Liputan6.com, London - Pada pertengahan 1950-an, Amerika Serikat dan Uni Soviet berdiskusi mengenai larangan uji nuklir. Kedua negara tersebut menjadi percaya bahwa perlombaan senjata nuklir mencapai tingkat yang berbahaya, seperti dilansir dari History, Rabu (04/08/2021).
Adanya diskusi ini, didukung juga karena adanya protes publik terhadap pengujian atmosfer senjata nuklir juga semakin menguat.
Baca Juga
Tak lama kemudian, diikuti oleh Inggris yang bergabung untuk diskusi selama bertahun-tahun. Amerika dan Inggris menginginkan inspeksi ditempat. Namun, Uni Soviet menentang keras adanya inspeksi tersebut.
Advertisement
Pada tahun 1960, ketiga pihak tersebut hampir mencapai kesepakatan, tetapi gagal karena jatuhnya pesawat mata-mata di atas Uni Soviet pada bulan Mei.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dorongan Untuk Menandatangani Perjanjian
Badan Misil Kuba, memberikan dorongan untuk menghidupkan kembali perundingan saat itu. Uni Soviet berusaha untuk menginstal rudal berkemampuan nuklir di Kuba, membawa Uni Soviet dan Amerika ke jurang perang nuklir.
Akhirnya, perang dingin yang terjadi dan krisis Misil Kuba berlalu.
Pada Juni 1963, dengan adanya kompromi dari semua pihal, perundingan tentang larangan uji coba nuklir dilanjutkan.
Pada 5 Agustus, Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir baik di ruang angkasa, di bawah air, atau di atmosfer resmi ditandatangani oleh perwakilan dari Amerika, Inggris, dan Rusia. Prancis dan China menolak untuk bergabung dalam perjanjian.
Perjanjian ini adalah langkah kecil yang signifikan menuju kontrol senjata nuklir. Di tahun mendatang, Amerika dan Uni Soviet berkembang untuk memberi Batasan pada banyak senjata nuklir dan penghapusan lainnya.
Â
Reporter: Cindy Damara
Advertisement