Liputan6.com, Rakhine - Peningkatan konflik terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Militer mengaku menembak mati setidaknya 25 orang--sebagian menyebut 30 orang--di sejumlah desa yang dihuni warga muslim Rohingya.
Seperti dilansir BBC, Senin, (14/11/2016) pihak militer mengklaim mereka yang tewas telah mempersenjatai diri dengan parang dan pentungan kayu. Menurut pihak militer pula, orang-orang yang mereka sebut kelompok militan itu berusaha menyerang mereka.
Sebelumnya, pada Sabtu lalu, militer telah melancarkan serangan lewat helikopter tempur ke sejumlah desa di Rakhine. Setidaknya 8 orang tewas termasuk di antaranya dua tentara.
Advertisement
"Serangan itu merupakan "operasi pembersihan" yang menargetkan militer bersenjata," ujar pihak militer Myanmar.
Sejumlah pihak meragukan keterangan yang diberikan militer Myanmar. Menyerang tentara bersenjata lengkap dengan parang dan kayu bagi sebagian orang dinilai sulit dipercaya.
Tak hanya dituduh ingin menyerang tentara, namun media pemerintah menyebutkan bahwa warga Rohingya sengaja membakar rumah mereka sendiri dengan tujuan "menimbulkan kesalahpahaman dan ketegangan" yang dapat berujung pada meluncurnya bantuan internasional.
Informasi atau perkembangan apa pun di Negara Bagian Rakhine saat ini sulit didapat, mengingat media dan relawan tidak memiliki akses ke sana. Sejak Oktober lalu, operasi militer telah digelar di Rakhine pasca-penyerangan sekelompok orang bersenjata terhadap pos perbatasan yang menewaskan sembilan orang.
Memang operasi militer berada di bawah kendali otoritas keamanan, namun konflik di Rakhine telah memicu kritik keras yang ditujukan kepada pemimpin de facto Myanmar, Aung Sang Suu Kyi. Pemenang Novel Perdamaian itu dinilai berdiam diri menyaksikan kekerasan yang menimpa warga muslim Rohingya.
Suu Kyi sendiri mengindikasikan ia sangat berhati-hati mengomentari kekerasan di Rakhine. Ditegaskannya bahwa pemerintah tidak bermaksud menyembunyikan apa pun dan berusaha mencari akar permasalahan serta memproses hukum semua tindak kekerasan yang terjadi.
Ketegangan Rohingya dengan warga Rakhine pecah pada 2012. Penyebab utamanya sendiri hingga saat ini masih belum jelas, namun puluhan orang tewas kala itu sementara ribuan lainnya terpaksa kehilangan rumah. Ada yang mengatakan bahwa bentrokan dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan Rakhine yang diikuti dengan pembunuhan terhadap 10 warga muslim Rohingya.
Terdapat lebih dari satu juta warga muslim Rohingya yang bermukim di Rakhine. Di tengah mayoritas warga Myanmar yang beragama Buddha mereka mendapat penolakan. Beberapa menilai Rohingnya bukanlah warga asli negara itu melainkan imigran ilegal dari Bangladesh.
Meski demikian dilaporkan terdapat banyak dari warga Rohingya yang telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. Para pengamat HAM mengatakan, pemerintah telah membatasi pergerakan warga Rohingya bahkan mengabaikan hak asasi manusia mereka.