Amerika: Pemerintah Iran Bantai 1.500 Orang Akibat Demo

Demo Iran terjadi akibat protes terhadap harga BBM yang naik.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Des 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 25 Des 2019, 08:00 WIB
Bangunan terbakar akibat protes Iran
Bangunan terbakar akibat protes Iran. Dok: AP

Liputan6.com, Tehran - Sekitar 1.500 warga Iran dilaporkan tewas akibat demo anti-kenaikan BBM. Laporan itu berdasarkan data-data dari orang dalam pemerintahan Iran yang  turut disebarkan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Presiden Iran Ali Khamenei dituding merestui pembantaian itu.

Kementerian Luar Negeri Amerika di Twitter mengutip laporan Reuters bahwa 1.500 tewas dalam dua minggu terakhir. Korban termasuk 17 remaja, sekitar 400 wanita, dan beberapa anggota pasukan keamanan dan polisi, demikian lansiran VOA Indonesia, Selasa (14/12/2019).

Perwakilan Khusus AS untuk Iran, Brian Hook, menyebut perlunya keterlibatan masyarakat internasional untuk menekan Iran.

"Laporan Reuters terkait pembataian yang diperintahkan Khamenei menggarisbawahi urgensi masyarakat internasional untuk menghukum pelaku dan mengisolasi rezim yang menyebabkan pembunuhan 1.500 warga Iran," ujar Hook.

Reuters mendapatkan data kematian sebesar 1.500 orang berkat bocoran tiga pejabat Kementerian Dalam Negeri Iran. Data kematian berasal dari pasukan keamanan hingga rumah sakit.

Jumlah korban tewas yang dilaporkan Reuters jauh lebih besar dibanding jumlah korban tewas yang dilaporkan kelompok HAM Amnesty International pada 16 Desember lalu.

Dalam laporannya, Amnesty International mengatakan telah mendokumentasikan pembunuhan sedikitnya 304 demonstran oleh pasukan keamanan Iran dalam kerusuhan selama beberapa hari, yang mencapai puncaknya pada 15 November.

Kantor berita pemerintah Iran, Tasnim, mengutip seorang pejabat di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi yang mengatakan laporan Reuters merujuk pada kematian 1.500 orang itu merupakan berita palsu dan bagian perang psikologis.

“Klaim-klaim ini didasarkan pada perang psikologis yang sudah direncanakan sebelumnya dan kurang kredibilitasnya,” ujar Alireza Zarifian Yeganeh, menggemakan bantahan Iran sebelumnya atas laporan-laporan Barat tentang jumlah korban dalam sejumlah aksi demonstrasi bulan lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Ratusan Bangunan Habis Dibakar Massa

Demonstrasi di Iran yang berawal terjadi pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)
Demonstrasi di Iran yang berawal terjadi pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)

Kerusuhan besar di Iran mengakibatkan ratusan bangunan terbakar. Menteri Dalam Negeri Abdolreza Rahmani Fazli mengungkap, 731 bank dan 140 bangunan pemerintah dibakar akibat unjuk rasa yang terjadi.

Melansir Euronews, Rahmani Fazli berkata sekitar 200 ribu orang terlibat dalam unjuk rasa secara nasional tersebut. Unjuk rasa dimulai sejak 15 November lalu akibat naiknya harga BBM.

Mendagri Iran yang berbicara lewat kantor berita nasional IRNA menyebut lebih dari 50 markas petugas kemanan diserang massa dan sekitar 70 pom bensin dibakar. Tidak disebutkan di mana peristiwa itu terjadi.

Menurut laporan Amnesty, setidaknya ada 143 pengunjung rasa selama protes yang terjadi. Protes anti-pemerintah yang terjadi di Iran dinilai sebagai yang terburuk semenjak Revolusi Hijau di tahun 2009.

Pihak Amnesty International menuding pemerintah Iran memakai senjata api, water cannon, gas air mata, dan tongkat baton dalam memukul balik pengunjuk rasa. Foto-foto selongsong peluru yang ditemukan juga menunjukan penggunaan peluru tajam.

Meski ada sejumlah pengunjuk rasa yang bertindak agresif dengan melakukan pembakaran dan lempar batu, pemerintah Iran diminta agar tetap menahan diri agar tidak turut melukai pengunjuk rasa lain.

"Pihak berwajib harus mengakhiri crackdown (serangan) yang brutal dan mematikan ini dan menunjukan respek pada kehidupan manusia," ujar Philip Luther, Direktur Penelitian dan Advokasi Amnesty Internasional di Timur Tengah dan Afrika.


Amerika Jadi Kambing Hitam

Ilustrasi bendera Iran
Ilustrasi (iStock)

Kenaikan harga BBM ini ditolak masyarakat karena kehidupan mereka sudah sulit akibat perseteruan pemerintah Iran dan Amerika Serikat (AS). Sanksi-sanksi AS pun memberikan efek pada tabungan dan pekerjaan rakyat Iran.

Pihak pemerintah Iran membantah ada ratusan orang korban jiwa dalam peristiwa protes ini. Jumlah korban jiwa hanya dibilang ada beberapa saja, tanpa menyebut jumlah.

Lebih lanjut, korban jiwa juga ada dari pihak keamanan, dan lebih dari 1000 orang ditahan. Namun, data-data dari Iran diragukan kelompok HAM. Menurut Center for Human Rights in Iran, jumlah penahanan dicurigai mencapai 4.000 orang.

Pemerintah Iran juga menyalahkan pihak asing dalam kerusuhan ini. Tuduhan diarahkan pada eksil Iran di Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi yang dituding menyetir kekacauan. 

Negara Iran yang terkenal otoriter juga tidak ragu melakukan pemblokiran internet pada negaranya di saat rusuh berlangsung. Televisi, koran, dan radio yang dikendalikan pemerintah juga tak memberikan liputan lengkap, demikian laporan AP News.

Pemblokiran internet dimulai Iran pada 16 November lalu dan menyulitkan peredaran informasi terkait kerusuhan.

Akses internet akhirnya baru dibuka pada Sabtu, 23 November, lalu dan masyarakat Iran baru bisa mulai mengakses situs-situs asing.

Aplikasi pesan pun kembali aktif sehingga masyarakat Iran bisa menyebarkan berbagai video terkait kerusuhan. Salah satu video di kota Shiraz menunjukan ratusan kerumunan massa dibubarkan oleh tembakan pisto pihak kepolisian.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya