Wabah Corona COVID-19 Mereda, 73 Objek Wisata Utama Beijing Dibuka Lagi

Semua objek wisata yang dibuka lagi setelah epidemi Corona COVID-19 mereda di Beijing harus memenuhi syarat.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Apr 2020, 17:26 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2020, 17:15 WIB
Kota Terlarang di Beijing
Seorang anak laki-laki mengambil foto di luar Kota Terlarang yang ditutup di Beijing pada Selasa (4/2/2020). Mencegah korban virus corona bertambah, China menutup banyak destinasi wisata termasuk Kota Terlarang yang ditutup untuk kunjungan wisatawan sejak 24 Januari 2020 lalu. (GREG BAKER/AFP)

Liputan6.com, Beijing - Seiring meredanya epidemi Virus Corona COVID-19, Beijing akan mulai membuka kembali 73 objek wisata utama, atau 30,7 persen dari total lokawisata di kota tersebut.

Semua objek wisata itu merupakan resor pemandangan alam luar ruangan sesuai dengan syarat yang ditetapkan Biro Kebudayaan dan Pariwisata Kota Beijing dalam rencana pembukaan kembali lokawisata. Sementara, tanggal pembukaan objek wisata dalam ruangan masih belum diumumkan.

"Tembok Besar China untuk seksi Mutianyu, Simatai, dan Badaling termasuk di antara lokawisata yang dibuka kembali untuk pengunjung," ujar biro tersebut seperti dikutip dari Xinhua, Senin (20/4/2020).

Kota Air Gubei, yang bersandar di Tembok Besar China seksi Simatai di Distrik Miyun, diperkirakan akan dibuka kembali pada 23 April mendatang.

Jin Linsheng, wakil presiden perusahaan pariwisata kota air itu, mengatakan bahwa resor tersebut akan mempromosikan layanan tanpa kontak seperti pembayaran seluler, tiket elektronik, dan mesin pemandu guna menghindari infeksi silang.

Menurut seorang pejabat , objek-objek wisata yang melanjutkan operasi setelah epidemi Corona baru mereda hanya boleh menerima tidak lebih dari 30 persen jumlah pengunjung maksimum secara waktu nyata (real-time), dan tidak lebih dari 30 persen kapasitas pengunjung harian.

Saksikan Juga Video Berikut Ini:

Beijing Mulai Perketat Publikasi Studi Ilmiah Tentang Virus Corona COVID-19

Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

Otoritas China diduga telah melakukan pembatasan pada publikasi penelitian akademis tentang asal usul Virus Corona jenis baru atau COVID-19. Di bawah kebijakan baru, semua makalah akademik tentang COViD-19 akan dipemeriksa terlebih dahulu sebelum dikirim untuk publikasi.

Dikutip dari laman CNN, Senin (13/4/2020), studi tentang asal-usul virus disebut-sebut akan mendapat pengawasan ekstra dan harus disetujui oleh pejabat pemerintah pusat, menurut posting yang diterbitkan oleh dua universitas di China -- kini telah dihapus.

Seorang ahli medis di Hong Kong yang bekerja sama dengan para peneliti China mempublikasikan analisis klinis kasus COVID-19 dalam sebuah jurnal medis internasional.

Ia mengatakan bahwa karyanya tidak menjalani pemeriksaan seperti itu pada Februari lalu.

Peningkatan pengawasan tampaknya menjadi upaya terbaru pemerintah China untuk mengendalikan narasi tentang asal-usul pandemi Virus Corona COVID-19 yang telah menewaskan lebih dari 100.000 jiwa dan menginfeksi lebih dari 1,7 juta orang di seluruh dunia sejak pertama kali muncul di kota Wuhan di China pada Desember 2019.

Sejak akhir Januari, para peneliti China telah menerbitkan serangkaian studi COVID-19 di jurnal medis internasional yang berpengaruh.

Beberapa temuan tentang kasus-kasus Virus Corona, seperti proses transisi manusia ke manusia pertama kali muncul telah menimbulkan pertanyaan mengenai akun resmi pemerintah tentang wabah dan memicu kontroversi di media sosial Tiongkok.

Dan sekarang, otoritas China tampaknya memperketat cengkeraman mereka pada publikasi penelitian apapun itu artikel dan studi tentang Virus Corona COVID-19.

Seorang peneliti Tiongkok yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan langkah itu merupakan langkah yang mengkhawatirkan. Kemungkinan akan menghambat penelitian ilmiah yang sangat penting.

"Saya pikir ini adalah upaya terkoordinasi dari (pemerintah) China untuk mengendalikan narasi, dan menggambarkannya seolah-olah wabah itu tidak berasal di China," kata peneliti itu kepada CNN.

"Dan kurasa mereka tidak akan menolerir studi objektif apa pun untuk menyelidiki asal mula penyakit ini."

Kantor berita CNN juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menghubungi Kementerian Luar Negeri China untuk memberikan komentar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya