Diplomat China Desak Pencabutan Sanksi Terhadap Iran

Dua kelompok kerja yang bertemu di Wina bertukar pikiran mengenai cara-cara untuk mengamankan pencabutan sanksi AS dan kembalinya Iran pada kesepakatan awal.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Apr 2021, 14:05 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2021, 13:56 WIB
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)

Liputan6.com, Wina - Serangkaian negosiasi untuk membawa Amerika Serikat kembali pada kesepakatan nuklir penting dengan Iran dilanjutkan hari Kamis (15/4) di Wina, di tengah adanya tanda-tanda kemajuan, walau masih dibayang-bayangi sebuah serangan minggu ini terhadap fasilitas nuklir utama Iran.

Dua kelompok kerja yang bertemu di Wina sejak hari Selasa (13/4) bertukar pikiran mengenai cara-cara untuk mengamankan pencabutan sanksi Amerika dan kembalinya Iran agar mematuhi kesepakatan itu.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (16/4/2021) dua kelompok ini melaporkan kemajuan awal kepada sebuah komisi bersama para diplomat dari negara anggota tetap dalam kesepakatan tersebut, Perancis, Jerman, Inggris, China dan Rusia.

Wang Qun, utusan China untuk PBB di Wina, menyampaikan "kelompok kerja nuklir lebih maju, jauh melebihi kelompok kerja pencabutan sanksi", dan menambahkan "kita harus menyingkirkan semua faktor penghalang dan bergerak maju dengan secepat yang kita bisa dalam beberapa negosiasi, terutama memusatkan perhatian pada pencabutan sejumlah sanksi."

Pembicaraan itu berlangsung tanpa Amerika Serikat, yang secara sepihak meninggalkan kesepakatan nuklir Iran, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama tahun 2018, di bawah Presiden Donald Trump.

Saksikan Video Berikut Ini:

Pengayaan Uranium hingga 90 Persen

Khamenei Kutbah Idul Fitri Sambil Bawa Senapan
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei membawa senapan saat menyampaikan kutbah Idul Fitri di Imam Khomeini Mausoleum, Teheran, Rabu (5/6/2019). Khamenei menyinggung inisiatif perdamaian Palestina-Israel yang digagas Presiden AS Donald Trump. (HO/Iranian Supreme Leader's Website/AFP)

Sementara itu, Presiden Iran Hassan Rouhani pada Kamis (15/4) mengatakan negaranya mampu melakukan pengayaan uranium hingga 90 persen “jika menginginkannya”, tetapi ini tidak masuk agenda Iran, kata stasiun TV pemerintah.

Rouhani menanggapi kekhawatiran negara-negara Eropa terkait pernyataan Teheran bahwa Iran telah memulai pengayaan uranium 60 persen tidak lama setelah serangan terhadap fasilitasnya di Natanz.

Perundingan di Wina antara Iran dan para penandatangan kesepakatan nuklir 2015 dijadwalkan dimulai kembali hari Kamis (15/4).

Pembicaraan ini dimaksudkan untuk menemukan jalan bagi AS untuk mengikuti kembali perjanjian Teheran dengan negara-negara kuat dunia dan membuat Iran kembali mematuhi batasan-batasan yang ditetapkan untuknya.

Perjanjian, di mana AS ditarik keluar secara sepihak oleh mantan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2018, mencegah Iran untuk menimbun cukup banyak uranium diperkaya yang dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi ekonomi. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya