Liputan6.com, Pyongyang - Sejumlah foto langka yang menampilkan kondisi di Korea Utara dan menggambarkan kerasnya kehidupan warga di bawah rezim Kom Jong-un, rilis ke publik.
Foto itu diambil oleh Ed Jones, fotografer Kantor Berita Prancis Agence France-Presse biro Pyongyang yang telah beroperasi sejak 2016.
Hanya AFP dan Kantor Berita Amerika Serikat Associated Press yang diizinkan beroperasi di Korea Utara oleh rezim Kim Jong-un. Dan mereka tunduk pada kondisi yang ketat tentang ke mana mereka bisa pergi dan apa yang bisa mereka reportase-kan.
Advertisement
Baca Juga
Kendati demikian, pihak berwenang Korea Utara kerap mengajak wartawan berkeliling The Hermit State, selama musim panas, saat langit cerah dan sawahnya subur -- tentunya demi agenda propaganda negara.
Namun, tur yang dilakukan oleh Jones pada 20-25 November 2017 lalu menghasilkan karya foto yang mengejutkan.
Jones melakukan perjalanan dari Wonsan ke Hamhung dan Chongjin, di pantai timur dan timur laut Korea Utara, di dekat perbatasan China. Demikian seperti dikutip dari Express (6/2/2018).
Lewat mata kameranya, foto yang dijepret Ed Jones menampilkan lanskap pedesaan yang terpencil, dengan masyarakat pertanian yang mengalami keterbatasan teknologi, serta arsitektur bangunan yang tampak tak terpelihara atau ketinggalan zaman.
Para petani digambarkan menggunakan alat dan mesin sederhana, sementara penduduk yang lain tampak melakukan mobilitas hanya dengan menggunakan sepeda, melintasi jalan desa yang sepi.
Pada salah satu foto, tampak lahan-lahan pertanian yang tandas dan mengering -- entah karena minim irigasi atau justru sudah habis dipanen.
Kendati demikian, andaikan lahan itu memang habis dipanen, ada kemungkinan kalau hasil pertanian tersebut tidak dinikmati oleh masyarakat setempat. Melainkan, justru digasak oleh tentara Korea Utara, yang beberapa waktu terakhir dikabarkan kerap mencuri komoditas tani milik warga.
Berjuang Keras...
Masyarakat biasa di Korea Utara, yang hidup di desa-desa terpencil, memang dikabarkan berjuang keras hanya demi memenuhi kebutuhaan hidup mendasar sehari-hari.
Ketidakmerataan pembangunan dan distribusi, serta lemahnya ekonomi negara di bawah rezim Kim Jong-un akibat kerap menerima sanksi dari komunitas dunia, adalah sejumlah faktor yang menyebabkan masyarakat pedesaan di The Rogue State hidup miskin.
Hanya loyalis Partai Komunis Korea Utara yang mendapatkan segelintir kenikmatan ekonomi di bawah rezim Kim Jong-un. Sedangkan, bagi rakyat biasa yang tak berkecimpung di dunia politik-pemerintahan negara, mereka harus mengais-ngais rezeki untuk menyambung hidup.
Kondisi nahas masyarakat pertanian di pedesaan semakin diperparah setelah mencuatnya kabar yang menyebut bahwa Militer Korea Utara telah memerintahkan serdadunya mencuri hasil panen -- secara sistemik -- dari lahan petani.
Ironisnya, hal itu dilakukan para tentara demi mensubsidi makanan mereka yang kabarnya dijatah sangat ketat oleh pemerintah. Bahkan beberapa personel militer dikabarkan kurus-kering dan mengalami gizi buruk -- seperti pada kasus serdadu Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan pada November 2017 lalu.
Advertisement
Hidup dengan Pangan yang Terbatas
Seperti dikutip dari Express, pemerintah Korea Utara diketahui menerapkan sistem distribusi dan penjatahan pangan kepada seluruh warganya.
Proses itu dilakukan oleh lembaga negara Public Distribution System (PDS). Namun, menurut kabar yang beredar, lembaga itu diketahui kewalahan untuk menjalankan tugasnya -- disebabkan oleh stok makanan yang tak mencukupi pasokan pangan seluruh warga.
Sementara itu, menurut Badan PBB untuk Urusan Program Pangan (WFP), 18 juta penduduk dari total 25 juta orang Korea Utara hidup bergantung dari sistem distribusi dan penjatahan tersebut.
Maka, jika PDS disebut mengalami kewalahan, maka diperkirakan bahwa 41 persen dari populasi menderita kemiskinan pangan dan mungkin, kekurangan gizi.
Awal tahun ini, muncul pula ketakutan akan adanya bencana kelaparan di Korea Utara -- sebuah periode yang disebut oleh pemimpin negara sebagai "Maret yang Sulit" -- sebagai dampak atas sanksi ekonomi komunitas internasional yang berkepanjangan.
Selain itu, mencuat juga prediksi mengenai musim panen yang buruk di The Hermit State, menurut Badan PBB untuk Urusan Pangan dan Pertanian (FAO). Hal itu kemungkinan disebabkan oleh curah hujan yang rendah antara musim tani April - Juni 2018. Bahkan curah hujan rendah itu mencapai titik terendahnya sejak 2001.