PBB: Donald Trump Harus Sepakat Mengatasi Perubahan Iklim

Utusan PBB, Michael Bloomberg, mendesak Presiden Donald Trump menyetujui Perjanjian Paris demi kepentingan mengatasi dampak perubahan iklim.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Mar 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 16:00 WIB
Presiden AS Donald Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berada di kantor Oval Gedung Putih, Washington, 16 Januari 2018. (AFP PHOTO / NICHOLAS KAMM)

Liputan6.com, New York - PBB melalui utusan pengawas kesepakatan penanggulangan perubahan iklim, Michael Bloomberg, mendesak Presiden Donald Trump mengubah sikap Amerika Serikat (AS) terkait isu penyelamatan lingkungan, yang disetujui bersama pada Perjanjian Paris di akhir 2015 lalu. 

Utusan yang juga merupakan mantan wali kota New York itu menyebut, jika Presiden Donald Trump berubah pikiran dan bersedia meratifikasi Perjanjian Paris, maka ia berhak menyandang gelar 'pemimpin hebat' sebagaimana yang dikehendakinya dalam kampanye Pemilu 2016. Demikian dilansir dari Time.com pada Selasa (6/3/2018).

Pria yang juga dikenal sebagai konglomerat media itu berharap Donald Trump mau mendengar imbauannya, dan berkenan untuk duduk bersama memerhatikan laporan data mengenai perubahan iklim. 

"Ini sangat penting, mereduksi gas emisi demi kelanjutan kelestarian Bumi di masa depan, dan Presiden (Donald Trump) tentunya peduli terhadap isu yang menyangkut kehidupan manusia," ujar Bloomberg dalam sebuah pidato di hadapan majelis PBB, belum lama ini. 

Bloomberg berujar bahwa AS telah memiliki kesiapan cukup untuk memulai aksi bersama mengurangi emisi gas buang. Hal itu, menurutnya, terlihat pada meningkatnya teknologi ramah lingkungan yang mulai gencar diterapkan di sektor-sektor strategis, seperti energi terbarukan, kendaraan hibrida, dan lain sebagainya. 

Peranan Michael Bloomberg dalam isu terkait telah diemban dari PBB sejak masa kepemimpinan Sekretaris Jenderal Ban Ki-Moon, yakni pada Januari 2014 silam.

Kini, bersama dengan Sekretaris Jenderal PBB yang baru, Antonio Guteres, Bloomberg aktif memperluas penyampaian pesan pengurangan dampak pemanasan global kepada negara-negara di luar kelompok G-7, terutama di kawasan Asia Pasifik yang memiliki populasi tinggi.

Bloomber berharap, jika Donald Trump meratifikasi, eksekusi Kesepakatan Paris dapat segera dimulai secara penuh sebelum  akhir 2019 mendatang. 

 

Simak video tentang kaleidoksop kontroversi Presiden Donald Trump berikut: 

AS Merasa Dirugikan oleh Perjanjian Paris

Ini 10 Daftar Orang Terkaya Dunia Tahun 2017 Versi Forbes
Dan, peringkat ke 10 pada ranking orang terkaya dunia pada 2017 diisi oleh pendiri Bloomberg LP, yaitu Michael Bloomberg. aset kekayaan pria 75 tahun ini sebesar 42,5 miliar dolar atau sekitar 552,5 triliun rupiah. (ERIC PIERMONT / AFP)

Perjanjian Paris mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menjaga kenaikan suhu Bumi tidak melebihi 2 derajat Celsius. Selain itu, kesepakatan terkait juga berusaha semaksimal mungkin mempertahankan kenaikan suhu Bumi di bawah 1,5 derajat Celsius sejak masa pra-industri di Abad ke-19. 

Hasil kesepakatan ini rencananya akan diterapkan oleh lebih dari 170 negara pada 2020 mendatang, namun mengalami kendala besar ketika Amerika Serikat enggan meratfikasi hal tersebut. 

Pada Juni lalu, Presiden Donald Trump memutuskan tidak segera meratifikasi kesepakatan Perjanjian Paris. Alasannya adalah karena kesepakatan tersebut dianggap merugikan AS, khususnya di sektor industri dan perdagangan.

AS menuding hal itu akan berdampak pada meningkatnya tren eksklusivitas di banyak negara, sehingga membuat pelaku bisnis di negeri Paman Sam terancam kehilangan daya saing yang sangat besar. 

Dalam kesepakatan terkait, AS tidak bisa sepenuhnya menarik diri sebelum tahun 2020 mendatang. Terkait isu ini, Bloomberg mengimbau para pemimpin dunia lainnya untuk tidak mengikuti langkah Presiden Donald Trump, dan tetap berjalan bersama menjaga suhu Bumi tetap stabil. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya