Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat (AS) memiliki sedikit minat untuk bergabung dengan negara-negara lain dalam upaya multinasional guna membuat Korea Utara melucuti senjata nuklirnya, kata penasihat keamanan nasional Presiden Donald Trump, Minggu 28 April 2019.
"Kami tidak berusaha untuk mengecualikan negara-negara lain dari perundingan nuklir dengan Pyongyang, hanya saja saya pikir itu bukan pilihan kita," kata Penasihat Kepresidenan AS bidang Keamanan Nasional, John Bolton kepada Fox News, dilansir The Japan Times, Senin (29/4/2019).
"Saya pikir Kim Jong-un, setidaknya sampai sekarang, menginginkan kontak satu lawan satu dengan Amerika Serikat, yang merupakan hal yang telah ia dapatkan," kata Bolton, seraya menambahkan bahwa Trump terbuka untuk kemungkinan pertemuan puncak ketiga dengan Kim.
Advertisement
Baca Juga
"Dia (Trump) merasa sangat kuat tentang hal itu," kata Bolton. "Ia berulang kali mengatakan, dia memiliki hubungan yang baik dengan Kim Jong-un dan karena pendekatan enam negara telah gagal di masa lalu."
Bolton juga mengatakan Trump tidak mendukung keinginan Kim untuk pendekatan selangkah demi selangkah untuk denuklirisasi di mana Korea Utara akan mendapatkan beberapa bantuan sanksi sebagai imbalan untuk mengambil langkah-langkah menuju denuklirisasi.
"Saya pikir jika Anda melihat kebijakan masa lalu, jawabannya tidak," kata Bolton. “Kebijakan masa lalu yang telah mencoba pendekatan langkah-demi-langkah semuanya gagal. Kim atau ayahnya telah mendapatkan bantuan ekonomi dan entah bagaimana tidak pernah mendapatkan komitmen untuk melakukan denuklirisasi."
Bolton juga mengatakan, Trump tidak mendukung keinginan Kim untuk pendekatan "selangkah demi selangkah" untuk denuklirisasi seperti yang diinginkan Korea Utara, di mana Pyongyang menuntut untuk mendapatkan beberapa keringanan sanksi dari Washington sebagai imbalan untuk kepatuhan menuju denuklirisasi.
"Jika Anda melihat kebijakan masa lalu, jawabannya tidak," kata Bolton.
"Kebijakan masa lalu telah mencoba pendekatan langkah-demi-langkah semuanya gagal. Kim atau ayahnya telah mendapatkan bantuan ekonomi dan entah bagaimana tidak pernah mendapatkan komitmen untuk melakukan denuklirisasi. "
Prospek Menghidupkan Kembali Dialog Enam Negara
Di sisi lain, setelah pembicaraannya dengan Kim Jong-un di Rusia pada hari Kamis, Presiden Vladimir Putin menyarankan kebangkitan pendekatan multilateral untuk negosiasi denuklirisasi, yang telah gagal di masa lalu.
Putin juga mengatakan, Kim bersedia menyerahkan senjata nuklir, tetapi hanya jika dia mendapat jaminan keamanan yang kuat serta didukung oleh perjanjian multinasional.
AS, Korea Utara, China, Korea Selatan, Rusia, dan Jepang memulai apa yang disebut negosiasi enam pihak pada Agustus 2003.
Korea Utara menerima kesepakatan pada September 2005 untuk mengakhiri program senjata nuklirnya dengan imbalan jaminan keamanan, serta prospek kerja sama pengembangan ekonomi dan energi.
Tetapi ketidaksepakatan antara Washington dan Pyongyang mengenai sanksi keuangan yang dijatuhkan pada Korut untuk sementara menggagalkan pembicaraan enam negara, hingga kemudian Korea Utara melakukan uji coba nuklir pertamanya pada Oktober 2006.
Pembicaraan perlucutan senjata dilanjutkan beberapa pekan kemudian dan keenam negara mencapai kesepakatan pada Februari 2007, di mana Korea Utara akan menerima paket bantuan senilai sekitar US$ 400 juta sebagai imbalan untuk menonaktifkan fasilitas nuklirnya, dan memungkinkan para pengawas internasional untuk memverifikasi proses tersebut.
Upaya terakhir untuk menyelesaikan perjanjian guna sepenuhnya membongkar program nuklir Korea Utara rontok pada Desember 2008, ketika Pyongyang menolak untuk menerima metode verifikasi yang diusulkan AS.
Advertisement
Masa Depan Dialog AS - Korut
Dialog mengenai denuklirisasi Korea Utara kembali berlanjut setelah Presiden Trump dan Kim Jong-un mengadakan pembicaraan di Singapura pada 2018 dan kemudian Vietnam pada 2019.
Tetapi, kedua pertemuan itu tidak menghasilkan peta jalan menuju denuklirisasi.
Sementara di Rusia, usai pertemuannya dengan Presiden Vladimir Putin, Kim Jong-un sangat mengkritik AS karena mengambil "sikap sepihak dengan iktikad buruk" di Hanoi yang katanya menyebabkan macetnya proses diplomatik, kata KCNA yang dikelola pemerintah Korea Utara.