Liputan6.com, Tokyo - Setelah gempa dahsyat melanda Aceh pada 2004 silam, publik Tanah Air lambat laun mengenal istilah tsunami untuk menggambarkan gelombang pasang tinggi yang merusak.
Awalnya, kata "tsunami" hanya dikenal dalam bahasa Jepang, karena bencana alam terkait kerap terjadi dalam intensitas cukup tinggi di sana. Namun, kini istilah tersebut telah dipahami oleh masyarakat global, untuk menamai gelombang pasang yang tidak wajar dan bersifat merusak.
"Penggunaan pertama dari kata "tsunami" terjadi lebih dari 100 tahun lalu," kata ahli bahasa Ben Zimmer, sebagaimana dikutip dari situs resmi Radio Publik Nasional (NPR) Amerika Serikat, Minggu (14/10/2018).
Advertisement
Saat itu, gempa terjadi di lepas pantai timur Jepang, sangat dekat dengan tempat tsunami melanda Fukushima pada tahun 2011.
"Ada laporan majalah di majalah National Geographic, mengatakan 'Pada malam 15 Juni 1896, pantai timur laut Hondo, pulau utama Jepang, dikejutkan oleh gelombang gempa besar', dan kemudian dijelaskan bahwa istilah Jepang untuk ini adalah 'tsunami," jelas Zimmer.
Baca Juga
Butuh waktu lebih dari satu abad bagi istilah tsunami dikenal secara luas, yakni ketika bencana gelombang laut dahsyat melanda Aceh dan sebagian pesisir Samudera Hindia, tahun 2004.
Jika Zimmer meyakini bahwa penyebaran nama tsunami berkaitan dengan kemungkinan sinomin terhadap gelombang pasar, ahli lain justru menyatakan kontra.
Profesor Robert Ramsey, ketua departemen Bahasa dan Budaya Asia Timur di University of Maryland, mengatakan bahwa "tsunami" secara teknis tidak akurat.
"Etimologi normal dari kata itu adalah tsu dan nami, yang berarti 'pelabuhan' ditambah 'gelombang.' Tapi tahukah Anda, hal-hal ini (tsunami) tidak hanya terjadi di pelabuhan?" ujar Profesor Ramsey.
Ia menunjukkan bahwa berbagai istilah dalam bahasa Jepang yang dipinjam untuk istilah internasional, berasal dari kata-kata budaya, seperti futon, sushi, karaoke, manga atau anime.
Kata-kata itu semuanya merujuk pada hal-hal yang sangat spesifik untuk Jepang. Tetapi tsunami bersifat lebih umum, bisa terjadi di mana saja di dunia.
"Kami telah membawa istilah itu ke dalam bahasa Inggris, mengubah sedikit pelafalan, dengan menjatuhkan suara T-S dari bahasa Jepang 'TSU-nami, dan hanya mengucapkannya sebagai Su-nami," lanjut Profesor Ramset menjelaskan.
Simak video pilihan berikut:
Tsunami Adalah Sejarah Panjang di Jepang
Sangatlah tepat jika istilah bencana gelombang pasal diambil dari bahasa Jepang, karena tsunami sendiri sangat sering terjadi di sana. Hampir sepertiga dari semua tsunami besar yang tercatat terjadi di Negeri Matahari Terbit.
Dengan merinci catatan dari pihak Kekaisaran Jepang, National Oceanic and Atmospheric Administration --lembaga penelitian laut AS-- memiliki situs web yang mendaftar seluruh perstiwa tsunami di Jepang, jauh hingga ke tahun 684.
"Sejarah panjang tsunami tergambar dalam karya budaya Jepang," kata Susan Napier, profesor studi Jepang di Tufts University.
"Ada hubungan yang sangat intens yang dimiliki Jepang dengan laut," kata Napier. "Mereka adalah negara kepulauan, ikan adalah makanan pokok utama mereka, dan semua seniman cetak balok kayu besar memiliki banyak gambar lautan."
Napier mengatakan bahwa dalam sastra Jepang awal, narasi bencana terfokus pada gempa bumi dan kebakaran, yang mungkin dikarenakan banyak tokoh sastra pra-modern tinggal di Kyoto, jauh dari pantai.
Di zaman modern, banyak tokoh budaya utama telah menciptakan karya tentang tsunami. Napier menyebutkan pemenang Hadiah Nobel Kenzaburō Ōe.
"Dia menulis sebuah buku berjudul Kōzui wa waga tamashii ni oyobi, atau jika diterjemahkan berarti 'banjir telah datang ke jiwaku'. Ini novel tentang sekelompok anarkis muda, dan mereka bermimpi bahwa dunia pada akhirnya akan dihancurkan oleh energi nuklir, dan kemudian gelombang (laut) akan naik," jelasnya.
Advertisement