Liputan6.com, Jakarta - Pembicaraan perdagangan pasca-Brexit antara Uni Eropa dan Inggris mencapai titik krisis pada Senin 7 Desember 2020, dengan hasil yang sangat tidak pasti dan memiliki risiko bahwa akan berakhir "tanpa kesepakatan".
Mengutip Channel News Asia, Senin (7/12/2020), kepala negosiator Uni Eropa Michel Barnier dan mitranya dari Inggris, David Frost tengah berjuang untuk mencapai kesepakatan pasca Brexit, setelah berlangsungnya delapan bulan pembicaraan yang melelahkan.
Advertisement
Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin memperingatkan peluang untuk kesepakatan hanya "50-50", sementara sumber yang dekat dengan pembicaraan tersebut mengatakan diskusi berjalan secara lambat dan memiliki ekspektasi rendah.
Inggris meninggalkan UE pada 31 Januari tetapi akan keluar dari pasar tunggal UE pada akhir tahun setelah periode transisi yang semula dimaksudkan untuk memberi waktu untuk mengikat hubungan baru.
Tujuan dari negosiasi tersebut adalah untuk membangun hubungan perdagangan dengan tarif nol dan tanpa kuota dengan harapan menghindari gangguan besar pada 1 Januari.
Barnier dan Frost diperkirakan akan terus melanjutkan diskusi dan akan melaporkan kembali kepada atasannya masing-masing yakni kepala UE Ursula von der Leyen dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Kedua pemimpin pun akan berbicara melalui telepon di kemudian hari.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KTT Uni Eropa
Semua mata tertuju pada KTT Uni Eropa yang diselenggarakan pada Kamis (3/12), dengan prospek bahwa baik kesepakatan atau kegagalan apa pun akan diajukan ke 27 pemimpin blok pada saat itu.
Seorang sumber yang dekat dengan pembicaraan itu mengatakan situasinya "sangat sulit" dan bahwa negosiasi berada dalam "hari-hari terakhir yang berguna".
"Kami berada di jalur yang sangat sempit dan tidak mungkin untuk memprediksi hasilnya," sumber itu menjelaskan.
Beberapa sumber mengatakan masalah tersulit adalah bagaimana menjamin perdagangan yang adil dalam hubungan di masa depan dan menetapkan mekanisme hukuman cepat jika salah satu pihak mundur, misalnya, standar lingkungan atau kesehatan.
Inggris sangat enggan untuk menerima pengaturan yang luas dan mengikat. Pihaknya melihat hal tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan yang baru ditemukan setelah 47 tahun menjadi anggota UE.
"Intinya, jika pembicaraan gagal sekarang, kedua belah pihak tidak berhasil menyetujui apa yang merupakan permainan kotor dan apa yang harus dilakukan tentang itu," kata seorang diplomat Uni Eropa.
Advertisement