Di Korsel, Donald Trump Imbau Sekaligus Ancam Korut

Di Seoul, Trump dengan nada lebih lunak mengajak Korut bernegosiasi. Namun, pada kesempatan yang sama, ia juga melontarkan ancaman.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Nov 2017, 10:03 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2017, 10:03 WIB
Presiden AS Donald Trump bersama dengan Presiden Korsel Moon Jae-in
Presiden AS Donald Trump bersama dengan Presiden Korsel Moon Jae-in (AP Photo/Andrew Harnik)

Liputan6.com, Seoul - Korea Utara harus "membuat kesepakatan" untuk meninggalkan senjata nuklirnya. Hal tersebut disampaikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berkunjung ke Korea Selatan.

Pernyataan tersebut dinilai merupakan yang paling damai yang pernah dilontarkan Trump di mana ia mengajak Korut untuk duduk dan bernegosiasi. Namun dalam kesempatan sama, ia juga mengeluarkan ancaman.

Presiden ke-45 AS itu menyoroti pembangunan militer di kawasan Asia Pasifik dan rencananya untuk menggunakannya "jika diperlukan." Aset militer yang dimaksud Trump mencakup tiga kelompok kapal induk dan kapal selam nuklir.

"Akan sangat masuk akal bagi Korut untuk bernegosiasi dan membuat kesepakatan yang baik bagi rakyat negara itu dan masyarakat dunia," ujar Trump dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Korsel Moon Jae-in seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (8/11/2017).

Ia menambahkan, "Kami mempertontonkan kekuatan yang besar dan saya rasa, mereka (Korut) paham bahwa kekuatan kami tak tertandingi...Kami punya banyak hal di mana kami berharap pada Tuhan untuk tidak pernah menggunakannya."

Sebelumnya, Trump kerap meluncurkan retorika keras dan tajam. Ia pernah menjuluki Kim Jong-un sebagai "little rocket man" dan mengancam akan mengirimkan "api dan kemarahan" jika negara itu nekat menyerang AS atau sekutunya.

Adapun Pyongyang menanggapinya dengan mengancam akan melakukan uji coba nuklir pertama di atmosfer. Kim Jong-un juga menyebut Trump sebagai "orang tua yang sakit jiwa".

Sementara itu, Presiden Moon dalam kesempatan serupa mengatakan bahwa militer AS dapat bertindak sebagai penangkis serangan Korut.

Selain ancaman serangan nuklir, Pyongyang memiliki ratusan senjata artileri berat yang mengancam Seoul, ibu kota yang berpenduduk 11 juta orang. AS saat ini memiliki sekitar 28 ribu pasukan di Korsel dan keberadaan mereka merupakan warisan perang 1950-1953.

Analis memperkirakan, jutaan orang akan meninggal dalam beberapa hari pertama jika perang benar-benar meletus.

"Tidak boleh ada perang lagi di Semenanjung Korea. Terkait hal ini, AS sangat membantu kami," tutur Presiden Moon seperti dilansir kantor berita Yonhap. "Keunggulan kekuatan yang luar biasa berdasarkan aliansi Korsel-AS pada akhirnya akan membuat Korut menghentikan provokasi sembrono dan sampai pada jalur denuklirisasi."

Dengan merujuk pada sejumlah negara non-nuklir yang "diinvasi dan dijarah" oleh AS, Pyongyang bersikeras tidak akan pernah meninggalkan ambisi nuklirnya.

Gagal Kunjungi DMZ

Dalam lawatan Trump ke Korsel, kedua kepala negara juga mengumumkan bahwa Seoul akan membeli perangkat militer AS senilai miliaran dolar. Kemungkinan itu termasuk kapal selam bertenaga nuklir yang dapat mencegat rudal balistik Korut.

"Uji coba nuklir keenam Korut dan peluncuran misilnya merupakan sebuah ancaman. Tidak hanya bagi rakyat Korsel, tapi juga bagi warga dunia," tegas Trump.

"Kita akan bersama-sama menghadapi aksi Korut dan mencegah diktator Korut mengancam jutaan nyawa tak berdosa...AS siap untuk mempertahankan diri dan sekutunya menggunakan seluruh kemampuan militer kami yang tak tertandingi -- jika memang diperlukan," imbuhnya.

Semula berkembang rumor bahwa selama berada di Negeri Ginseng, Trump akan mendatangi Zona Demiliterisasi Korea (DMZ). Namun seorang pejabat Gedung Putih menegaskan bahwa Presiden AS itu tidak akan menginjakkan kaki di DMZ karena waktunya mepet.

"Presiden tidak akan mengunjungi DMZ," kata pejabat tersebut seraya menjelaskan bahwa "tidak ada cukup waktu dalam jadwal" Trump. Demikian seperti dikutip dari CNN pada Rabu 1 November 2017.

Teranyar, CBS News melansir Trump membatalkan kunjungan ke DMZ karena cuaca buruk. Helikopter Marine One yang mengangkut Trump dilaporkan telah terbang menuju DMZ, tapi tak lama kembali akibat kondisi cuaca yang buruk. Laporan cuaca dari dekat DMZ menunjukan kondisi berkabut dan jarak pandang di bawah satu mil.

Terkait batalnya kunjungan ke DMZ, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengungkapkan, "Saya rasa dia (Trump) cukup kecewa."

Ternyata, kunjungan Trump ke DMZ telah dijadwalkan sejak semula. Namun, dirahasiakan mengingat persoalan keamanan.

Trump dilaporkan meninggalkan Hotel Grand Hyatt pada pukul 07.09 waktu setempat dengan ditemani oleh rombongan kecil, termasuk di antaranya Menlu Rex Tillerson, Penasihat Keamanan Nasional HR McMaster, Kepala Staf Gedung Putih John Kelly, Wakil Kepala Staf Joe Hagin dan penulis pidato Stephen Miller serta Sanders.

Kelak, Trump diagendakan akan berpidato di hadapan Majelis Nasional Korea di mana ia diharapkan akan secara resmi mengartikulasikan pandangannya terkait dengan krisis nuklir Korut.

Korsel adalah negara kedua yang dikunjungi Trump setelah Jepang. Dalam lawatan perdananya ke Asia, Trump juga akan menyambangi China, Vietnam dan Filipina.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya