Liputan6.com, Washington DC - Menurut sebuah studi ilmiah terbaru, kebiasaan melewatkan sarapan pagi bisa menjadi pertanda risiko seseorang mengalami obesitas di masa depan.
Hasil studi yang dipresentasikan pada ajang tahunan Experimental Biology di San Diego, California itu menyasar kepada 347 responden pria dan wanita sehat di atas usia 12.
Dikutip dari ABC News pada Kamis (26/4/2018), seluruh responden hanya dipilih yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) normal, untuk kemudian diteliti secara berkala pola makannya selama setidaknya dua tahun.
Advertisement
Mereka ditanya berapa kali sarapan dalam seminggu, dengan pilihan jawaban: tidak pernah, satu sampai empat kali, atau lima hingga tujuh kali.
Pada akhir masa penelitian yang memakan waktu hingga 12 tahun, mereka yang melewatkan sarapan lebih dari tiga kali seminggu, cederung memiliki lingkar pinggang lebih besar.
Baca Juga
Kenaikan rata-rata berat badan pada mereka yang kerap melewatkan sarapan adalah sebesar 10 pon, atau sekitar 4,8 kilogram.
Meski sekilas terlihat kecil, namun oleh sebagian orang, kenaikan sebanyak 10 pon sudah cukup menandakan adanya risiko obesitas.
Adapun, BMI yang dianggap ideal adalah berkisar antara angka 18-25, dan jika melebihi angka 30, maka sudah pasti dinyatakan obesitas.
Tingkat risiko obesitas tercatat 25 persen lebih tinggi di antara mereka yang melewatkan sarapan, dibandingkan pada mereka yang sering memakannya.
Mereka yang makan sarapan secara teratur memiliki kenaikan berat badan rata-rata hanya 3 pon (sekitar 1,3 kilogram) selama masa studi.
Dijelaskan oleh peneliti, membiasakan diri sarapan setiap pagi, dapat membantu menjaga kondisi metabolisme tubuh, dan juga sekaligus membakar kalori lebih banyak saat menjalani aktivitas harian.
Lebih dari itu, mereka yang sering melewatkan sarapan berisiko mengalami lonjakan insulin setelah santap siang. Hal ini dikarenakan asupan makanan berlebih guna 'menyudahi' rasa lapar.
Selain meningkatkan risiko obesitas, lonjakan insulin juga bisa memicu peradangan kronis, yang kabar buruknya, tidak hanya menyerang penderita diabetes.
Simak video pilihan berikut:
Kebiasaan Sarapan = Pola Makan Sehat
Sementara itu, American Dietary Association (ADA) -- Asosiasi Pola Makan Amerika – merekomendasikan gandum utuh (whole grain), protein tanpa lemak, produk susu rendah lemak, serta buah dan sayuran sebagai bagian dari diet seimbang.
Protein shake -- sejenis minuman susu kocok -- dan energy bar dapat menjadi opsi cadangan nutrisi, meski banyak peneliti mengimbau untuk tetap waspada akan kandungan gula dan karbohidrat sederhana.
Ketika dikaitkan dengan studi ilmiah di atas, peneliti menemukan bahwa rekomendasi asupan makanan sehat cenderung dipatuhi oleh mereka yang tidak melewatkan sarapan,
Hal ini membuat peneliti sepakat menuliskan hipotesa bahwa mereka yang rutin sarapan pagi, memiliki kemampuan memilah makanan sehat lebih baik dari mereka yang tidak.
Selain itu, peneliti juga menemukan fakta bahwa sarapan pagi dapat memberi asupan energi lebih besar, yang juga bisa berdampak pada kemampuan menahan rasa lapar lebih lama.
"Menjadi kenyang di pagi hari membantu mencegah makan berlebihan di siang hari, dan memungkinkan kontrol porsi yang lebih baik pada makanan lain," ujar Stephanie Wilson, salah seorang anggota peneliti.
The American Heart Association -- asosiasi Kesehatan Jantung -- telah menemukan bahwa menyantap sarapan yang seimbang, berdampak pada risiko rendah terkena tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol dan penyakit jantung.
Advertisement