Liputan6.com, Jakarta - Pada 15 Februari 2017, tujuh provinsi dan 76 kabupaten serta 18 kota di seluruh Indonesia akan menggelar pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Dari sekian banyak pilkada yang berlangsung, sejumlah media asing paling menyoroti pesta demokrasi di DKI Jakarta.
Dengan artikel bertajuk "Battle for Indonesia's largest city: all you need to know about elections in Jakarta", situs berita, The Guardian Selasa, (14/2/2017) mengulas mengapa pilkada di ibu kota menjadi penting.
Baca Juga
"Memenangkan pemilu gubernur dilihat sebagai batu loncatan tak resmi untuk menjadi presiden. Presiden saat ini, Joko Widodo 'pindah' dari posisi gubernur Jakarta ke kantor presiden pada tahun 2014. Sementara itu, pilpres akan digelar pada tahun 2019," demikian laporan The Guardian.
Advertisement
Selain itu, The Guardian menjelaskan pula bahwa pemungutan suara di Jakarta merupakan yang paling sengit di Indonesia. Pilgub di ibu kota disebut-sebut sebagai ajang pengujian bagi nilai-nilai Islam moderat dan pluralisme Indonesia.
The Guardian turut menyinggung sosok Ahok atau yang memiliki nama lengkap Basuki Tjahaja Purnama, "Ahok merupakan penganut Kristen dan beretnis China, membuat dia masuk dalam dua kelompok minoritas".
Lawan Ahok dalam pilgub adalah Agus Harimurti Yudhoyono, putra mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Anies Baswedan, mantan menteri pendidikan.
"Salah seorang dari tiga kandidat membutuhkan dukungan 50 persen suara untuk menang. Sangat banyak pengamat setuju dengan pendapat bahwa hasilnya tidak akan definitif pada Sabtu. Sebuah putaran kedua mungkin akan berlangsung pada April," tulis portal berita Inggris tersebut.
Adapun situs berita The New York Times mengulas pilkada Jakarta dengan artikel berjudul, "Election in Indonesia’s Capital Could Test Ethnic and Religious Tolerance".
"Dalam salah satu kampanye yang paling diperdebatkan dalam sejarah demokrasi yang muda di Indonesia, Basuki Tjahaja Purnama, gubernur Jakarta, tengah berjuang pada dua front: di pengadilan opini publik dan di pengadilan," demikian kalimat pembuka pada laporan The New York Times.
Dalam ulasannya, portal berita Amerika Serikat itu juga menyoroti kasus penistaan agama yang membuat Ahok menjadi seorang pesakitan.
The New York Times menuliskan, sejumlah analis politik berpendapat bahwa kasus hukum yang tengah dihadapi Ahok merupakan pelanggaran terhadap larangan puluhan tahun untuk menjadikan etnis dan agama sebagai senjata politik--sebuah langkah yang diduga dilakukan oleh lawan Presiden Joko Widodo untuk melemahkan pencalonannya kembali pada pilpres 2019.
"Basuki merupakan gubernur non-Islam kedua di Jakarta sejak kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada 1945. Pilgub dipandang sebagai ujian toleransi agama dan etnis di Indonesia yang memiliki lebih dari 190 juta muslim di antara total penduduk 250 jiwa," tulis The New York Times.
Pada tahun 1964-1965, Jakarta dipimpin oleh gubernur asal Manado, Henk Ngantung. Ia diangkat oleh Presiden Soekarno untuk menggantikan Soemarno yang ditunjuk menjadi menteri dalam negeri.
Portal itu juga memuat pernyataan Philips J. Vermonte, kepala departemen politik dan hubungan internasional di CSIS Jakarta.
"Ini telah menjadi ujian bagi demokrasi kami yang masih muda. Sebenarnya elite politik yang menyulut ketegangan agama ini lagi dan lagi. Di Jakarta, elite politik nasional telah memilih untuk memainkan kartu itu, di mana itu adalah tindakan berbahaya," ujar Philips yang menambahkan bahwa isu agama dan etnis tidak menjadi persoalan di daerah-daerah lain.
