Kematian Demonstran Tolak Kudeta Myanmar Bertambah 8 Orang

Kematian para demonstran tolak kudeta di Myanmar kembali terjadi, yang kini dilaporkan sebanyak 8 orang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Mar 2021, 12:05 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2021, 12:05 WIB
Puluhan Pengunjuk Rasa Tewas dalam Bentrokan di Myanmar
Pengunjuk rasa mendirikan barikade untuk memblokir polisi saat menentang kudeta militer di Yangon (28/2/2021). Polisi melepaskan tembakan di berbagai bagian kota terbesar Yangon setelah granat kejut, gas air mata, dan tembakan ke udara gagal memecah kerumunan. (AFP/ Ye Aung Thu)

Liputan6.com, Yangon- Delapan demonstran tewas di Myanmar pada Kamis 11 Maret, ketika pasukan keamanan menembaki para pengunjuk rasa yang menolak kudeta. Kabar kematian itu dilaporkan saksi mata data media lokal Myanmar.

Seorang demonstran yang membantu membawa jenazah ke rumah sakit mengatakan, enam orang tewas di pusat kota Myaing ketika pasukan menembaki para demonstran. Seorang petugas kesehatan di sana memastikan enam kematian tersebut.

"Kami memprotes dengan damai. Sulit di percaya mereka (aparat) melakukannya," kata pria berusia 31 tahun itu, seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat (12/3/2021).

Media lokal menyebut, satu orang tewas di distrik North Dagon di kota terbesar Yangon.

Sebelum kematian yang terjadi pada Kamis 11 Maret, sebuah kelompok advokasi, Assistance Association for Political Prisoners mengatakan ada lebih dari 60 demonstran yang tewas dan sekitar 2.000 orang telah ditahan oleh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Amnesty International menuduh tentara menggunakan kekerasan mematikan terhadap demonstran, dan menyebut banyak pembunuhan yang didokumentasikan dengan eksekusi di luar hukum.

"Ini bukanlah tindakan yang diambil karena kewalahan, petugas membuat keputusan yang buruk," ujar Joanne Mariner, Direktur Respon Krisis di Amnesty International.

"Ini adalah komandan yang tidak menyesal yang telah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan dan metode pembunuhan di tempat terbuka," sebutnya.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Berikut Ini:

Tuduhan Pembayaran Ilegal

Jemuran Kain Penahan Serangan dari Aparat Myanmar
Seorang perempuan menggantung pakaian tradisional Myanmar bernama longyi di seberang jalan selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Senin (8/3/2021). Para pengunjuk rasa membentangkan jemuran kain yang biasa dipakai perempuan untuk memperlambat gerak polisi dan tentara. (STR/AFP)

Postingan yang beredar media sosial menunjukkan demonstran berjalan di kota Tamu di Negara Bagian Chin dan meneriakkan, "Akankah kami memberontak atau akankan kami layani mereka? Kami akan memberontak."

Seorang saksi mata mengatakan ada juga aksi protes kecil di daerah Sanchaung di Yangon - sebuah distrik di mana pasukan keamanan pekan ini menembakkan senjata dan menggunakan granat kejut saat memeriksa rumah warga untuk memburu pengunjuk rasa.

Orang-orang yang menentang jam malam menyalakan lilin lagi di beberapa bagian Yangon dan juga di Myingyan, barat daya kota kedua Mandalay.

Juru bicara Militer, Brigjen Zaw Min Tun menerangkan dalam sebuah konferensi pers di Ibu Kota Naypyidaw, bahwa Aung San Suu Kyi telah menerima pembayaran ilegal senilai US$ 600.000 serta emas selama masa pemerintahan.

"Informasi tersebut sudah diverifikasi dan banyak orang yang dimintai keterangan," tambahnya.

Disebutkan juga bahwa Presiden Win Myint dan beberapa menteri kabinet juga terlibat dalam kasus korupsi dan telah menekan komisi pemilihan negara untuk tidak menindaklanjuti laporan kecurangan yang diberikan oleh militer.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya