Tanpa Suu Kyi, Junta Militer Gelar Pemilu

Tanpa mengikutsertakan aktivis pro demokrasi Aung San Suu Kyi junta militer Myanmar akhirnya mengumumkan akan menyelenggarakan pemilu yang pertama sejak 20 tahun pada 7 November mendatang.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Agu 2010, 16:38 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2010, 16:38 WIB
100619asuu-ky.jpg
Liputan6.com, Rangoon: Pemilihan Umum  Myanmar yang pertama sejak dua dekade akan diselenggarakan pada 7 November mendatang, demikian diumumkan
jenderal-jenderal militer Myanmar yang berkuasa. Ini akan menjadi pemilu pertama sejak partai Liga Nasional untuk Demokrasi, pimpinan Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu pada 1990 lalu. Junta militer menolak mengakui kemenangan Suu Kyi dan melarang eksistensi partai tersebut. 

Kritikus mengatakan pemilu ini hanya akan menjadi suatu bentuk "kepura-puraan" karena tata cara pemilu yang dianggap lebih memihak kepada otoritas berkuasa Myanmar. Konstitusi baru menetapkan sekitar 25 persen kursi parlemen bagi wakil-wakil militer, sementara sejumlah partai yang terdaftar sebagai peserta pemilu juga dipandang sebagai perwakilan dari pihak militer.

Suu Kyi, yang hingga kini masih menjalani tahanan rumah, dilarang mengikuti pemilu kali ini karena "dosa-dosa" politiknya di masa lalu, begitu juga sejumlah aktivis prodemokrasi lain. Salah satu partai yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah militer Myanmar mengaku sebagian anggotanya terus mengalami intimidasi dari sejumlah pihak. Para anggota dari orde-orde agama pun dilarang untuk ikut serta dalam pemilu ini karena junta militer mengkhawatirkan masuknya para biksu yang memimpin protes antipemerintah pada 2007 lalu.

Hanya ada sebuah partai oposisi, National Democratic Force (NFD), yang diperbolehkan mengikuti pemilu bersama dengan sekitar 40 partai lain. Ketua NDF, Dr. Than Nyein mengekspresikan optimismenya bahwa pemilu kali ini dapat membawa perubahan. Pihak ASEAN, yang juga menampung Myanmar sebagai anggota, telah  berulangkali menyuarakan agar diselenggarakannya pemilu yang bebas, adil, dan inklusif. (BBC/YUS)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya