Liputan6.com, Beijing - Ribuan warga Hong Kong melakukan unjuk rasa pada Minggu 13 November 2016, menentang aksi protes sebelumnya yang menginginkan wilayah tersebut 'merdeka' dari China.
Para demonstran yang berjumlah sekitar 40 ribu orang berkumpul di luar gedung Dewan Legislatif Hong Kong, mengkritik dua orang aktivis politik muda yang terpilih sebagai anggota dewan pada September lalu.
Baca Juga
Seperti dikutip dari Time, Senin (14/11/2016), Yau Wai-ching dan Sixtus Leung mendapatkan kritikan pedas dari pengunjuk rasa, karena aksi mereka yang dianggap mendalangi protes kelompok separatis beberapa waktu yang lalu.
Advertisement
Keduanya menuntut Beijing untuk 'tak campur tangan' urusan Hong Kong. Politisi muda itu menuntut 'kemerdekaan' wilayah administratif China itu, menjadikan daerah mereka mandiri.
Aksi Yau dan Leung tak hanya sampai di situ. Pada saat pengucapan sumpah jabatan mereka sebelum menjawat sebagai dewan legislatif, perempuan 25 tahun dan pria 30 tahun itu menambahkan kalimat "Hong Kong bukan China".
Pra demonstran anti-pemerintah itu menginginkan kota itu keluar sepenuhnya dari China. sementara itu pengunjuk rasa pro-pemerintah mengatakan, Hong Kong merupakan wilayah yang tak terpisahkan dari China.
Demo yang terjadi pada Minggu, merupakan aksi unjuk rasa pro-Beijing terbesar dalam beberapa tahun belakangan.
Para demonstran berkumpul di depan kompleks legislatif, yang terletak di jantung Hong Kong, untuk beberapa jam. Polisi memperkirakan ada setidaknya 28 ribu pendemo hari itu.
"Kami menolak aksi protes yang menginginkan Hong Kong 'pisah' dari Beijing," kata juru bicara wanita organisasi penggerak protes pro-Beijing, Maggie Chan, seperti dilansir dari BBC.
"Banyak warga yang marah karena kelompok anti-pemerintah itu merupakan grup yang dapat menghancurkan hukum yang ada di Hong Kong," tambah Maggie Chan.
Aksi tersebut dinyatakan dilakukan murni karena warga tergerak untuk tetap menyatukan Hong Kong dengan Beijing.
Penyelenggara demo mengatakan pada para demonstran untuk memotret siapa saja yang menerima uang dalam aksi tersebut.
"Kami tidak memberikan uang. Semua ini murni karena peduli," ujar juru bicara itu.
Aksi demo anti-pemerintah yang berlangsung pekan lalu terjadi akibat adanya larangan dari pejabat tertinggi dewan legislatif, yang membuat Leung dan Yau gagal menduduki jabatan mereka.
Kedua calon legislatif muda itu berasal dari Partai Youngspiration, yang telah beberapa kali menyerukan agar Hong Kong 'lepas' sepenuhnya dari China.
Leung dan Yau juga telah beberapa kali gagal menduduki jabatan mereka karena secara provokatif mengubah bunyi sumpah.
Sementara itu, kata 'kemerdekaan' merupakan suatu hal tabu di Hong Kong yang diatur dalam prinsip 'satu negara, dua sistem'.
Keinginan untuk memimpin wilayah sendiri itu menjadi sumber kekhawatiran Beijing, mengatakan itu bisa tersebar di kalangan aktivis lain dan mengancam aturan pemerintah pusat.
"Pada dasarnya, 'kemerdekaan' yang dibicarakan Hong Kong adalah keinginan untuk membagi negara. Ini jelas-jelas melanggar kebijakan 'satu negara, dua sistem'," kata Ketua Komite Hukum Dasar Parlemen, Li Fei, seperti dilansir dari Reuters.
"Pemerintah pusat sangat khawatir akan terjadinya bahaya besar yang akan dihadapi oleh pasukan independen Hong Kong, negara ini, dan tentunya wilayah itu sendiri," sambung Li Fei.