Liputan6.com, Manila - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yang mendampingi Presiden RI Joko Widodo dalam Pleno KTT ASEAN 2017 di Manila mengatakan, pemerintah Myanmar mulai menyiapkan sejumlah langkah untuk mengurangi tensi tinggi hingga mengakhiri krisis etnis Rohingya.
"Saat kita melakukan pertemuan dengan para leaders negara anggota ASEAN, isu (etnis Rohingya di) Rakhine muncul jadi bahasan dan Presiden Jokowi yang pertama mengangkat isu tersebut. Menyusul Pak Presiden, berbagai pemimpin negara anggota ASEAN juga ikut membahasnya," kata Menlu Retno yang merangkum Pleno KTT ASEAN 2017 di Manila dalam sebuah video wawancara yang diperoleh Liputan6.com dari Kemlu RI, Selasa (14/11/2017).
"Ada tiga hal yang disampaikan oleh State Counsellor Myanmar Aung San Suu Kyi dalam menanggapi pernyataan yang datang dari para kepala negara ASEAN," papar Menlu Retno.
Advertisement
Pertama, kata Retno, Suu Kyi memaparkan bahwa rekomendasi Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB Kofi Annan telah mulai diimplementasikan.
Baca Juga
"Suu Kyi merespons bahwa implementasi rekomendasi Kofi Annan sudah mulai berjalan dan dijalankan oleh komite khusus yang dikepalai oleh Kementerian Sosial Myanmar," kata Retno.
Komisi itu merekomendasikan agar Myanmar melakukan langkah besar untuk pengembangan infrastruktur serta pengentasan kemiskinan, pemenuhan seluruh hak asasi manusia untuk etnis Rohingya, meninjau kembali Myanmar's 1982 Citizenship Law, dan melakukan pendekatan terkalibrasi dalam pelaksanaan keamanan di kawasan.
"Kedua, Suu Kyi membahas soal akses bantuan humaniter. Ia menyampaikan, dalam beberapa pekan ke depan, ia mungkin akan menghubungi beberapa negara untuk mengakomodasi bantuan yang sifatnya menengah hingga jangka panjang," kata Menlu Retno.
"Indonesia sendiri siap menerima permintaan bantuan dari Myanmar dalam konteks Rakhine," tambahnya.
Ketiga, kata Retno, Suu Kyi memaparkan pentingnya penyelesaian rancangan naskah memorandum repatriasi pengungsi Rohingya. Naskah itu akan ditandatangani oleh Bangladesh (selaku negara yang menampung pengungsi Rohingya) dan Myanmar (selaku negara asal para pengungsi).
"Setelah ditandatangani, janji Suu Kyi adalah tiga pekan untuk mengimplementasikan memorandum itu. Apa yang disampaikan Suu Kyi memberikan makna penting bagi memorandum tersebut untuk segera ditandatangani," kata Menlu RI.
"Indonesia menyampaikan akan terus berkomunikasi dengan Myanmar, Bangladesh, dan pihak lain yang berkaitan agar proses-proses itu berjalan dengan semestinya dan memorandum repatriasi itu dapat segera diselesaikan," tambahnya.
Jokowi: ASEAN dan Myanmar Tak Boleh Diam atas Krisis Rohingya
Di hadapan para pemimpin ASEAN dan beberapa negara mitra, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyinggung krisis kemanusiaan Rohingya sebagai salah satu topik bahasan pidatonya.
Pidato yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan bagian dari rangkaian Pleno KTT ASEAN ke-31 yang diselenggarakan di Manila, Filipina, pada Senin, 13 November 2017.
"Kita semua sangat prihatin dengan krisis kemanusiaan di Rakhine State dan juga paham akan kompleksitas masalah di Rakhine State. Namun, kita juga tidak dapat berdiam diri," ujar Presiden Jokowi, seperti yang dikutip dari rilis resmi Istana Negara, Senin, 13 November 2017.
"Krisis kemanusiaan itu tidak saja menjadi perhatian negara-negara anggota ASEAN, namun juga dunia," imbuhnya.
Jokowi melanjutkan, untuk mengatasi krisis kemanusiaan tersebut, harus ada kepercayaan dan solidaritas di antara negara-negara anggota ASEAN.
Pembiaran krisis Rohingya akan berdampak pada keamanan dan stabilitas kawasan termasuk munculnya radikalisme dan perdagangan manusia.
"Kita harus bergerak bersama. Myanmar dan ASEAN tidak boleh tinggal diam," tutur Presiden ke-7 RI tersebut.
Indonesia sendiri telah turut membantu mengatasi krisis kemanusiaan Rohingya dengan berkontribusi memberikan bantuan kemanusiaan, menyampaikan usulan formula 4+1 untuk Rakhine, serta mendukung implementasi rekomendasi Kofi Annan, lanjut Jokowi.
Indonesia juga mencatat pidato "Report to the People" dari State Counsellor Myanmar Aung San Suu Kyi. Presiden mengharapkan agar tiga butir dalam pidato tersebut -- repatriation and humanitarian assistance, resettlement and rehabilitation, dan development and durable peace -- dapat diimplementasikan.
"Indonesia mengharapkan pembicaraan antara Bangladesh dan Myanmar mengenai repatriasi agar segera diselesaikan dan diimplementasikan," ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Presiden Jokowi juga berharap agar The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre) dapat diberikan akses secara penuh untuk dapat membantu.
Di akhir pidatonya, Presiden menegaskan bahwa ASEAN harus berkontribusi aktif terlibat dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine.
"Dan akan baik jika ASEAN menjadi bagian penyelesaian masalah. Kita harus buktikan kepada masyarakat kita dan dunia bahwa kita mampu menangani masalah kita," kata ayah tiga anak itu.
Advertisement