, Timor Leste - Pada Minggu 23 Januari 2022, Jose Ramos-Horta kembali merasa terpanggil untuk memegang kendali. Ia menyatakan menerima pinangan Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor Leste (CRNT) untuk maju sebagai calon presiden.
Ini merupakan 20 tahun setelah dirinya memimpin kemerdekaan melawan Indonesia,
Baca Juga
Pemilihan umum akan digelar pada tanggal 19 Maret, sehari jelang perayaan kemerdekaan dari Indonesia.
Advertisement
"Saya menjalankan mandat yang dipercayakan kepada saya oleh partai dan rakyat Timor Leste, untuk mencalonkan diri dalam pemilu kepresidenan 2022-2027,” kata dia usai kongres di Dili, Minggu 23Januari 2022 seperti dikutip dari DW Indonesia.
Jose Ramos-Horta termasuk figur utama yang menggerakkan sentimen antikolonialisme melawan pemerintahan Orde Baru di Jakarta, dan sebabnya menerima Nobel Perdamaian bersama Uskup Carlos Ximenes Belo pada tahun 1996.
"Kami yakin Ramos-Horta akan memenangkan pemilihan umum, bukan karena siapa dia sebagai tokoh, tetapi karena dukungan dari rakyat,” kata petinggi CNRT, Fransisco Dos Santos, kepada Reuters.
Sejak terbebas dari Indonesia menyusul pendudukan selama 24 tahun, Timor Leste dilanda krisis politik yang menghalangi pertumbuhan ekonomi, perang melawan korupsi atau eksploitasi sumber minyak dan gas yang menjamin pemasukan bagi kas negara.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rivalitas Politik Picu Kekerasan
Donald Greenlees, penulis sejarah perang kemerdekaan Timor Leste, mengatakan pencalonan Ramos-Horta mengindikasikan betapa "generasi gerilya” belum bisa mengikhlaskan diri tersingkir dalam sebuah regenerasi alami.
"Timor Leste sayangnya dibekap ketidakmampuan sebuah generasi untuk merelakan kepemimpinan politik dan ini merupakan hal tragis bagi masa depan negeri,”kata Greenlees, yang juga aktif di Pusat Studi Pertahanan dan Strategis di Universitas Nasional Australia (ANU).
"Jika Timor Leste ingin memodernisasi diri dan berkembang menujub abad 21, ia membutuhkan kaum muda dengan gagasan-gagasan yang segar.”
Dalam pemilu tanggal 19 Maret, Ramos-Horta akan berhadapan dengan bekas pejuang kemerdekaan lain, Presiden Francisco ‘Lu-Olo' Guterres yang didukung partai terbesar, Fretilin.
Dua kandidat lain adalah Wakil Perdana Menteri Armanda Berta dos Santos dan bekas pastor Katolik, Martinho Germano da Silva Gusmao.
Meski menghimpun dukungan elektoral yang menjanjikan, Ramos-Horta "tetap bukan kandidat favorit,” karena tidak didukung partai-partai politik besar lain, kata Damien Kingsbury, pensiunan guru besar di Universitas Deakin, Australia.
Situasi politik di Dili kian tidak menentu menyusul memanasnya perpecahan antara Fretilin dan CNRT. Pada 2018 silam, pendukung kedua partai terlibat bentrok yang menghasilkan korban luka dan sejumlah mobil hangus terbakar. Konflik sudah berawal sejak 2006, ketika perbedaan politik memicu perang jalanan pertama di ibu kota.
Advertisement