Liputan6.com, Hong Kong - Kelompok jurnalis Hong Kong mengatakan polisi telah menyerang wartawan dan menghalangi peliputan demonstrasi anti-pemerintahan, dampak dari protes rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Hal itu terjadi saat pengunjuk rasa bentrok dengan pihak berwajib pada Minggu, 7 Juli 2019.
Tuduhan itu dimuat dalam pernyataan bersama Asosiasi Jurnalis Hong Kong dan Asosiasi Fotografer Pers Hong Kong, seperti dilansir South China Morning Post pada Selasa (9/7/2019). Keduanya mengklaim, selama bentrok di Nathan Road, Mong Kok, polisi telah berulang kali mendorong bahkan menyerang wartawan dan fotografer.
Advertisement
Baca Juga
Langkah itu telah membatasi liputan dan berdampak pada kebebasan pers, kata asosiasi pada Senin.
Rekaman video yang diambil di tempat kejadian menunjukkan beberapa petugas yang terlibat dalam bentrokan, tidak memperlihatkan nomor identitas mereka. Alhasil, proses pengaduan menjadi lebih sulit.
Asosiasi jurnalis Hong Kong itu mengatakan, sebagian besar wartawan di tempat kejadian mengenakan rompi yang jelas tertulis "Pers" di bagian depan. Mereka juga telah menunjukkan logo atau lencana media masing-masing.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Detail Penyerangan Terhadap Jurnalis
Dalam pernyataan bersama, asosiasi menyebut tiga kasus yang menurut mereka termasuk dalam kategori sangat serius. Pertama, seorang fotografer perempuan yang bekerja untuk media daring HK01 diserang di bagian perut oleh polisi. Saat insiden terjadi, juru foto tengah mengambil gambar dua turis yang bertengkar di Canton Road pada Minggu sore.
Dalam kasus lain, seorang fotografer wanita yang bekerja untuk Apple Daily, sebuah surat kabar berbahasa China, didorong oleh seorang petugas keamanan. Penyerang menuduh juru foto itu telah mendorongnya.
Terakhir, seorang reporter dari Metro Radio diadang polisi saat mengambil video. Ia diberi tahu: "reporter tidak menikmati hak istimewa."
Di Mong Kok pada Minggu malam, polisi antihuru-hara terus mendorong garis pertahanan mereka ke depan, kemudian wartawan dihantam perisai polisi dalam proses itu, kata pernyataan yang sama.
Advertisement
Kekerasan Lain
Kekerasan tak hanya dilakukan kepada jurnalis. Seorang petugas polisi berpakaian sipil terlihat oleh Stand News, sebuah situs web, tengah membubarkan pengunjuk rasa di Mong Kok dengan tongkat. Ketika diminta untuk menunjukkan kartu identitasnya, petugas di tempat kejadian berteriak, "Kami tidak memerlukan kartu wartawan ketika kami beroperasi."
Itu bukan pertama kalinya petugas gagal menampilkan nomor seri resmi mereka. Hal yang sama juga terjadi pada tanggal 10 dan 12 Juni.
"Dalam beberapa pawai dan demonstrasi baru-baru ini, petugas polisi ditemukan berdesak-desakan dan bahkan menghina wartawan. Kami berharap pasukan akan mengatasi masalah dan menghormati hak liputan media," kata dua asosiasi tersebut.
Kasus-kasus tersebut telah diserahkan kepada Dewan Pengaduan Polisi Independen, dengan asosiasi membuat pengaduan resmi.
Dalam laporan tahunan yang dirilis pada hari Minggu, Chris Yeung Kin-hing, ketua asosiasi, mengatakan 12 bulan ke depan ditetapkan sebagai tahun yang sulit bagi wartawan di Hong Kong.
"Ada kekhawatiran bahwa hak orang untuk tahu akan terancam jika wartawan tidak diberi akses yang mudah dan aman ke tempat-tempat di mana berita sedang berlangsung," laporan itu menyimpulkan.