Liputan6.com, Naypyidaw - Awal pekan ini, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengadakan pertemuan langka dengan para pejabat militer, guna membahas meningkatnya serangan pemberontak terhadap polisi negara itu.
Suu Kyi menyerukan agar pasukan militer terlibat dalam upaya "menghancurkan" pemberontak, kata juru bicara pemerintah, Zaw Htay.
Dikutip dari The Straits Times pada Selasa (8/1/2019), Htay mengatakan bahwa Aung San Suu Kyi, bersama Presiden Win Myint dan anggota kabinet lainnya bertemu dengan para pemimpin militer, termasuk kepala militer Min Aung Hlaing, wakilnya dan kepala intelijen militer, untuk membahas "urusan luar negeri dan keamanan nasional".
Advertisement
"Kantor Presiden telah menginstruksikan militer untuk melancarkan operasi guna menumpas para teroris," kata Zaw Htay dalam konferensi pers di ibu kota Naypyidaw.
Baca Juga
Sementara Suu Kyi dilarang menjabat sebagai presiden berdasarkan Konstitusi yang dirancang oleh militer, Win Myint adalah seorang loyalis dan dia dipandang sebagai pemimpin de facto pemerintah sipil Myanmar, sementara militer tetap bertanggung jawab atas keamanan.
Sementara itu, menurut PBB, pertempuran antara pasukan pemerintah Myanmar dan pemberontak Tentara Arakan di negara bagian Rakhine telah membuat ribuan orang mengungsi sejak awal Desember.
Tentara Arakan menginginkan otonomi yang lebih besar bagi Rakhine, di mana kelompok etnis setempat yang mayoritas beragama Budha memiliki pengaruh kuat bagi masyarakat di sana.
Dalam serangan baru-baru ini, kelompok pemberontak itu menyasar empat pos polisi pada Jumat 4 Januari, menewaskan 13 petugas dan melukai sembilan lainnya.
Serangan tersebut berlangsung tepat ketika Myanmar tengah merayakan hari kemerdekaannya, media nasional negara itu melaporkan.
Seorang juru bicara Tentara Arakan --yang berada di luar Myanmar-- mengatakan kepada kantor berita Reuters pada pekan lalu, bahwa serangan mereka adalah baalsa terhadap operasi militer besar-besaran yang dilakukan di negara bagian Rakhine, di mana turut menargetkan warga sipil.
Simak video pilihan beirkut:
Dianggap Sebagai Organisasi Teroris
Di lain pihak, Zaw Htay menggambarkan Tentara Arakan sebagai "organisasi teroris". Dia menegaskan bahwa militer Myanmar akan tetap berjaga di negara bagian Rakhine, dan memperingatkan orang-orang untuk tidak mendukung kelompok tersebut.
"Apakah mereka ingin terus melihat siklus kekerasan yang berlangsung selama beberapa dekade?" kata Htay.
"Saya peringatkan kepada orang-orang Rakhine yang mendukung (Tentara Arakan): Jangan berpikir tentang diri Anda, tetapi pikirkan tentang generasi selanjutnya, tentang perdamaian nasional," lanjutnya tegas.
Zaw Htay juga menuduh Tentara Arakan telah bertemu dengan Pasukan Keselamatan Arakan Rohingya, sebuah kelompok pemberontak setempat yang juga dianggap teroris oleh Myanmar.
Namun, dia kemudian menambahkan bahwa Myanmar tidak dapat membasmi kelompok-kelompok itu, karena mereka memiliki pangkalan di seberang perbatasan di Bangladesh.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Bangladesh dan dua petugas Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) membantah tuduhan tersebut.
Sebagai tanggapan, seorang petugas BGB meminta Myanmar buktikan kamp-kamp militan yang dituduhkan ke Bangladesh.
"Semua terorisme terjadi di sisi lain perbatasan," ujar Letnan Kolonel Manzural Hasan Khan, seorang komandan BGB di Cox's Bazar, distrik tempat lebih dari 900.000 Muslim Rohingya mengungsi.
"Dunia tahu apa yang terjadi di sisi lain," katanya.
Advertisement