Disebutkan pula, berdasarkan jajak pendapat saat ini, para analis berpendapat, bahwa Ahok akan bersaing ketat dengan Anies. Mereka mengatakan, mayoritas pendukung Agus akan beralih mendukung Anies demi menghentikan langkah Ahok.
"Pemilih Islam konservatif kuat di Jakarta, terutama di Jakarta Selatan dan Timur. Suara Islam konservatif jelas mendukung Anies, sehingga orang-orang yang yakin bahwa Ahok telah melakukan penistaan ada di pihak Anies," kata Burhanuddin Muhtadi, direktur eksekutif Indikator.
Portal berita CNN menulis laporan pilkada Jakarta dengan tajuk, "Why the Jakarta election could change the face of Indonesia".
"Ini merupakan pemungutan suara yang bisa mengubah Indonesia," demikian kalimat pembuka laporan CNN tersebut.
Berikutnya, terdapat kalimat, "Kontes (pemilu) melibatkan petahana, penganut Kristen dan beretnis China, Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan Ahok dengan dua lawannya yang merupakan muslim telah memicu pertanyaan apakah Indonesia--negara muslim terbesar di dunia--akan tetap menjadi masyarakat muslim yang moderat".
Sama seperti media asing lainnya, CNN juga menyebut bahkan pilkada Jakarta dapat menentukan siapa yang akan menjadi presiden berikutnya dalam pilpres 2019.
Indonesia merupakan rumah bagi 200 juta muslim--87 persen dari populasi. Dengan pengecualian Provinsi Aceh, Indonesia merupakan negara moderat dengan toleransi agama dan cara hidup yang berbeda.
"Politik Islam di Indonesia sangat berbeda dengan di Timur Tengah. Misalnya, pemimpin non-muslim adalah sesuatu yang normal, pernikahan beda agama juga diterima," kata peneliti CSIS, Tobias Basuki kepada CNN.
Menurut Profesor Greg Fealy dari Australian National University Bell School of Asia Pacific Affairs Associate masalah yang dimiliki Ahok ada dua, yakni ia non-muslim dan beretnis China.
"Ini cukup jelas bahwa ia didakwa melakukan penistaan agama karena alasan politik, karena mereka harus menuruti apa yang diinginkan massa (yang berunjuk rasa)--itu adalah catatan buruk bagi Indonesia," kata Fealy.
Siapapun yang mengalahkan Ahok disebut akan memiliki peluang tinggi untuk menantang Presiden Joko Widodo dalam pilpres 2019.
Adapun media lain yang memuat laporan soal pilkada Jakarta adalah USA Today dengan tajuk, "Jakarta election pits Christian against rising tide of Muslim extremism".
"Hasil pilkada Jakarta akan berdampak melampaui wilayah itu dan mungkin akan menjadi referendum seperti apa wajah Indonesia di masa depan. Nyaris 90 persen rakyat Indonesia adalah muslim dan sejauh ini kaum minoritas Kristen, Buddha, dan Hindu telah hidup berdampingan," tulis USA Today dalam laporannya.
Tak mau ketinggalan, portal berita Singapura, The Straits Times, juga mengulas pilkada Jakarta dengan judul, "Jakarta polls a proxy for bigger Indonesian battle".
Dalam ulasannya, The Straits Times mengutip pernyataan pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Muradi. Ia mengatakan taruhan dalam pilkada akan lebih tinggi mengingat keterlibatan para petinggi partai.
"Mereka tahu siapapun yang bisa memimpin Jakarta kemungkinan dapat memenangkan persaingan di tingkat berikutnya, baik di tingkat legislatif maupun pilpres," kata Muradi.
"Pilkada Jakarta ini setara dengan kompetisi antara kubu Jokowi-Megawati, Prabowo, dan SBY," imbuhnya.