Brasil Resmikan Kantor Dagang di Yerusalem

Kantor tersebut akan berfungsi sebagai kantor dagang yang merupakan satu bagian dari kedutaan besarnya yang ada di Tel Aviv.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Apr 2019, 08:18 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2019, 08:18 WIB
Kandidat sayap kanan Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan presiden Brasil 2018 (AP/Silvia Izquierdo)
Kandidat sayap kanan Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan presiden Brasil 2018 (AP/Silvia Izquierdo)

Liputan6.com, Yerusalem - Brasil mengumumkan bahwa negaranya telah membuka kantor dagang baru di Yerusalem pada Minggu, 31 Maret 2019.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (1/4/2019), kantor tersebut akan berfungsi sebagai kantor dagang yang merupakan satu bagian dari kedutaan besarnya yang ada di Tel Aviv.

"Brasil membuka kantor perwakilannya di Yerusalem sebagai upaya mempromosikan perdagangan, investasi, teknologi dan inovasi," kata Kementerian Luar Negeri Brasil dalam sebuah pernyataan.

"Obrigado (terima kasih) karena membuka kantor diplomatik di Yerusalem!" penjabat Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz.

Langkah diplomatik Brasil merupakan jawaban dari sikap pemerintah yang selama ini berupaya mendekatkan diri ke Israel.

Presiden Brazil, Jair Bolsonaro yang dilantik pada awal tahun ini memang mewacanakan untuk membuat negaranya mendekat ke Amerika Serikat dan Israel, termasuk memindahkan kedutaan besar Brasil ke Yerusalem.

Brasil belum secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebagian besar kekuatan dunia mengatakan status kota hanya boleh diputuskan sebagai bagian dari proses perdamaian dengan Palestina.

Bolsonaro berencana menyesuaikan lagi hubungan Brasil secara internasional, menjauhi sekutu-sekutu dari negara berkembang serta mendekat ke kebijakan para pemimpin Barat, terutama Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Trump mengirim Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk menghadiri upacara pengukuhan Bolsonaro sebagai presiden.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Mengikuti Jejak Donal Trump

Jair Bolsonaro, politikus Brasil yang dinilai memiliki sikap rasis seperti Presiden Donald Trump (AFP)
Jair Bolsonaro, politikus Brasil yang dinilai memiliki sikap rasis seperti Presiden Donald Trump (AFP)

Bolsonaro yang berusia 63 tahun, berencana untuk menyelaraskan kembali Brasil secara internasional, menjauh dari sekutu negara berkembang, dan lebih dekat dengan kebijakan para pemimpin Barat --terutama Donald Trump yang mengirim Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, ke pelantikannya.

Sebagai penanda jelas komitmennya terhadap perubahan diplomatik itu, Brasil akan mengikuti 'jalan' AS dengan rencananya untuk memindahkan kedutaan besar id Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Bolsonaro juga berkeinginan untuk memutuskan dukungan terhadap solusi dua negara untuk masalah Palestina.

Bolsonaro huga bakal memblokir langkah-langkah pelegalan aborsi dan menghapus pendidikan seks dari sekolah umum. Keputusan ini mendapat dukungan secara masif oleh sektor-sektor konservatif di Brasil, termasuk gereja-gereja Kristen Evangelis.

Namun, di sisi lain, Bolsonaro telah menghadapi tuduhan kasus pemerkosaan dan kejahatan rasial karena berkomentar tentang perempuan, gay dan ras minoritas.

Dalam sebuah wawancara dengan Record TV menjelang pelantikannya, Bolsonaro mengecam birokrasi Brasil yang terkenal kejam, yang membuat kegiatan berbisnis di negara itu menjadi sulit dan mahal. Oleh karena itu, ia bersumpah untuk melepaskan apa yang disebut "Brazil Cost" yang dianggap sudah merugikan perusahaan swasta.

"Mesin pemerintah sangat berat," katanya. "Ada ratusan badan pengatur birokrasi di seluruh Brasil, juga para regulator ... Kita harus mengurai kekacauan ini."

Sumpahnya untuk mengikuti cara kerja Donald Trump dan menarik Brasil keluar dari Perjanjian Paris telah membuat khawatir para pencinta lingkungan. Begitu pula rencananya untuk membangun bendungan pembangkit listrik tenaga air di Amazon. Hal ini kian mengancam kehidupan Suku Awa yang dipandang sebagai penjaga terakhir hutan terbesar di dunia itu.

Suku Awa, atau yang juga dikenal dengan nama Guaja, merupakan kelompok pemburu-pengumpul yang bertahan hidup di pedalaman hutan hujan Amazon. Hanya ada 600 dari mereka yang tersisa. Seratus di antaranya benar-benar belum pernah melakukan kontak dengan dunia luar.

Anggota suku ini hidup selaras dengan lingkungan sekitarnya. Namun, keberadaan suku Awa terancam oleh beberapa pabrik dan komplotannya yang berusaha menebang pohon-pohon di tanah mereka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya