Liputan6.com, London - "Hari ini, aku merasa masa laluku yang buruk terulang di depan mataku," tutur aktivis pendidikan sekaligus peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai.
Hal itu ia katakan terkait dengan laporan kekerasan yang melanda warga sipil di Aleppo.
Baca Juga
"Saat aku melihat Suriah, aku melihat genosida di Rwanda," tulisnya dalam laman Facebook Malala Fund's pada Rabu 14 Desember lalu.
"Ketika aku membaca untaian kata-kata putus asa Bana Alabed di Aleppo, aku seperti merasakan penderitaan Anne Frank di Amsterdam," lanjutnya seperti dikutip Liputan6.com dari Time, Jumat (16/12/2016).
Selasa lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, saat tentara pro-Presiden Bashir Al-Assad berhasil masuk ke Aleppo timur, mereka menembak di tempat warga sipil hingga 82 orang.
Rapat mendadak di PBB pun digelar, terkait laporan eksekusi massal itu.
"Untuk anak-anak di Aleppo, aku berdoa kalian berhasil keluar dari situ. Aku berdoa, kalian akan tumbuh kuat, pergi ke sekolah. dan melihat kedamaian negeri kalian pada suatu hari nanti," lanjut Malala.
Advertisement
Ia pun berpesan pada masyarakat global. "Namun, doa saja tak cukup. Kita harus bertindak. Komunitas internasional harus melakukan sesuatu untuk menghentikan perang yang tak berperikemanusiaan ini," tambahnya.
Malala juga meminta rezim Suriah memberikan akses aman bagi warga dan memperbolehkan petugas bala bantuan masuk untuk menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin.
"Semoga Tuhan bersama anak-anak Aleppo... meski para pemimpin dunia tidak," tutup Malala.