Liputan6.com, Kolombo - Polisi Sri Lanka mengatakan mereka saling baku tembak dengan sebuah kelompok bersenjata di timur negara itu, ketika mereka tengah memburu orang-orang yang terkait dengan teror bom pada Minggu Paskah 21 April 2019 lalu.
Seorang juru bicara militer mengatakan ada ledakan ketika polisi Sri Lanka melakukan penggerebekan di Kota Ampara Sainthamaruthu, dekat Batticaloa.
"Petugas yang melakukukan perburuan melancarkan serangan terhadap kelompok bersenjata yang memicu sebuah ledakan di Ampara Sainthamaruthu pada Jumat 26 April," kata polisi seperti dikutip dari BBC, Sabtu (27/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Detailnya belum jelas, tetapi media Sri Lanka mengatakan satu warga sipil telah tewas dan juga beberapa tersangka militan.
Dalam serangan terpisah di dekatnya, polisi mengatakan bahan peledak dan pakaian yang identik dengan kelompok ISIS disita.
"Dalam serangan lain di kota yang sama polisi menemukan seragam IS, 150 batang gelignit, 100.000 ball bearing dan kamera drone," kata seorang juru bicara militer.
Polisi yang dikutip oleh media setempat mengatakan 10 penangkapan dilakukan di seluruh negeri pada hari Jumat sehingga jumlah yang ditahan sejak hari Minggu lalu menjadi 80.
Presiden Maithripala Sirisena mengatakan kepada wartawan bahwa badan intelijen percaya sekitar 130 tersangka yang terkait ISIS berada di negara itu. Polisi sedang memburu 70 orang yang masih buron.
Peringata Serangan Belum Disampaikan
Sebelumnya, PM Sri Lanka mengatakan peringatan serangan itu belum disampaikan. Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada BBC bahwa dia telah "keluar dari lingkaran" dan bahwa peringatan vital intelijen belum diberikan kepadanya.
Pengeboman bunuh diri terkoordinasi di hotel mewah, gereja dan rumah pada hari Minggu Paskah merenggut setidaknya 253 nyawa.
Sejauh ini Sri Lanka telah mengerahkan hampir 10.000 personel keamanan di seluruh negeri untuk melacak semua yang bertanggung jawab atas serangan itu. Sekaligus menjaga keamanan di tempat-tempat keagamaan.
Keamanan juga ditingkatkan di sekitar masjid untuk salat Jumat karena beberapa Muslim menjauh akibat takut terjadi aksi balas dendam.
Pihak berwenang menyalahkan kelompok ekstrimis Islam setempat, National Thowheeth Jamaath (NTJ) atas serangan itu, meskipun ISIS juga mengklaim sebagai dalang teror bom di Sri Lanka.
Mundurnya Dua Pejabat Top Sri Lanka
Teror bom Sri Lanka membuat kepala polisi dan pejabat tinggi Kementerian Pertahanan mengundurkan diri.
Deputi Menteri Pertahanan Sri Lanka Wickremesinghe berpendapat bahwa jika dia tidak menyadari peringatan, dia tidak perlu mundur dari posisinya.
"Jika kita memiliki firasat, dan kita tidak mengambil tindakan, saya akan segera menyerahkan pengunduran diri saya," katanya, menambahkan: "Tapi apa yang Anda lakukan ketika Anda berada di luar lingkaran?"
Kegagalan dalam komunikasi telah memfokuskan kembali perhatian pada pertikaian antara dua pria paling kuat di negara itu - Wickremesinghe dan Presiden Sirisena.
Hubungan antara keduanya memburuk sedemikian rupa sehingga Oktober lalu, Sirisena memecat Wickremesinghe. Ia dipekerjakan kembali pada Desember setelah putusan pengadilan tertinggi Sri Lanka.
Advertisement
Terduga Bomber Sri Lanka
Sembilan orang diduga melakukan teror bom di Sri Lanka. Presiden Sirisena membenarkan bahwa pemimpin kelompok yang diduga, Zahran Hashim, seorang pengkhotbah radikal, tewas dalam serangan di hotel Shangri-La di ibu kota, Kolombo.
Dua dari pengebom dikatakan sebagai putra pedagang rempah-rempah Mohammad Yusuf Ibrahim, salah satu orang terkaya di Sri Lanka. Ibrahim ditahan dan diinterogasi setelah serangan itu.
Salah satu putranya dilaporkan sebagai bomber kedua di hotel Shangri-La bersama Zahran Hashim. Putra lainnya dilaporkan menargetkan restoran di hotel mewah Cinnamon Grand, tidak jauh dari hotel.
Seorang wanita yang dikatakan sebagai istri dari salah satu putra Ibrahim meledakkan bahan peledak selama penggerebekan polisi di vila keluarga pada hari Minggu. Beberapa orang, termasuk anak-anak dan tiga petugas polisi, dilaporkan tewas dalam ledakan itu.
Menurut pemerintah Sri Lanka, sebagian besar penyerang "berpendidikan baik" dan berasal dari keluarga "kelas menengah atau atas".
Seorang lainnya yang diduga sebagai bomber dikabarkan pernah menempuh pendidikan di Inggris, kata seorang pejabat senior Whitehall kepada BBC.
Abdul Latif Jamil Mohammed belajar teknik aerospace di Universitas Kingston pada 2006-2007, tetapi ia tidak menyelesaikan gelar penuh.