Mahathir Mohamad: Setiap Pelaku Korupsi Harus Dihukum Seberat-beratnya

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad mendesak agar pelaku korupsi dijatuhi hukuman yang sangat setimpal dengan perbuatannya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 26 Sep 2018, 08:31 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2018, 08:31 WIB
Presiden Jokowi Sambut Kedatangan PM Mahathir Mohamad
PM Malaysia Mahathir Mohamad menyapa awak media saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (28/6). Pada Jumat, 29 Juni, Mahathir dijadwalkan ke Istana Negara di Bogor untuk menghadiri jamuan makan siang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan pada Senin, 24 September 2018 bahwa para pelaku korupsi harus dihukum seberat-beratnya.

Berbicara di hadapan pelajar dan akademisi di Pusat Studi Islam Universitas Oxford, Inggris, Dr M berharap koruptor bisa dikenai hukum pidana hingga seumur hidup, meski ia juga belum begitu yakin Malaysia bisa mencapai tahap seperti itu.

"Mereka (koruptor) kemungkinan besar dipenjara. Berapa lama mereka harus mendekam di bui, tergantung pada sejauh mana korupsi yang dilakukan. Saya pikir berbagai tingkat korupsi membutuhkan hukuman yang berbeda," kata Mahathir Mohamad, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Selasa (25/9/2018).

Dr M juga menanggapi pertanyaan apakah ia mendukung hukuman mati bagi para pemimpin korup, setelah ia menyampaikan ceramah berjudul "Tantangan Pemerintahan yang Baik di Dunia Muslim di hari dan tempat yang sama".

"Mereka yang dinyatakan bersalah melakukan korupsi oleh pengadilan di Malaysia akan dijatuhi hukuman penjara," jawabnya.

Dalam ceramahnya, PM Mahathir mengatakan negara-negara muslim yang mengadopsi sistem demokrasi diimbau untuk memahami betul bagaimana cara demokrasi seharusnya bekerja.

"Jika Anda tidak mengerti bahwa dalam demokrasi, pemungutan suara itu kuat, maka Anda tidak bisa memiliki sistem demokrasi," katanya.

Mahathir Mohamad mengatakan bahwa di beberapa negara muslim, transisi ke sistem demokrasi membawa bencana ke lingkup nasional.

"Setiap kali mereka mencoba sistem demokrasi, akan ada pertempuran di antara mereka dan negara-negara bisa hampir hancur."

Dalam sistem demokrasi, katanya, orang memilih pemerintah dan mendukung pemerintah untuk jangka waktu tertentu.

Namun, di beberapa negara muslim, mereka tidak bisa menunggu masa berakhir dan ingin segera berubah setelah pemilihan, tambah Mahathir.

"Sudah waktunya bagi mereka untuk menghormati pemungutan suara dan mendirikan pemerintahan yang menggunakan kekuatan untuk kemajuan negara dan orang-orang," pungkasnya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Berbicara tentang Kondisi di Malaysia

Bendera Malaysia (iStockphoto via Google Images)
Bendera Malaysia (iStockphoto via Google Images)

Ditambahkan oleh Dr M, bahwa Malaysia adalah negara muslim yang mengadopsi sistem demokrasi, meskipun hanya 60 persen penduduknya beragama Islam.

"Sistem ini berhasil karena orang-orang di Malaysia tampaknya menemukan bahwa ketika mereka memiliki penguasa mereka, mereka juga bisa memiliki sistem demokrasi," katanya.

"Kami di Malaysia tidak suka kekerasan. Kami tidak menggulingkan pemerintah sampai pemerintah berubah dengan sendirinya," katanya, sambil tertawa terbahak-bahak.

Kunjungan ke Pusat Studi Islam di Universitas Oxford disebut mengulang apa yang pernah terjadi pada 1996 silam, ketika PM Mahathir menyampaikan ceramah dengan judul "Agama yang Disalahpahami".

Ceramah itu disebut banyak memuat pemikiran Dr M tentang bagaimana negara muslim seharusnya menyikapi demokrasi, suatu isu yang kembali digaungkan lebih dari dua dekade setelahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya