, dibawa pergi entah ke mana.

"Ia berteriak sejadinya hingga suaranya hilang," kata Rami Adham, seorang aktivis kemanusiaan, seperti dikutip dari BBC News, Kamis (29/9/2016).

Pria itu mengunjungi gadis cilik tersebut beberapa kali, membawakan oleh-oleh boneka Barbie dan mainan kuda poni dari bahan lembut.

"Reaksinya selalu sama. Senyuman indah tersungging di bibirnya."

Anak-anak menjadi pihak yang paling menderita dalam perang, termasuk di Suriah. Mereka terpaksa jadi yatim piatu, masa depan mereka suram. Tak ada sekolah, tak ada apa pun yang bisa dilakukan. Hari-hari mereka diwarnai kecemasan dan evakuasi darurat ke ruang bawah tanah.

"Anak-anak itu tak lagi takut mati. Mereka berharap mati dengan cepat daripada terluka parah. Menurut para bocah, saat nyawa berpisah dari raga, tak ada apa pun yang perlu dikhawatirkan."

Foto ini diambil dari potongan video yang dirilis oleh aktivis anti-pemerintah Suriah Aleppo Media Center (AMC), terlihat dua bocah terluka dengan tubuh penuh debu, Aleppo, Suriah (17/8). (REUTERS)

Seperti halnya gadis cilik yang membisu, Rami Adham tahu persis apa yang bisa membuat jiwa-jiwa yang muram itu tersenyum lagi.

Boneka Barbie untuk para gadis kecil. Sementara, bocah-bocah pria suka bola, mobil-mobilan, juga boneka beruang atau Teddy Bear.

Warga Finlandia keturunan Suriah itu rela menempuh perjalanan dari Helsinki ke kampung halamannya yang terkoyak perang. Sudah 28 kali ia menempuh perjalanan penuh risiko itu dalam waktu empat tahun.

Awalnya ia membawa sejumlah logistik: makanan, kebutuhan dasar hasil donasi Finnish-Syrian Association. Ia juga membantu mendirikan sekolah darurat di kamp pengungsi.

Sebelum perjalanannya yang pertama, putrinya yang baru berusia 3 tahun menyarankan agar Rami juga membawa mainan.

Usulan tersebut ia terima. Sesampainya di Suriah, hati Rami tergetar menyaksikan senyuman lebar dan sorot mata penuh rasa terimakasih dari wajah-wajah tak berdosa. Pria itu merasa melakukan hal berguna, membantu anak-anak melupakan sejenak segala penderitaan di tengah konflik tak berujung.

"Perasaan itu menggetarkan jiwaku, seolah menjadi baterai yang memberikan energi," kata dia.

Setelah terbang dari Finlandia ke Turki, Rami membawa sekitar 70 kg mainan, berjalan kaki melewati wilayah perbatasan pegunungan menuju Suriah. Kadang-kadang butuh waktu 16 jam, kali lain ia menemukan rute yang lebih pendek.

Boneka Barbie adalah tantangan. Sekali angkut ia membawa 100 mainan bernama asli Barbara Millicent Roberts itu dalam tasnya. Beratnya bukan main. Kemudian ia menjejalkan ratusan mainan yang lebih lembut. Karena itulah, ia dijuluki penyelundup mainan.

Seorang bocah Suriah memegang kertas bergambar karakter Pokemon bertuliskan

Rami baru-baru ini kembali dari 12-hari perjalanan ke Suriah. Dia membagikan mainan dan perlengkapan untuk beberapa daerah, termasuk sebuah kamp yang menampung orang-orang yang baru saja meninggalkan Kota Darayya -- setelah empat tahun di bawah kepungan pasukan pemerintah.

Namun dia tidak dapat menemukan cara mendekati Aleppo, kota tempat ia dibesarkan. Padahal, sebelumnya, beberapa kali ia berhasil masuk ke sana.

"Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkannya. Sama sekali tidak mudah ketika Anda melihat kampung halaman di depan mata, setelah menempuh perjalanan ribuan kilometer...Saya seperti menelantarkan Aleppo." 

Setelah gencatan senjata selama seminggu berakhir, Rami pergi ke Finlandia. Pusat bantuan yang ia bangun di Suriah hancur dalam serangan udara. Sembilan orang tewas, dua di antaranya adalah teman dekatnya.

"Anak-anak itu berenang di kawah terbentuk akibat ledakan bom dalam arti yang sebenarnya," kata dia.

Rami berharap bisa kembali ke Suriah dalam beberapa pekan. Namun, ia mengaku pesimistis. Sebab, banyak kenalannya kini yang tinggal nama. "Aku sungguh takut...aku gugup menghadapi perjalanan berikutnya," kata dia.

Namun, ada yang membuatnya terus ingin kembali. Mainan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya