Liputan6.com, Bishkek - Badai politik menghantam Kyrgyzstan. Pemerintahan di negara pecahan Uni Soviet ini lumpuh untuk sementara waktu.
Hal ini terjadi usai, partai politik Presiden Almazbek Atambayev, Sosial Demokrat, memilih keluar dari koalisi pemerintahan.
Perpisahan ini terjadi akibat, keinginan dari Partai Sosial Demokrat menolak mendukung proposal reformasi konstitusi yang diinginkan koalisi pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
Koalisi pemerintahan Kyrgyzstan diketahui menginginkan perubahan konstitusi agar Perdana Menteri punya kekuatan politik lebih kuat.
Diduga kuat, penolakan ini, dipicu oleh beberapa faktor. Termasuk di antara adanya kemungkinan Presiden Atambayev mundur dari pemerintahan di tahun depan jika UU ini disahkan.
Terkait dengan kemungkinan tersebut, Atambayev mengeluarkan pernyataan resmi. Dia menegaskan, tetap ingin memimpin Kyrgyzstan tahun depan.
"Saya belum ada niat mundur," ucap Atambayev seperti dikutip dari Reuters, Rabu (26/10/2016).
Akhir-akhir ini, usai parlemen Kyrgyzstan membahas rencana UU baru, Atambayev kerap berseteru dengan para penentangnya.
Saling serang lewat kata-kata serta manuver politik menjadi pemandangan sehari-hari dalam politik Kyrgyzstan.
Jika hal ini, tidak cepat dicegah, banyak pihak dari dalam dan luar negeri memprediksi, kericuhan yang berujung aksi kekerasan akan pecah di negara tersebut.
Partai Sosial merupakan salah satu yang memiliki kursi terbanyak di parlemen Kyrgyzstan. Dari 120 yang ada mereka mempunyai 37 kursi.