Alasan AS Gunakan Misil Tomahawk untuk Serang Suriah

Angkatan Laut AS lakukan serangan menggunakan misil kendali jarak jauh jenis Tomahawk ke Suriah. Apa alasannya?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Apr 2017, 20:00 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2017, 20:00 WIB
20170407-AS Tembakkan Rudal Tomahawk ke Suriah-AP
Rudal Tomahawk ditembakkan kapal perang AS yang ada di Laut Mediterania,menyasar pangkalan udara Suriah, Jumat (7/4). Perintah serangan terbuka ini yang pertama dilakukan Donald Trump sepanjang kepemimpinannya sebagai Presiden AS. (U.S. Navy via AP)

Liputan6.com, Washington, D. C. - Pada Jumat pagi waktu setempat, sebuah bandar udara militer di Suriah dihantam oleh sejumlah misil kendali jarak jauh jenis Tomahawk milik AS.

Sekitar 59 misil jenis Tomahawk diluncurkan dari USS Ross dan USS Porter, dua kapal perang AS yang berlayar di laut Mediterania ke sebuah bandar udara militer di Shayrat, Suriah, seperti yang diwartakan Sydney Morning Herald, Jumat, (7/4/2017).

Bandar udara itu diduga sebagai landasan udara pesawat yang menjatuhkan bom senjata kimia di Idlib, Suriah, Selasa, 4 April 2017 lalu.

Pemerintah AS memilih misil Tomahawk sebagai pion agresi militer kepada Suriah. Dan, misil itu menandai awal intervensi militer langsung yang pertama kali dilakukan AS terhadap Suriah.

Namun, mengapa misil itu yang dipilih?

Misil Tomahawk menjadi persenjataan penting bagi AS sejak penggunaan pertamanya Perang Teluk Pertama tahun 1991 hingga serangan AS ke Yaman menggunakan misil pada Oktober 2016 lalu.

Misil itu mampu membawa 453 kilogram hulu ledak dan dapat dikendalikan dari jarak jauh tanpa memerlukan pilot pesawat. 

Misil penghancur itu dapat ditembakkan dari jarak sejauh 1.6000 km dari sebuah kapal perang. Sejumlah aspek ini yang membuat penggunaan misil penghancur itu dianggap sebagai sebuah keuntungan taktis bagi setiap operasi militer AS.

Meski memiliki daya tampung hulu ledak yang biasa saja jika dibandingkan dengan jenis misil lain, namun penggunaan misil Tomahawk masih lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan penggunaan pesawat udara sebagai metode pengeboman.

Misil itu juga memiliki varian hulu ledak yang bermacam-macam dengan fungsi yang berbeda-beda. Varian hulu ledak yang dapat dibawa misil itu antara lain, cluster yakni sekumpulan rudal yang dapat terpecah di udara untuk menjangkau wilayah ledakan yang lebih luas, dan fragmentation and incendiary yakni sebuah rudal yang dikhususkan untuk menghancurkan alutsista militer khusus, seperti kendaraan lapis baja, pesawat, dan gudang suplai militer. 

Faktor lain yang menjadi alasan penggunaan misil Tomahawk pada serangan AS ke Suriah adalah masalah diplomasi. 

Penggunaan misil Tomahawk tidak memerlukan upaya diplomasi ke negara lain karena dapat dilakukan di laut lepas internasional dari kapal AS. 

Sedangkan, jika menggunakan opsi serangan dengan metode pengeboman melalui pesawat, AS harus mempertimbangkan urusan diplomasi dengan negara lain yang menjadi tempat fasilitas bandar udara Negeri Paman Sam berada. Bandar udara milik AS yang terdekat dengan Suriah adalah di Incirlik, Turki. Namun, opsi penyerangan dengan menggunakan pesawat yang diterbangkan dari Incirlik harus memerlukan izin diplomasi Turki. 

Pakar persenjataan menjelaskan bahwa penggunaan misil Tomahawk juga rentan mengalami kegagalan apabila balisitik misil itu berhadapan dengan sistem pertahanan udara milik Rusia yang ditempatkan di Suriah.

Rusia, sebagai negara yang mendukung rezim al-Assad, menempatkan sejumlah sistem pertahanan udaranya di sejumlah fasilitas militer penting di Suriah. Sistem pertahanan udara milik Rusia yang ditempatkan di Suriah terdiri dari surface-to-air missile system (sistem misil darat ke udara) S-200, S-300, dan yang tercanggih, S-400.

"Kita punya beragam keuntungan (menggunakan Tomahawk), namun bukan berarti sistem pertahan Rusia tak dapat menangkalnya," tutup Chris Harmer, mantan perwira AL AS dan pakar persenjataan dari Institute of the Study of War.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya