Liputan6.com, Jakarta - Pfizer pada Sabtu (25/6) mengumumkan bahwa vaksin COVID-19 yang diubah kandungannya agar lebih baik melawan varian omicron, aman dan manjur.
Hal itu disampaikan hanya beberapa hari sebelum regulator memperdebatkan apakah akan memberi warga Amerika Serikat (AS) suntikan booster yang baru musim gugur ini, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (27/6/2022).
Vaksin-vaksin yang sekarang ini digunakan di AS masih memberi perlindungan yang kuat terhadap penyakit COVID-19 yang parah dan kematian -- terutama jika warga telah menerima dosis penguat.
Advertisement
Baca Juga
Namun, vaksin-vaksin itu menarget varian awal virus corona dan kemanjurannya melawan infeksi turun tajam ketika omicron, yang sangat menular, muncul.
Kini, dengan penularan omicron yang merajalela, Badan Pangan dan Obat-obatan (Food and Drugs Administration/FDA) mempertimbangkan perubahan kandungan bagi vaksin buatan Pfizer dan Moderna.
Mereka berharap booster yang telah disesuaikan bisa lebih baik melindungi tubuh dari lonjakan COVID-19 baru yang diperkirakan akan muncul pada musim gugur dan musim dingin.
Pfizer Tawarkan Obat-obatan dan Vaksin Murah Bagi Negara Miskin
Perusahaan farmasi Pfizer hari Rabu (25/5) mengatakan akan menyediakan hampir dua lusin produknya, termasuk vaksin dan obat COVID-19, dengan harga dasar – bukan harga untuk memperoleh profit – di beberapa negara paling miskin didunia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Disampaikan dalam Forum Internasional
Pfizer mengumumkan program itu dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss; dan mengatakan program ini ditujukan untuk memperbaiki kesetaraan kesehatan di 45 negara berpenghasilan rendah. Kebanyakan negara ini ada di benua Afrika, tetapi daftar ini juga memuat Haiti, Suriah, Kamboja, serta Korea Utara.
Produk-produk Pfizer ini, yang mudah didapat di AS dan Uni Eropa, mencakup 23 obat dan vaksin untuk mengobati penyakit infeksi, beberapa jenis kanker, dan kondisi peradangan yang jarang, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (26/5/2022).
Juru bicara perusahaan itu Pam Eisele mengatakan obat dan vaksin ini hanya tersedia dalam jumlah kecil di 45 negara.
Pfizer yang berpusat di New York akan memungut biaya produksi saja dan biaya distribusi yang minimum, kata Eisele. Pfizer akan mematuhi sanksi-sanksi dan semua aturan hukum lainnya yang berlaku.
Bisnis obat ini juga berencana memberi pendidikan publik, pelatihan untuk petugas kesehatan, serta pengelolaan sediaan obat-obatan.
“Temuan kami ketika pandemi berlangsung adalah pasokan saja tidak cukup untuk mengatasi isu-isu yang dihadapi negara ini,” demikian kata Ketua dan CEO Pfizer Albert Bourla pada Rabu ketika berbicara di Davos.
Advertisement
Ditawarkan Vaksin COVID-19 oleh AS, Korea Utara Tetap Bergeming
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan Korea Utara belum menanggapi tawaran vaksin COVID-19 dari AS, ketika negara itu memerangi wabah pertama yang diakui.
Hampir 2,5 juta orang telah jatuh sakit karena "demam" di Korea Utara dan berada di bawah penguncian nasional, menurut media pemerintah negara itu.
Hal ini dianggap sangat rentan karena memiliki sedikit pengujian atau pasokan vaksin.
Biden mengumumkan tawaran itu pada konferensi pers di Korea Selatan.
"Kami telah menawarkan vaksin, tidak hanya untuk Korea Utara tetapi juga ke China, dan kami siap untuk segera melakukannya," kata Biden dalam penampilan bersama dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol.
"Kami tidak mendapat tanggapan," tambahnya seperti dikutip dari BBC,
Rezim Korea Utara yang terisolasi sebelumnya telah menolak tawaran vaksin dari Covax, skema berbagi vaksin global, dan dari Korea Selatan, serta dilaporkan menolak tawaran lain.
Sebaliknya ia mengklaim telah berhasil mencegah Covid keluar dari negara itu dengan menyegel perbatasannya, meskipun para ahli percaya virus itu telah ada di sana selama beberapa waktu.
Media pemerintah telah merekomendasikan obat-obatan seperti teh herbal, berkumur air garam dan minum obat penghilang rasa sakit seperti ibuprofen, sementara pemimpin negara itu, Kim Jong-un, menuduh para pejabat mengacaukan distribusi cadangan obat nasional.
China juga berjuang untuk mengendalikan gelombang infeksi dari varian Omicron yang sangat menular, dengan puluhan juta orang di bawah beberapa bentuk penguncian.
Biden Bersedia Bertemu Kim Jong-un
Pada konferensi pers di ibu kota Korea Selatan, Seoul, Presiden Biden mengatakan dia bersedia bertemu Kim dalam keadaan yang tepat.
"Itu akan tergantung pada apakah dia tulus dan apakah dia serius," kata Biden.
Pendahulunya, Donald Trump, mengadakan pertemuan puncak bersejarah dengan Kim di Singapura pada 2018 dan menjadi presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara pada tahun berikutnya.
Tetapi dua tahun lalu, Kim mempertanyakan apakah ada kebutuhan untuk terus "berpegangan tangan" dengan AS.
Presiden AS dan Korea Selatan juga sepakat untuk mengerahkan senjata Amerika jika perlu untuk mencegah Korea Utara dan untuk meningkatkan latihan militer - yang telah diperkecil dalam beberapa tahun terakhir dalam upaya untuk mengurangi ketegangan.
Advertisement