Liputan6.com, New York - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik keras undang-undang hukuman mati bagi homoseksual dan pelaku zina di Brunei Darrusalam, serta menyebutnya sebagai kebijakan yang "kejam dan tidak manusiawi".
UU tersebut mulai berlaku di Brunei pada pekan ini, yang menjatuhkan hukuman rajam (lempar batu) hingga meninggal kepada pelaku perzinaan dan hubungan sesama jenis.
Dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (2/4/2019), UU tersebut juga menetapkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian.
Advertisement
Baca Juga
Langkah-langkah kontroversial itu merupakan bagian dari undang-undang hukum pidana baru oleh Kesultanan Brunei, yang akan dilaksanakan pada Rabu 3 April.
Kecaman luas dari berbagai pihak di tingkat global telah menghujani Brunei dalam beberapa hari terakhir.
Kepala urusan HAM di PBB, Michelle Bachelet, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, mendesak pemerintah Brunei untuk menghentikan berlakunya KUHP baru yang "kejam" tersebut.
"Jika diterapkan, ini menandai kemunduran serius tentang perlindungan hak asasi manusia bagi rakyat Brunei," kata Bachelet.
Undang-undang baru itu sebagian besar berlaku untuk penduduk muslim, meskipun beberapa aspek juga akan berlaku untuk komunitas masyarakat di luarnya.
Aturan inin menetapkan hukuman mati untuk sejumlah pelanggaran, termasuk pemerkosaan, perzinahan, sodomi, perampokan, dan penghinaan atau pencemaran nama baik Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, terdapat pula hukuman cambuk di hadapan publik bagi pelaku aborsi, serta amputasi kaki dan tangan pada praktik pencurian dan kriminalisasi yang emngekspos anak-anak muslim.
Simak video pilihan berikut:
Direncanakan Sejak 2013
Brunei Darrusalam --yang telah dipimpin Sultan Hassanal Bolkiah selama 51 tahun-- pertama kali mengumumkan hukum pidana baru tersebut pada 2013.
Tetapi, implementasinya ditunda karena desakan oposisi dan protes oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Bolkiah (72) adalah sultan dengan masa pemerintahan terpanjang kedua di dunia, yang juga dikenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia.
Homoseksualitas telah lama dianggap sebagai tindakan ilegal di kesultanan kaya minyak itu, yang mempraktikkan aturan Islam lebih ketat daripada negara-negara muslim tetangganya, Malaysia dan Indonesia.
Dalam pernyataan hari Senin, Bachelet mendesak Brunei untuk menegakkan tradisi panjang untuk tidak menerapkan undang-undang hukuman mati. Negara ini terakhir melakukan eksekusi pada 1957 silam.
"Pada kenyataannya, tidak ada peradilan di dunia yang dapat mengklaim bebas dari kesalahan. Banyak pula bukti menunjukkan bahwa hukuman mati diterapkan secara tidak proporsional terhadap orang-orang yang sudah rentan, dengan risiko ketidakadilan yang tinggi. Saya mendesak Brunei untuk mempertahankan de moratorium facto atas penggunaan hukuman mati," kata Bachelet.
Pera pejabat HAM PBB juga memperingatkan bahwa undang-undang baru itu dapat mendorong kekerasan dan diskriminasi di Brunei, berdasarkan gender, orientasi seksual, dan afiliasi agama.
Advertisement