Melbourne Akhiri Lockdown COVID-19, Ini Cerita Orang Indonesia di Sana

Akhir lockdown COVID-19 di Melbourne membawa sukacita salah satunya bagi orang Indonesia di sana. Berikut ini kisahnya.

diperbarui 22 Okt 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2021, 16:00 WIB
Melbourne akan Longgarkan Pembatasan
Seorang pria membawa belanjaannya di jalan sepi di Chinatown Melbourne, Australia, Selasa (19/10/2021). Melbourne bersiap mencabut aturan penguncian pekan ini setelah kota tersebut berada dalam enam pekan lockdown selama 262 hari atau hampir sembilan bulan sejak Maret 2020. (William WEST/AFP)

, Victoria - Jumat 21 Oktober 2021 menjadi hari pertama Melbourne, Australia keluar dari lockdown COVID-19, setelah terbelenggu pembatasan selama 20 bulan. Kuncitara yang disebut-sebut sebagai yang terlama di dunia.

Pelonggaran tersebut membawa sukacita salah satunya adalah orang Indonesia di Melbourne, Erna Sukardi. Ia mengaku sudah tak sabar untuk pergi dan duduk di kafe.

"Beli kopi, ketemu random people, senyum, menyapa mereka dan membicarakan apa pun tanpa merasa ketakutan," ujarnya.

Mulai Jumat ini, negara bagian Victoria melonggarkan aturan lockdown COVID-19, yang sudah dijalankan dengan total 263 hari sejak pandemi COVID-19 tahun lalu. 

Mengutip ABC Australia, Jumat (22/10/2021), saat ini Melbourne menjadi kota dengan lockdown COVID-19 paling lama di dunia.

Meski belum sebebas kota Sydney, yang lebih dulu melakukan pelonggaran pembatasan, warga di Victoria sekarang bisa keluar rumah lebih dari radius 15 kilometer. Jam malam atau 'curfew' pun sudah tidak berlaku lagi.

Karenanya, Erna pun sudah membuat rencana untuk keluar nanti malam, meski belum tentu bisa terwujud.

"Salah satu anakku graduation [lulus sekolah], jadi rencananya nanti malam mau pergi makan, meski sudah mencoba booking tempat dan semuanya full."

Memiliki dua anak yang masih remaja, Erna mengaku tantangan bagi mereka adalah kebutuhan untuk mendapatkan social skill, khususnya bagi anak bungsunya.

Di saat anak perempuannya yang duduk di kelas 12 sudah tak sabar untuk kembali ke sekolah, anak laki-lakinya yang duduk di Kelas 8 malah merasa "ketakutan", kata Erna yang bekerja sebagai transport modeller di pusat kota Melbourne.

"Dia hanya sekolah sebulan sebelum lockdown COVID-19, dia tidak begitu kenal teman-temannya."

"Sampai sekarang ia masuk sekolah, teman-teman dan guru-gurunya tetap saja orang asing," ujarnya.

Di saat kebanyakan aktivitasnya dilakukan di rumah, Erna mengaku tetap ada hal positif bagi keluarganya, yakni rasa kebersamaan.

"Kita sebagai keluarga menjadi lebih dekat, kita selalu makan bersama, masak pun bahkan bersama-sama ... juga bermain games bersama

Lega tapi Tetap Waspada

Misita Anwar, warga Indonesia yang tinggal di bagian tenggara Melbourne juga merasa lega karena lockdown COVID-19 berakhir.

"Rasanya sangat lega, karena setidaknya sudah bisa silaturahim secara fisik dengan teman-teman yang tinggal agak jauh," ujarnya.

"Selain itu sudah bisa jalan-jalan dengan keluarga dań ngopi di kafe."

Namun bagi Misita tetap ada kekhawatiran dengan mengatakan pandemi COVID-19 akan terus ada di tengah-tengah masyarakat,

"Khawatirnya suatu saat kita akan kena COVID dan walaupun dampaknya  mungkin tidak seberat sebelumnya, karena kita sudah divaksinasi," jelasnya.

"Tetap saja yang namanya sakit itu tidak enak. Apalagi dengan kemungkinan efek long COVID," kata Misita, yang sudah tinggal di Melbourne lebih dari sepuluh tahun.

