Pemerintah Afrika Selatan Akan Rebut Tanah Warga Kulit Putih

Pemerintah Afrika Selatan telah mengesahkan kebijakan pengambilalihan tanah dari warga kulit putih tanpa kompensasi. Ini penjelasannya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 02 Mar 2018, 19:20 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2018, 19:20 WIB
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa. (AP Photo)

Liputan6.com, Pretoria - Parlemen Afrika Selatan telah mengetuk palu, mensahkan kebijakan mengambil alih lahan dari para petani kulit putih tanpa kompensasi.

Dilansir dari Independent.co.uk pada Jumat (2/3/2018), kebijakan yang berasal dari 241 suara setuju dan 83 suara menolak itu dimaksudkan sebagai amandemen Pasal 25 tentang pertanahan.

Cikal bakal kebijakan terkait pertama kali dicetuskan oleh Partai Pejuang Kebebasan Ekonomi, di mana pemimpinya, Julius Malema, berkata di hadapan anggota parlemen: "Kita harus memastikan pengembalian hak-hak rakyat tanpa harus membayar kompensasi pada para kriminal yang mencuri tanah kita."

Partai penguasa, Kongres Nasional Afrika (ANC), disebut mendukung gerakan tersebut, meski tidak menunjukkannya secara langsung.

Sebelumnya, ANC telah berjanji untuk melakukan reformasi terhadap isu disparitas ras pada  kepemilikan tanah di Afrika Selatan, yang masih terus terjadi selama lebih dari dua dekade sejak runtuhnya sistem apartheid.

Presiden Afrika Selatan yang baru terpilih, Cyril Ramaphosa, mengatakan dirinya akan mempercepat proses pengambilalihan tanah dari warga kulit putih ke warga kulit hitam.

Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan terkait harus mempertimbangkan isu pasokan pangan dan keamanan nasional.

Berbicara di hadapan Dewan Provinsi Nasional pada awal pekan ini, Tuan Ramaphosa menyatakan, dirinya ingin membahas lebih lanjut isu terkait guna menghindari kepanikan massa di Afrika Selatan.

"Saya akan segera mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan para pemangku kepentingan. Tidak perlu ada kepanikan dan isyarat perang di antara kita," ujar Ramaphosa.

"Kami memastikan solusi ini cukup sekali dan untuk selamanya. Penindasan yang dilakukan oleh pihak kolonial di masa lalu, harus kita balas demi kemajuan Afrika Selatan di masa depan," tegasnya.

 

 Simak video tentang pengunduran diri Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma berikut:

Pengalihan Isu?

Bendera Afrika Selatan
Bendera Afrika Selatan (Wikipedia)

Parlemen Afrika Selatan meminta seluruh anggotanya untuk meninjau kebijakan terkait, dan melaporkannya kembali sebelum 30 Agustus mendatang.

Ketua Umum Partai Kongres Nasional Afrika, Dorries Dlakude mengatakan, "Aturan tentang kepemilikan tanah yang berlaku selama ini kerap menyulitkan proses reformasi agraria."

Sementara itu, Partai Aliansi Demokratik sebagai pihak oposisi, menentang kebijakan tersebut. Mereka berpendapat bahwa amandemen Pasal 25 berisiko merusak hak-hak kepemilikan properti, sekaligus membuat takut investor asing yang masuk ke Afrika Selatan.

Pemimpin Partai Aliansi Demokratik, Thandeka Mbabama, menuding kebijakan terkait merupakan upaya pengalihan isu terhadap kegagalan pemerintah penguasa dalam menangani isu reformasi agraria.

Kritik terhadap kebijakan tersebut juga turut mengambil contoh pada apa yang telah oleh Zimbabwe. Di sana, menurut Mbabamam, kebijakan serupa kerap disertai dengan aksi kekerasan yang berujung pada penelantaran lahan pertanian.

"Di Afrika Selatan, korupsi dan kurangnya pelatihan pada petani menjadi penyebab utama tidak tercapainya reformasi agraria," jelas Mbabama.

Kebijakan reformasi pada isu kepemilikan tanah telah menuai kritikan luas sejak tiga tahun terakhir.

Target penerima lahan terkait disebut banyak berasal dari kelompok petani yang kurang produktif, sehingga dikhawatirkan akan memicu masalah yang lebih pelik di kemudian hari, seperti gangguan kestabilan pangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya