Politikus Ini Sebut Belanda Tak Usah Minta Maaf ke Indonesia

Politikus Belanda ini justru menuntut Indonesia minta maaf pada peristiwa Bersiap 1945-1949

oleh Tommy K. Rony diperbarui 18 Feb 2022, 15:58 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2022, 15:58 WIB
Bendera nasional Belanda (AFP)
Bendera nasional Belanda (AFP)

Liputan6.com, Amsterdam - Pemerintah Belanda kembali minta maaf atas kejahatan masa lalu kepada Indonesia pada periode 1945-1949. Perdana Menteri Mark Rutte mengakui bahwa dulu negaranya melakukan kejahatan sistematis. 

Permintaan maaf PM Rutte memancing protes dari seorang pemimpin partai politik Belanda. Politikus bernama Geert Wilders itu justru berkata Indonesia juga perlu minta maaf. 

"Mana permintaan maaf dari Indonesia atas kekerasan kepada tentara Belanda dan Bersiap?" ujar Geert Wilders, ketua Party for Freedom, melalui Twitter, Jumat (18/2/2022).

Bersiap adalah istilah Belanda ketika terjadi gejolak di Pulau Jawa pada tahun 1945, setelah peralihan kekuasaan dari Jepang. 

Geert Wilders berkata pemerintah Belanda harus mendukung veteran perangnya. 

"Mereka adalah pahlawan. Kita harus berdiri di belakang veteran kita. Permintaan maaf tidaklah tepat," ujar politikus itu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Permintaan Maaf Belanda

20161123-PM Belanda Kunjungi DPR RI-Jakarta
PM Belanda Mark Rutte menyampaikan sambutan saat melakukan kunjungan kerja ke Kompleks Parlemen, Jakarta Rabu (23/11). Kunjungan itu untuk mengadakan pertemuan bilateral guna membahas sejumlah agenda kerja sama RI-Belanda (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya dilaporkan, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf kepada Indonesia atas penggunaan kekerasan oleh militer Belanda selama masa Perang Kemerdekaan 1945-1949.

Permintaan maaf itu disampaikan Rutte pada konferensi pers di Brussel, ibu kota Belgia. 

Rute mengatakan pemerintahnya mengakui seluruh temuan yang dihasilkan sebuah tinjauan sejarah yang sangat penting.

Menurut studi tersebut, Belanda melakukan kekerasan secara sistematik, melampaui batas, dan tidak etis dalam upayanya mengambil kembali kendali atas Indonesia, bekas jajahannya, pasca-Perang Dunia II.

Sementara itu, sebuah tinjauan sejarah menemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan, dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949, dan pemerintah Belanda saat itu memaafkannya.

Tinjuan tersebut didanai oleh pemerintah Belanda pada 2017 dan dilakukan oleh sebuah panel beranggotakan akademisi dan ahli dari kedua negara.

Dilansir dari Antara, berbagai temuan dalam tinjauan itu dipresentasikan pada konferensi pers, Kamis, setelah sejumlah temuan penting bocor pada Rabu, 16 Februari 2022 malam.

Pemerintahan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte diharapkan akan menanggapi temuan itu.  

Bahwa Belanda diketahui telah menggunakan kekerasan berlebihan dalam perang --untuk merebut kembali kekuasaan atas bekas jajahannya pada periode itu-- bukanlah hal yang mengejutkan lebih dari 70 tahun kemudian.

Laporan tersebut menyebutkan pula bahwa tentara Indonesia juga menggunakan kekerasan yang "intens" ketika mengobarkan perang gerilya dan awalnya membidik kelompok minoritas Indo-Belanda dan Maluku.

Namun, pemerintah Belanda belum pernah melakukan pemeriksaan menyeluruh atau mengakui tanggung jawabnya.

Infografis Gejala COVID-19 Omicron dan Cara Penanganan

Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan
Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya