Studi: Sepertiga Notifikasi Ponsel Memperburuk Suasana Hati

Sebuah penelitian mengungkap bahwa sepertiga notifikasi yang muncul di ponsel justru membuat suasana hati penggunanya menjadi buruk.

oleh Citra Dewi diperbarui 04 Okt 2017, 19:40 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2017, 19:40 WIB
Ilustrasi ponsel
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Nottingham - Salah satu tujuan diciptakannya ponsel adalah untuk mempermudah hidup seseorang. Namun, sebuah penelitian baru menunjukkan, sepertiga notifikasi yang muncul justru membuat suasana hati atau mood kita menjadi buruk.

Penelitian tersebut dilakukan oleh sebuah tim di Nottingham Trent University. Mereka mengamati suasana hati 50 peserta penelitian saat menerima notifikasi di ponsel mereka selama lima pekan.

Dari setengah juta notifikasi yang mereka terima, sebanyak 32 persennya justru memicu adanya emosi negatif, seperti kecewa, gugup, takut, atau malu.

Penelitian itu juga menungkap, notifikasi yang berkaitan dengan aktivitas non-manusia -- seperti pembaruan aplikasi atau ketersediaan wifi -- berpengaruh paling parah terhadap suasana hati partisipan.

Dikutip dari Telegraph, Rabu (4/10/2017), notifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan juga memiliki dampak negatif terhadap suasana hati, terutama jika kuantitasnya sangat besar.

Namun sebaliknya, mereka senang jika menerima notifikasi dari orang-orang terdekat, khususnya jika pemberitahuan itu datang dalam jumlah banyak. Hal itu membuat seseorang mempunyai rasa memiliki dan terhubung dengan kelompok sosial.

"Meski notifikasi meningkatkan kenyamanan dalam hidup kita, kita perlu memahami lebih baik dampak penggunaan ponsel yang tak terkendali terhadap kemakmuran diri kita sendiri," ujar seorang peneliti studi, Dr Eiman Kanjo.

"Merupakan hal yang jelas jika notifikasi sosial membuat seseorang senang. Namun saat mereka menerima banyak notifikasi terkait pekerjaan dan non-manusia, yang terjadi efek sebaliknya," imbuh dia.

Sebagai bagian dari studi tersebut, para peneliti mengembangkan aplikasi NotiMind, di mana para peserta wajib memasangnya.

Aplikasi tersebut mengumpulkan rincian yang berkaitan dengan notifikasi dan suasana hati partisipan. Setiap hari selama lima minggu, partisipan akan melaporkan suasana hati terhadap notifikasi yang mereka terima melalui aplikasi itu.

Para periset mengatakan, temuan mereka dapat memprediksi suasana hati pengguna ponsel berdasarkan informasi yang mereka terima. Di masa depan, hal itu bisa digunakan untuk mengatur notifikasi agar dapat meningkatkan suasana hati.

"Meski notifikasi berperan penting untuk melayani pengguna ponsel, jumlah aplikasi yang bersaing untuk mendapatkan perhatian (pengguna) meningkat secara siginifikan selama ini," ujar seorang psikolog di International Gaming Research Unit Nottingham Trent University, Dr Daria Kuss.

 

Survei: Instagram Jadi Medsos Terburuk untuk Kesehatan Mental

Sebuah studi yang mengkaji hubungan perkembangan teknologi dengan kesehatan mental sudah dilakukan beberapa kali. Pada Juni lalu, sebuah penelitian mengungkap bahwa Instagram adalah media sosial terburuk bagi kesehatan mental dan kesejahteraan.

Platform tersebut juga disebut terkait dengan tingkat kecemasan, depresi, bullying, dan Fear of Missing Out (FOMO) -- ketakutan bahwa orang lain sedang mengalami kejadian menyenangkan, di mana ia tidak merasa terlibat.

Survei #StatusOfMind yang dipublikasi oleh Royal Society for Public Health Inggris, terdapat lima media sosial yang masuk ke dalam survei. Jika diurutkan dari yang terburuk, medsos tersebut adalah Instagram, Snapchat, Facebook, Twitter, dan You Tube.

Studi sebelumnya mengatakan bahwa anak muda yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari di situs media sosial, lebih cenderung mengalami tekanan psikologis.

"Melihat teman-teman terus-menerus berlibur atau menikmati malam luar bisa membuat anak muda merasa kehilangan saat yang lain menikmati hidup," laporan #StatusOfMind menyatakan. "Perasaan ini bisa meningkatkan sikap membandingkan dan putus asa."

Ilustrasi (iStock)

Dilansir Time, unggahan di media sosial juga bisa menetapkan harapan yang tidak realistis dan menciptakan perasaan tidak mampu dan rendah diri.

"Instagram dengan mudah membuat anak perempuan dan wanita merasa seolah-olah tubuh mereka tidak cukup baik karena orang menambahkan filter dan mengedit gambar mereka agar mereka terlihat 'sempurna'," tulis salah satu responden.

Penelitian lain telah menemukan bahwa semakin banyak media sosial yang dimiliki dewasa muda, semakin besar kemungkinan mereka merasa depresi dan cemas.

Untuk mengurangi dampak berbahaya media sosial pada anak-anak dan orang dewasa awal, Royal Society meminta perusahaan media sosial melakukan perubahan. Laporan tersebut merekomendasikan adanya peringatan berupa pop-up yang bertuliskan 'penggunaan berat' di dalam aplikasi -- sekitar 71 persen responden survei mengatakan bahwa mereka akan mendukungnya.

Meski memiliki dampak negatif, ada beberapa manfaat yang didapatkan dari media sosial, seperti menampilkan identitas dan ekspresi diri, serta membangun komunitas dan dukungan emosional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya