Liputan6.com, Tasmania - Kabar gembira datang bagi mereka yang sedang berjuang menurunkan berat badan. Baru-baru ini, para ilmuwan menguak suatu rahasia menurunkan berat badan secara tepat.
Menurut penelitian terkait, para pelaku pengurangan berat badan lebih baik melakukan pola diet dan tidak diet secara bergantian setiap dua minggu.
Seperti dikutip dari Telegraph pada Selasa (19/9/2017), ilmuwan kesehatan bernama Profesor Nuala Byrne mengatakan bahwa metode tersebut mengatasi suatu fenomena yang dikenal sebagai 'reaksi kelaparan' (famine reaction).
Advertisement
Baca Juga
Fenomena itulah yang menjelaskan mengapa diet sering gagal. Bagi kebanyakan di antara kita, sangat sulit untuk melakukan diet ketat dalam waktu terlalu lama.
Menurut Byrne, rehat sejenak dari disiplin ketat malah membantu, bahkan hal itulah yang penting bagi sukses yang menetap.
Wanita itu mengatakan, "Kelompok (dalam eksperimen) yang putus-sambung kehilangan lebih banyak berat dan menjaganya untuk waktu yang lebih lama."
"Kami menduga, sebagian alasan berhasilnya diet itu adalah karena adanya masa-masa rehat."
Penelitian yang sudah terbit dalam Journal for Obesity menelaah 'reaksi kelaparan' tubuh manusia ketika diet berkepanjangan dan dampak hal tersebut pada 47 pria yang gemuk.
Kelompok peserta berusia 30 hingga 50 tahun itu dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing ditugasi melakukan diet 16 minggu dengan pengurangan sepertiga kalori yang masuk.
Sebanyak 23 orang melakukan diet terus-menerus (continuous) tanpa jeda. Para peserta lain melakukan diet selama dua minggu, dan kemudian rehat diet selama dua minggu agar beratnya stabil.
Siklus itu diulang selama 30 minggu untuk memastikan ada 16 minggu melakukan diet. Bukan hanya perununan berat lebih banyak, mereka juga menambah lebih sedikit berat di akhir percobaan.
Para pelaku diet putus-sambung kehilangan 8 kilogram lagi setelah enam bulan kemudian.
Profesor Byrne dari Tasmania University, Australia, adalah pemimpin penelitian. Ia mengatakan bahwa diet mengubah rangkaian proses biologis dalam tubuh sehingga mengakibatkan perlambatan pengurangan berat atau mungkin nantinya malah menambah.
Ia menjelaskan, "Ketika kita mengurangi asupan tenaga (makanan) selama diet, maka metabolisme menurun lebih daripada yang kita kira."
Dengan demikian, terjadilah fenomena yang dikenal dengan 'adaptive thermogenesis.'
Fenomena itu adalah mekanisme penyintasan yang membantu manusia sebagai spesies ketika pasokan pangan tidak konsisten pada milenia lalu, tapi sekarang "ikut andil dalam menambah lingkar pinggang ketika pasokan pangan lebih tersedia".
Jadi, ketika diet diperpanjang, penurunan berat malah semakin rumit.
Oleh karena itu, penelitian yang bertajuk MATADOR (Minimising Adaptive Thermogenesis And Deactivating Obesity Rebound) ini lebih berupaya mengurangi tanggapan kelaparan agar memperbaiki keberhasilan diet.
Byrne mengatakan bahwa diet bergantian tiap dua minggu terbukti lebih berhasil sebagai cara pengurangan berat dibandingkan diet berkepanjangan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Diet Jenis Lain
Cara-cara diet lain yang populer misalnya mencakup siklus puasa dan makan bergantian selama beberapa hari tidak lebih efektif daripada diet berkepanjangan.
Contohnya adalah diet 5:2 yang secara ketat membatasi asupan kalori selama dua hari dalam seminggu.
Menurut peneliti itu, "Semakin banyak penelitian yang telah mengungkapkan bahwa periode satu hingga tujuh hari untuk puasa lengkap ataupun sebagian yang bergantian dengan pasokan makan semaunya tidak lebih efektif bagi pengurangan berat jika dibandingkan dengan diet berkepanjangan."
"Diduga adanya rehat diet yang dipakai dalam penelitian ini menjadi hal penting bagi keberhasilan pendekatan kita."
Penelitian lanjutan masih diperlukan tentang diet bergantian tersebut walaupun temuan awal mendukung kelebihan model tersebut dibandingkan model alternatif.
"Kami tertarik untuk lebih mengerti biologinya untuk memperbaiki pendekatannya dan meraih hasil lebih baik di masa depan."
Advertisement