Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mulai menggunakan frasa physical distancing atau jaga jarak fisik dibandingan dengan social distancing atau jaga jarak sosial sebagai cara untuk mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19 dari orang ke orang. Istilah ini kemudian dinilai sebagai suatu langkah yang disambut secara luas oleh para ahli sebagai "arah yang benar".
Pejabat badan kesehatan global mengatakan bahwa menjaga jarak fisik adalah "sangat penting" di tengah pandemi global. Namun, itu tidak berarti bahwa secara sosial kita harus memutuskan hubungan dengan orang yang kita cintai, dari keluarga kita.
Melansir laman Al Jazeera, Selasa (31/3/2020), penyebaran virus yang cepat, yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan di China Desember lalu, telah memaksa negara-negara di seluruh dunia untuk memberlakukan penutupan penuh, menutup bandara, dan memberlakukan pembatasan ketat pada pergerakan warga mereka.
Advertisement
"Teknologi saat ini telah sangat maju, sehingga kita dapat tetap terhubung dalam banyak hal tanpa benar-benar secara fisik berada di ruangan yang sama atau secara fisik bertemu dengan orang-orang," kata ahli epidemiologi WHO Maria Van Kerkhove pada 20 Maret.
"Kami mengubah istilah untuk mengatakan jarak fisik dan itu sengaja karena kami ingin orang-orang untuk tetap terhubung," tambahnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jaga Jarak
Lantaran Virus Corona dapat menyebar dan menularkan kepada orang lain melalui tetesan (droplets) terlebih ketika seseorang batuk atau bersin, menjaga jarak sangat disarankan untuk mengurangi potensi penyebaran virus.
WHO telah merekomendasikan seseorang untuk berjarak sejauh satu meter dengan orang lain, sementara sejumlah ahli kesehatan lainnya menyarankan jarak yang lebih aman, yaitu dua meter.
Sejumlah tindakan yang bisa dilakukan dalam menjaga jarak dengan orang lain adalah tetap berada di dalam rumah sebisa mungkin, bekerja dari rumah, menyapa orang terkasih melalui media sosial atau jejaring online, membatasi masuknya orang ke rumah, hindari berada di ruang publik atau transportasi umum, dan menjaga jarak dengan orang lain di tempat umum.
"Social distancing terdengar seperti orang harus berhenti berinteraksi dengan orang lain, padahal kita seharusnya masih menjalin hubungan dengan komunitas sambil menjaga jarak secara fisik," ujar Jeremy Freese, Profesor Sosiologi di Stanford University, AS.
"Kita butuh melakukan physical distancing untuk melindungi kondisi fisik semua orang, tapi kesehatan mental juga penting, dan isolasi sosial tidaklah baik untuk kesehatan mental," tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa langkah WHO untuk mengganti istilah tersebut sangat bagus, memperbaiki makna untuk menjaga jarak fisik bukan sosial.
Advertisement