Sebagai dosen bidang teknologi informasi di Monash University, Misita mengaku tantangannya selama 'lockdown COVID-19' yakni memotivasi diri sendiri untuk menjalankan tugas-tugasnya.

"Suasana di rumah lain dengan di kantor. Saya justru merasa jam kerja bertambah karena pembatas antara jam kantor dan tugas-tugas di rumah jadi tidak jelas," ujarnya.

Misita menambahkan perkuliahan di Monash University sepertinya akan dimulai secara 'hybrid', menggabungkan antara pertemuan secara tatap muka dan daring.

Sudah Punya Acara Selama Seminggu ke Depan

Sama seperti kebanyakan warga Indonesia di Melbourne yang sudah tidak sabar melakukan kegiatan di luar, Angie Roberts, warga asal Sulawesi mengatakan sudah memiliki jadwal acara penuh satu minggu.

"Malam ini saya akan menginap di rumah teman, besok kita sudah booking untuk makan di restoran. Pokoknya saya sudah mengatur acara sampai seminggu ke depan," katanya kepada ABC Indonesia.Walau kasus harian COVID-19 di Melbourne masih lebih dari seribu, Angie mengatakan dia tidak khawatir untuk berkumpul dengan teman-temannya lagi.

"Ya semua sudah dua kali vaksin. Saya juga punya teman yang sama sekali tidak mau divaksin, namun yang lain semua sudah divaksin dan saya memang sengaja tanya begitu ke mereka," katanya lagi.

Sebagai orang yang suka dengan kegiatan di luar ruangan seperti bersepeda, jalan kaki, 'hiking' dan pergi ke pusat kebugaran, Angie mengatakan dia memang mengambil sikap yang berhati-hati juga.

"Karena saya memiliki asma, jadi saya harus menjaga diri."

Sementara kedua putri kembarnya, Yelena dan Michaela, masih khawatir untuk bermain ke tempat yang ramai walau mereka sudah mendapatkan vaksin pertama karena sudah berusia 12 tahun.

Angie juga mengaku jika kedua putrinya sebelumnya merasa enggan untuk masuk sekolah, yang kembali dibuka hari Jumat ini.

"Sudah terlalu lama di rumah, jadi agak takut juga untuk bertemu dengan yang lain di sekolah."

Harapan Angie selanjutnya adalah perbatasan internasional dibuka, sehingga ia bisa kembali ke Indonesia mengunjungi keluarganya di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Saya memiliki dua tiket ke Indonesia yang sebelumnya dibatalkan. Jadi itu rencana pertama ke luar negeri. Walau suami saya dan anak-anak masih agak khawatir, namun saya akan pergi dulu ke Indonesia."

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tapi Tak Semua Punya Rencana

Melbourne akan Longgarkan Pembatasan
Orang-orang berjalan di jalan yang sepi di Chinatown Melbourne, ketika kota itu bersiap untuk mencabut beberapa pembatasan, Selasa (19/10/2021). Melbourne menjalani penguncian atau lockdown terpanjang di dunia, melebihi penguncian di Buenos Aires selama 234 hari. (William WEST/AFP)

Felicia Suwignjo, yang baru saja lulus kuliah di Melbourne mengaku tidak punya rencana apa-apa.

"Saya tidak punya rencana di hari pertama keluar 'lockdown COVID-19', karena mengantisipasi akan sangat ramai dan saya belum siap," ujarnya.

Tapi ia tetap tidak sabar lagi untuk bisa jalan-jalan ke toko, atau istilahnya 'retail therapy', yang saat ini masih belum bisa dibuka meski sudah tidak 'lockdown COVID-19'.

"Juga untuk datang ke rumah teman dan tinggal bersama mereka sampai lebih dari jam 9 malam, tanpa harus takut pasang alarm jam 8:10 malam supaya bisa sampai rumah tepat waktu."

Kekhawatiran Felicia saat ini adalah menunggu sertifikat vaksinasi yang lama keluar bagi mereka yang tidak punya kartu Medicare, atau asuransi kesehatan yang disediakan Pemerintah Australia.

"Saya takut nantinya saya malah tidak boleh masuk ke tempat-tempat karena meski sudah divaksinasi saya belum punya sertifikat."Felicia juga mengaku jika ia merasa khawatir jika angka penularan harian COVID-19 di Melbourne akan kembali meningkat, meski sudah banyak yang divaksinasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya