Liputan6.com, Washington, D.C - Pentagon mengatakan pada Kamis 11 Juli 2019 bahwa pihaknya sedang mendiskusikan pengawalan militer untuk pelayaran komersial di perairan Teluk, sehari setelah kapal-kapal bersenjata Iran mengancam sebuah tanker minyak milik Inggris.
Calon Ketua Kepala Staf Gabungan Gedung Putih, Jenderal Mark Milley, mengatakan Washington berusaha mengumpulkan koalisi "dalam hal menyediakan pengawalan militer terhadap pengiriman komersial".
"Saya pikir itu akan berkembang selama beberapa pekan ke depan," kata Milley kepada Komite Layanan Bersenjata Senat, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Jumat (12/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ketegangan di Teluk telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, dengan ekonomi Iran jatuh bebas setelah penerapan kembali sanksi AS pasca-penarikan diri Donald Trump dari perjanjian internasional 2015, untuk mengekang program nuklir Negeri Persia.
Rantai ketegangan yang berkembang cepat mempersulit upaya Inggris dan sekutu Eropa lainnya untuk menyelamatkan perjanjian nuklir JCPOA 2015, terlepas dari penarikan AS.
Pernyataan Milley itu muncul setelah London menuduh Iranpada hari Kamis mengerahkan tiga kapal militer untuk "menghalangi perjalanan" kapal tanker milik British Petroleum, HMS British Heritage.
"Kami prihatin dengan tindakan ini dan terus mendesak pemerintah Iran untuk mengurangi ketegangan di kawasan itu," kata juru bicara kantor perdana menteri Inggris.
Iran mengancam supertanker BP pada hari Rabu, di mana menurut para pengamat, tampaknya sebagai pembalasan atas penyitaan kapal tanker Grace 1 oleh Inggris di Gibraltar pada 4 Juli.
Garda Revolusi Iran membantah terlibat dalam insiden hari Rabu, tetapi mengatakan AS dan Inggris akan "sangat menyesal" atas penyitaan kapal tanker Iran --yang berisi penuh-- di Selat Gibraltar, karena dituding melanggar sanksi terhadap Suriah, yang diduga sebagai penerima kargo terkait.
Belum Ada Dukungan untuk AS
Pejabat di Inggris dan Prancis kabarnya tak akan mengkonfirmasi diskusi tentang operasi pengawalan kapal tanker.
Keduanya, seperti Amerika Serikat, mempertahankan kehadiran angkatan laut yang konstan di perairan Teluk.
Tetapi London dan Paris enggan bergabung dalam kampanye "tekanan maksimum" Washington melawan Iran untuk memaksanya menarik kembali keterlibatannya dalam konflik di Suriah, Irak dan Yaman.
Media Inggris melaporkan bahwa kemungkinan penyebaran lebih banyak kapal Angkatan Laut Kerajaan ke wilayah itu "sedang diperhatikan" setelah insiden terbaru.
Namun di Prancis, seorang pejabat pemerintah mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa mereka tidak berencana untuk memperluas kehadiran di perairan Teluk.
"Prancis sedang mengalami deeskalasi," kata pejabat itu. "Mengirim aset militer tambahan ke wilayah itu tampaknya tidak berguna bagi kami."
Jiak benar terlaksana, usulan AS itu akan mengulangi operasi serupa pada 1987-1988, untuk melindungi tanker minyak Kuwait dari serangan Iran selama perang Iran-Irak.
Advertisement
Dibantah Garda Revolusi Iran
Sumber-sumber pertahanan Inggris mengatakan kepada media, bahwa kapal-kapal Garda Revolusi Iran pertama-tama berusaha menghentikan, dan kemudian mengalihkan supertanker itu ke pantai Iran.
HMS Montrose, fregat Angkatan Laut Kerajaan, kemudian menyiapkan senjatanya ke arah kapal-kapal Iran, dan menyampaikan pesan "serang atau henti" melalui radio.
Wakil Laksamana Jim Malloy, komandan Armada Kelima AS yang meliputi Timur Tengah, menuduh Garda Revolusi Iran melakukan "pelecehan tidak sah" atas kapal Inggris.
"Kami terus bekerja sama dengan Angkatan Laut Kerajaan, bersama dengan semua mitra regional dan global kami untuk menjaga dan mempertahankan arus perdagangan bebas dan kebebasan navigasi," katanya dalam sebuah pernyataan.
Garda Revolusi Iran, sebuah organisasi keamanan yang luas dan kuat di Negeri Persia, mengatakan "tidak ada konfrontasi dalam 24 jam terakhir dengan kapal asing."
Tetapi, dalam suatu langkah yang dapat menambah ketegangan, polisi Gibraltar mengumumkan penangkapan pada hari Kamis atas kapten India dan petugas dari kapal tanker Iran yang disita.