Mahathir Mohamad Cari Solusi Perdamaian di Thailand Selatan

PM Malaysia Mahathir Mohamad bertandang ke Thailand dan bertemu dengan pemimpin negara itu pada Rabu 24 Oktober 2018.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Okt 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2018, 07:30 WIB
Resmi Dilantik, Mahathir Mohamad menjadi PM Tertua di dunia
Perdana Menteri Malaysia baru, Mahathir Mohamad memberi keterangan saat konferensi pers di Petaling Jaya, Malaysia (10/8). Di usia 92 tahun, pemimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan itu menjadi pemimpin terpilih tertua di dunia. (AP Photo / Sadiq Asyraf)

Liputan6.com, Bangkok - Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad bertandang ke Thailand. Ia bertemu dengan pemimpin negara itu pada Rabu 24 Oktober 2018.

Keduanya membicarakan perdamaian di provinsi-provinsi perbatasan selatan Thailand, di mana separatis telah lebih dari satu dasawarsa melancarkan pemberontakan.

Malaysia menjadi fasilitator antara kelompok pemberontak dan pemerintah Thailand, tetapi sejauh ini hanya sedikit kemajuan yang telah dicapai. Sementara hampir 7.000 orang tewas dalam pemberontakan di tiga provinsi paling selatan negara itu sejak 2004.

Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha mengatakan, ia dan Mahathir Mohamad membahas masalah yang dihadapi provinsi perbatasan selatan Thailand itu dan menyetujui kerjasama yang lebih besar.

"Kami saling memahami keprihatinan dan keterbatasan kami," kata Prayuth seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (25/10/2018).

"Saya meyakinkannya bahwa dialog itu akan dilanjutkan, dengan Malaysia sebagai fasilitator."

Kementerian Luar Negeri Malaysia mengatakan pada hari Selasa, kunjungan Mahathir itu diharapkan dapat menambah momentum untuk proses perdamaian Thailand selatan.

Mahathir Mohamad secara singkat menjelaskan kepada para wartawan di Gedung Pemerintahan Bangkok bahwa hubungan yang lebih dekat antara kedua negara dapat mengakhiri konflik.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

Mahathir Mohamad Bebaskan 11 Muslim Uighur

Presiden Jokowi Sambut Kedatangan PM Mahathir Mohamad
PM Malaysia Mahathir Mohamad menyapa awak media saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (28/6). Pada Jumat, 29 Juni, Mahathir dijadwalkan ke Istana Negara di Bogor untuk menghadiri jamuan makan siang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah Malaysia dikabarkan tetap membebaskan 11 orang etnis muslim Uighur yang kabur dari penjara Thailand ke Negeri Jiran. Perdana Menteri Mahathir Mohamad beralasan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan apa pun.

Keputusan itu mengabaikan protes Beijing yang menginginkan kesebelas muslim Uighur diekstradisi ke China, demikian sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Senin 15 Oktober 2018.

"Mereka tidak berbuat salah di negara ini, jadi mereka dibebaskan," kata PM Mahathir dalam komentar singkat kepada wartawan di parlemen Malaysia di Putrajaya.

Banyak pengamat memperkirakan bahwa langkah Malaysia kemungkinan akan membebani hubungan Malaysia dengan China, yang sempat bersitegang dengan Mahathir Mohamad kala membatalkan proyek investasi Negeri Tirai Bambu senilai lebih dari US$ 20 miliar, sesaat setelah kemenangannya dalam pemilu tahun ini.

China, yang telah meminta ekstradisi sejak dua bulan terakhir, mengatakan dengan tegas pada Jumat 12 Oktober, pihaknya menentang keputusan Malaysia untuk membebaskan 11 orang muslim Uighur dan membiarkan mereka terbang ke Turki.

Jaksa di Malaysia menetapkan putusan hukum terhadap kelompok Uighur itu atas dasar kemanusiaan, kata pengacara mereka.

Kesebelas muslim Uighur ditahan dan didakwa karena secara ilegal memasuki Malaysia, setelah sebelumnya kabur dari penjara di Thailand pada bulan November.

Mereka dikabarkan melarikan diri dengan menjebol tembok penjara pada bulan November, dan menggunakan selimut untuk turun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya