PM Tunisia Tak Mau Tambah Utang Luar Negeri karena Corona COVID-19

PM Tunisia Elyes Fakhfakh tak ingin menambah utang luar negeri meski corona (COVID-19) menggoyang ekonomi negaranya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Jun 2020, 19:20 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2020, 18:55 WIB
Ilustrasi uang (iStock)
Ilustrasi uang (iStock)

Liputan6.com, Tunis - Perdana Menteri Tunisia, Elyes Fakhfakh menolak meminjam utang luar negeri untuk mengatasi dampak Virus Corona (COVID-19), meski dananya dibutuhkan. Tunisia memilih mencari utang dalam negeri.

Dilaporkan Arab News, Senin (15/6/2020), PM Elyes Fakhfakh berkata ekonomi negaranya akan menurun hingga 4,3 persen tahun ini. Penurun itu adalah yang terendah sejak Tunisia merdeka.

Tunisia butuh dana pinjaman hingga USD 1,6 miliar (Rp 22,6 triliun) akibat virus corona. PM Tunisia ogah pinjam ke luar negeri karena level utang terhadap GDP akan tambah parah.

"Utang luar negeri mencapai level berbahaya dan sekarang mencapai 60 persen GDP, dibandingkan 30 persen di 2013, dan saya memutuskan tidak melanjutkan di jalan ini," ujar PM Fakhfakh saat wawancara dengan Attessia TV.

Pemasukan di Tunisia lewat industri pariwisata turun 50 persen dalam 5 bulan pertama 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini karena berkurangnya wisatawan dari negara-negara barat.

PM Elyes Fakhfakh berkata siap menghemat anggaran gaji PNS karena keuangan negara kena dampak krisis Virus Corona.

"Keuangan publik sangatlah kritis dan kita tidak bisa melanjutkan kenaikan upah," ujar PM Fakhfakh.

Meski demikian, langkah itu diprediksi ditolak oleh serikat buruh Tunisia. Pihak serikat buruh berkata gaji rata-rata sebesar USD 250 (Rp 3,5 juta) sudah menjadi salah satu yang terendah di dunia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Semua Negara Berjuang agar Selamat dari Tekanan Ekonomi yang Dahsyat

Jokowi Meninjau Kesiapan Prosedur New Normal di Stasiun MRT
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau kesiapan penerapan prosedur standar New Normal di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Jokowi melakukan peninjauan kesiapan penerapan prosedur standar new normal di stasiun tersebut. (Tribunnews/Irwan Rismawan/Pool)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa dunia tengah mengalami kondisi ekonomi yang luar biasa sulit. Hal tersebut disebabkan wabah Corona yang tak kunjung usai.

Pandemi Corona ini tidak hanya membuat sektor kesehatan yang kelimpungan tetapi juga menyebar ke semua sektor terutama ekonomi. Bahkan ada beberapa negqara di dunia yang sudah hampir jatuh ke jurang resesi. 

"Saat ini dunia menghadapi kondisi yang luar biasa sulitnya. 215 negara menghadapi darurat kesehatan dan harus menyelamatkan warganya dari ancaman Covid-19. Semua negara berjuang untuk mmenyelematkan diri dari tekanan ekonomi yang dahsyat," ujar Presiden dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Internal Pemerintah Tahun 2020 yang disiarkan melalui video conference, Senin (15/6/2020).

Gegara negara kocar kacir menyelamatkan diri, imbasnya, permintaan dan penawaran terganggu, begitu pula dari sisi produksi. Perekonomian dunia terkoreksi sangat tajam dan negara-negara berjuang agar tidak mengalami resesi.

"Sekali lagi, situasi seperti ini yang tengah dihadapi semua negara, termasuk negara kita Indonesia. Semua itu membutuhkan respons pemerintah yang cepat dan juga tepat," lanjut Jokowi.

Oleh karenanya, pemerintah berusaha untuk melindungi rakyatnya baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan. Pengendalian penyebaran virus, penjaminan warga kurang mampu, pemberian perlindungan dan bantuan untuk warga terdampak Corona, hingga memastikan seluruh sektor informal termasuk UMKM bertahan hidup.

Pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 677,2 triliun untuk percepatan penanganan dampak Corona dan pemulihan ekonomi nasional. Jokowi meminta agar pengelolaan dana ini akuntabel dan transparan.

"Angka ini Rp 677,2 triliun adalah jumlah yang sangat besar. Oleh sebab itu, tata kelolanya harus baik. Sasarannya harus tepat. Prosedur harus sederhana dan tidak berbelit. Output dan outcome harus maksimal bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya