Pria Mabuk Hujani Peluru ke Bar, 13 Fans Sepak Bola Tewas

Tidak diizinkan masuk gratis, tersangka yang diduga mabuk mengambil senajata dan mulai menembaki pengunjung bar.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 08 Nov 2016, 16:04 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2016, 16:04 WIB
Ilustrasi Penembakan
Ilustrasi Penembakan (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Juba - Setidaknya 13 orang tewas, ketika seorang fans sepak bola mengamuk saat hendak menonton pertandingan bola di sebuah bar di Juba, Sudan Selatan.

Kejadian itu terjadi pada Sabtu 5 November 2016 malam waktu setempat, di mana pertandingan klub besar Chelsea melawan Liverpool sedang ditayangkan live di televisi.

Menurut keterangan polisi yang dikutip dari Theguardian.com, Selasa (8/11/2016), pelaku penembakan yang diduga mabuk itu marah ketika tidak mendapatkan gratis masuk ke dalam bar.

Tersangka tak terima saat diminta untuk membayar uang masuk sebesar US$ 0.50 atau setara dengan Rp 6.500, untuk menonton Premier League di televisi.

"Pria itu langsung berlari dengan cepat entah kemana. Saat kembali, dia membawa senjata api dan mulai menembak siapapun yang berada di sekitarnya," ujar juru bicara polisi, Kwacijwok Dominic Amondoc.

"Ketika dia menembakku, aku terjatuh ke lantai dan ditindih oleh beberapa anak muda yang juga terkena tembakan. Aku tidak bisa bergerak hingga pria itu menghabiskan seluruh pelurunya. Banyak orang tertembak dan tewas," kata seorang korban tembakan yang selamat, Wani Patrick.

Serangan tembakan brutal itu terjadi di Gure, wilayah pinggir barat daya Kota Juba, sekitar pukul 21:00 malam waktu setempat.

Polisi masih menyelidiki dan mencari tempat persembunyian tersangka penembakan yang berhasil melarikan diri pada malam itu.

"Sangat disayangkan dan kami mengutuk kejadian ini dan akan memberikan hukuman yang setimpal," kata juru bicara pemerintah, Paul Akol Kordit.

Kordit juga mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan apapun untuk melindungi warganya dan mengadili para pembunuh orang tak bersalah.

Keamanan di Juba menurun sejak perang sipil terjadi di wilayah itu 3 tahun yang lalu. Perkelahian menyebar dan mengakibatkan meningkatnya tingkat kriminal dan kekerasan bersenjata.

Sementara itu pada Juli 2016, ibu kota Sudan Selatan menjadi medan perang ketika pasukan pro-presiden, Salva Kiir, berperang melawan kelompok pemberontak yang dipimpin Riek Machar.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya