Kisah Pesona Gadis Cilik yang Menginspirasi Alice in Wonderland

Tokoh Alice dalam Alice in Wonderland diduga kuat diinspirasi dari tokoh yang nyata. Siapakah dia?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Apr 2017, 19:40 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2017, 19:40 WIB
Alice in Wonderland (1)
Tokoh White Rabbit dan Alice yang bermain kroket menggunakan burung flamingo. (Sumber John Tenniel via Wikipedia)

Liputan6.com, London - Tanggal 14 Januari 1898 adalah hari ketika Charles Hodgson tutup usia. Ia adalah sastrawan dan penulis yang telah menerbitkan 15 buku, namun Alice's Adventures in Wonderland lah yang membuat namanya mendunia sekaligus dikenang.

Alice in Wonderland -- judul singkat novel tersebut -- diterbitkan Hodgson pada tahun 1865 dengan menggunakan nama samaran, Lewis Carroll, di Inggris.

Novel itu menjadi salah satu literatur dengan kisah bergenre fantasi terbaik di dunia.

Mengapa terbaik?

Karena popularitasnya bisa bertahan hingga 119 tahun sejak buku itu terbit, lintas generasi.

Kekuatan novel Alice in Wonderland adalah pada kemahiran Hodgson membuat pembaca terkesima dengan keajaiban dunia Wonderland.

Hodgson atau Carroll mampu merangsang pembaca untuk memvisualisasikan keajaiban dan keunikan plot cerita melalui kalimat yang mengalir.

Alkisah, Alice in Wonderland menceritakan tentang petualangan tokoh utamanya, seorang gadis cilik bernama Alice, di dunia nan ajaib -- di mana kelinci, tikus, ulat, babi, dan kucing dapat berbicara dan minum teh bersama si Topi Gila.

Dan tak lupa, si kucing mampu mengubah dirinya menjadi tembus pandang.

Singkat cerita, petualangan Alice di dunia nan ajaib itu dirundung kendala dari seorang ratu yang hobi memenggal kepala tokoh-tokoh lain untuk masalah remeh-temeh.

Klimaks novel tersebut mengkisahkan upaya Alice untuk mencegah si ratu melakukan hobi nahasnya pada salah satu tokoh dunia Wonderland.

Dan, tak disangka, tokoh Alice dalam Alice in Wonderland terinspirasi dari seorang gadis cilik nyata.

Alice Liddell adalah gadis cilik yang diduga kuat menjadi sosok inspiratif bagi Hodgson untuk menciptakan tokoh utama Alice in Wonderland, seperti yang diwartakan The Vintage News, Rabu, (5/4/2017).

'Sisi Gelap' Sang Pengarang

Sekitar tahun 1855, Hodgson berteman dengan keluarga Liddell. Pertemuan sang penulis dengan keluarga tersebut bermula saat dirinya menjalin persahabatan dengan anak sulung mereka, Harry Liddell.

Selain itu, Henry Liddell, sang kepala keluarga, menjadi kepala gereja di Christ Church di Oxford.

Hubungan pertemanan itu sangat dekat. Hodgson seringkali menghabiskan waktu bersama ketiga gadis cilik Liddell, salah satunya Alice, untuk pergi piknik.

Hodgson juga kerap mendongengkan kisah-kisah fantasi kepada anak-anak itu. 

Sang pengarang juga sering menggunakan bocah-bocah itu sebagai objek fotografinya. Meski dekat dengan semua anak keluarga Liddell, Alice adalah favoritnya.

Namun, persahabatan itu tiba-tiba berakhir pada Juni 1863, untuk alasan yang tidak diketahui.

Beberapa penulis biografi berspekulasi bahwa Charles Hodgson memiliki perasaan yang tidak pantas dan romantis terhadap Alice. Lelaki itu bahkan diduga ingin menikahi gadis bau kencur yang masih berusia 11 tahun.

Lainnya mengklaim bahwa kakak Alice, Lorina jatuh cinta dengan Hodgson, sehingga sang pengarang memutuskan hubungan dengan keluarga Liddel.

Namun, topik tersebut akan tetap menjadi misteri. Sebab, halaman buku harian Hodgson dari periode tersebut banyak yang hilang dan foto-foto hasil karyanya dibakar.

Alice Memikat Putra Mahkota?

Alice itu adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara keluarga Liddell. Pada usianya yang ke-10, ia menjadi inspirasi tokoh utama Alice in Wonderland.

Pada usianya yang ke-28, tahun 1880, ia menikah dengan Reginald Hargreaves, seorang atlet kriket asal Inggris.

Dari pernikahannya, ia dikaruniai tiga orang anak, Alan, Leopold, dan Caryl.

Alan dan Leopold tewas pada Perang Dunia I. Sementara Caryl berhasil membangun keluarga sendiri setelah menjadi veteran perang. Pada tahun 1926, Reginal Hargreaves meninggal.

Kejadian ini membuat Alice Liddlle hidup seorang diri. Untuk membiayai hidupnya, Alice Liddlle menjual salinan novel Alice's Adventure's Under Ground --sekuel Alice in Wonderland--miliknya, yang merupakan pemberian pribadi dari Hodgson. 

Novel itu dilelang pada sebuah rumah gadai di Sotheby dengan harga mencapai 15.400 poundsterling. Empat kali lipat dari harga estimasi. Pembelinya adalah, Elridge Johnson, seorang konglomerat fonograf asal AS.

Buku itu kemudia dipajang di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Saat pameran di sana, Alice Liddle diundang hadir. 

Dua tahun setelah reuninya dengan buku pemberian Hodgson tersebut, Alice Liddlle tutup usia pada umur 80. Jenazahnya disemayamkan di Gereja St. Michael & All Angels

Setelah pameran di Columbia University, buku itu dibeli oleh konsorsium kolektor buku asal AS untuk dihibahkan kepada bangsa Britannia Raya atas kegigihannya dalam Perang Dunia II.

Kini, buku bersejarah tersebut dipelihara kelestariannya di Perpustakaan Nasional Inggris, di London. 

Kisah unik lainnya seputar Alice Liddle adalah dugaan kedekatannya dengan Pangeran Leopold, putra mahkota Ratu Victoria, Inggris. 

Kuat dugaan Pangeran Leopold menaruh hati kepada Alice Liddle, begitu juga sebaliknya.

Hal ini dibuktikan atas fakta bahwa Pangeran Leopold menamai anak perempuannya dengan nama Alice.

Di lain pihak, Alice Liddlle menamai anak keduanya dengan nama Leopold sesuai nama sang pangeran. Bahkan, Alice Liddlle pun menjadikan Pangeran Leopold menjadi ayah baptis anak laki-laki keduanya.

Pesona Alice Liddle sebagai seorang perempuan, sejak usia belia, yang mungkin membuat dirinya terbesit dalam benak Hodgson dalam menulis maha karyanya, Alice in Wonderland. Di sisi lain, hal itu memicu tuduhan pedofil yang dialamatkan pada sang pengarang. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya