Ilmuwan Temukan Strain Virus Mirip Corona COVID-19 di Tambang China 2013, Asal Mula Pandemi?

Beredar laporan baru tentang ditemukannya strain atau jenis virus yang mirip dengan Corona COVID-19 pada tahun 2013.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Jul 2020, 13:23 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 13:23 WIB
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centeras for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Liputan6.com, Jakarta- Laporan baru tentang ditemukannya strain atau jenis virus yang mirip dengan Corona COVID-19 pada 2013 tengah beredar saat ini. 

Dikutip dari The Sun, Selasa (7/7/2020), strain itu ditemukan di sebuah tambang yang terbengkalai. 

Seorang ahli dari Institut Virologi Wuhan, Dr Shi Zhengli dalam makalah penelitiannya yang diterbikan di jurnal Nature menyebutkan bahwa strain tersebut memiliki kecocokan 96,2 persen dengan Corona COVID-19. Nama dari strain itu adalah RaTG13, yang didapat dari kelelawar. 

Strain yang ditemukan di tambang penuh kelelawar dan tikus itu ditemukan dan disimpan selama bertahun-tahun di laboratorium Institut Virologi Wuhan, menurut laporan The Sunday Times pada 4 Juli 2020. 

Penemuan strain yang memiliki kemiripan dengan Corona COVID-19 ini dikatakan sebagai yang terkuat, dalam pencarian asal pandemi yang kini terjadi. 

Strain tersebut ditemukan setelah 6 pria mengalami demam, batuk, dan radang paru-paru pada 2012. Selain itu, setengah dari mereka mengalami gejala berat usai bekerja di tambang. 

4 dari 6 pria tersebut dinyatakan positif memiliki antibodi Virus Corona, tetapi 2 orang meninggal sebelum mereka dapat diperiksa, kata laporan itu.

Kecocokan terdekat dengan Virus Corona COVID-19 yang ditemukan tujuh tahun lalu oleh para ilmuwan China di sebuah tambang itu, dikaitkan dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit pernapasan tipe Virus Corona.

Penyelidikan oleh The Sunday Times mengklaim telah menemukan bukti bahwa China gagal secara terbuka membagikan informasi penting tentang kerabat virus COVID-19, meskipun itu menjadi petunjuk kuat dalam perburuan asal mula pandemi.

Mengutip The Sun, pada Februari lalu Dr Shi Zhengli yang dijuluki sebagai "Wanita Kelelawar" oleh rekan-rekannya di Institut Virologi Wuhan ikut menulis makalah akademis paling luas tentang Virus Corona jenis baru sampai saat itu.

Tetapi salah satu rekan lama Dr. Shi menuduh informasi tentang sampel RaTG13 yang ditemukan di tambang terbengkalai itu tidak dibagikan.

Munculnya kabar ini akibat Presiden AS Donald Trump pada April menyampaikan ia memiliki "kepercayaan yang tinggi" bahwa Corona COVID-19 berasal dari Institut Virologi Wuhan.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

Klaim Lab Wuhan

Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).
Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).

Donald Trump juga menambahkan bahwa otoritas AS "memandang virus itu sangat, sangat kuat".

"Kita akan melihat dari mana - kita akan melihat dari mana asalnya. Ada banyak teori. China mungkin bisa mengatakannya kepada kami," kata Donald Trump.

Pada Juni, Presiden Negeri Paman Sam itu mengumumkan bahwa ia akan menahan dana untuk WHO, di mana mereka memuji China atas upaya Negeri Tirai Bambu tersebut dalam "menangani" virus. 

Tetapi setelah tekanan yang baru-baru ini dialami oleh WHO, China akan meluncurkan penyelidikan untuk klaim tentang virus yang dikatakan bocor di lab Wuhan. 

Institut Virologi Wuhan, yang merupakan laboratorium penyakit menular terbesar di dunia, diduga telah melakukan eksperimen berisiko tinggi untuk meningkatkan infektivitas Virus Corona dalam upaya memahami mekanisme yang dapat menyebabkan pandemi.

Menurut The Sunday Times, para peneliti mengumpulkan ratusan sampel Virus Corona dari daerah-daerah terpencil di China dan membawanya kembali ke kota.

Namun, Institut Virologi Wuhan mengklaim dilakukannya penundaan terhadap percobaan tersebut, karena mereka tidak percaya strain cukup dekat dengan virus SARS. 

Namun, para ilmuwan meragukan klaim dari lab itu. 

"Jika Anda benar-benar mengira Anda memiliki virus baru yang menyebabkan wabah yang membunuh manusia, maka tidak ada yang tidak akan Anda lakukan," ujar Nikolai Petrovsky, dari Flinders University di Adelaide, Australia dalam pernyataannya kepada The Times. 

Ia melanjutkan, "Mengingat itu adalah alasan utama mereka berada disana untuk menelitinya, bahkan jika itu berarti menghabiskan sampel dan kemudian kembali untuk mendapatkan lebih banyak". 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya