Liput Demonstrasi Dianggap Khianati Negara, Jurnalis Belarusia Dipenjara 8 Tahun

Jurnalis muda Katsiaryna Andreeva divonis penjara selama 8 tahun. Pengadilan digelar tertutup.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 14 Jul 2022, 13:46 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2022, 13:30 WIB
FOTO: Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Belarusia Mundur
Seorang wanita berlutut di depan barisan polisi antihuru-hara saat mereka memblokir demonstrasi pendukung oposisi Belarusia di Minsk, Belarusia, Minggu (30/8/2020). Puluhan ribu demonstran berkumpul untuk menuntut agar Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri. (AP Photo)

Liputan6.com, Minsk - Jurnalis dari Belarusia, Katsiaryna Andreeva, divonis delapan tahun dan tiga bulan penjara akibat meliput demonstrasi. Pengadilan yang digelar secara tertutup menyatakan jurnalis Belarusia berusia 28 tahun itu bersalah karena "mengkhianati negara".

Menurut laporan Euro News, Kamis (14/7/2022), Andreeva ditangkap karena meliput unjuk rasa besar-besaran terhadap Presiden Alexander Lukashenko yang masih terus berkuasa sejak 1994. 

Ia divonis di pengadilan yang berlokasi di Kota Gomel yang berada di barat daya ibu kota Minsk. Andreeva sudah ditahan selama dua tahun. 

Jurnalis bernama asli Katerina Bakhvalova itu bekerja untuk media Belsat dari Polandia, dan ditangkap pada 2020 karena memfilmkan protes terhadap Presiden Alexander Lukashenko. Saat itu, ia dinyatakan bersalah atas tuduhan mengadakan kerusuhan. Belsat juga dilabel sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Belarusia

Vonis terhadap Katsiaryna Andreeva mendapat kecaman dari pemimpin oposisi Belarusia, Sviatlana Tsikhanouskaya. Tokoh politik yang sedang eksil di Polandia itu menuduh rezim Lukashenko sedang balas dendam. 

"Ini membuat saya sangat marah melihat rezim belas dendam kepada mereka yang berani melawan. Jurnalis Katsiaryna Andreeva baru divonis 8 tahun di penjara dalam pengadilan tertutup, ia sudah ditahan selama 19 bulan lebih. Ia berani menunjukkan kebenaran terhadap brutalitas rezim ke dunia," ujar Sviatlana Tsikhanouskaya via Twitter.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Amnesty Beri Kecaman Tajam

FOTO: Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Belarusia Mundur
Para pengunjuk rasa berbaring di depan polisi antihuru-hara yang memblokir demonstrasi pendukung oposisi Belarusia di Minsk, Belarusia, Minggu (30/8/2020). Puluhan ribu demonstran berkumpul untuk menuntut agar Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri. (AP Photo)

Amnesty International juga memberikan pernyataan kepada pengadilan Andreeva sebagai pengadilan yang bersifat "politik" dan "tipu-tipu."

Pihak Amnesty berkata pemerintahan Presiden Lukashenko berusaha menyingkirkan para jurnalis dan aktivis yang pemberani. Direktur Amnesty International menuntut agar Andreeva dibebaskan.

"Katerina Andreeva dan semua kritikus otoritas Belarusia yang ditahan hanya karena secara damai menggunakan hak kebebrasan berekspresi mereka harus segara dan tanpa syarat dibebaskan," ujar Direktur Amnesty Internasional untuk Eropa Timur dan Asia Tengah, Marie Struthers.

Amnesty International juga mencatat bahwa pihak-pihak yang berusaha mengkritik pemerintah Belarusia berada dalam ancaman pidana.

Menurut NGO Viasna, ada 1.260 orang yang ditahan sejak demonstrasi muncul setelah Presiden Lukashenko kembali terpilih pada 2020. 

Tahun lalu, ia meraih gelar Person of the Year dalam bidang Kejahatan Terorganisir dan Korupsi. Predikat itu diberikan oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menilai Lukashenko mengalirkan uang negara ke para oligarki dan orang dekat keluarganya, memicu krisis perbatasan di Eropa, serta menyebarkan misinformasi terkait COVID-19.

Di Eropa, sahabat dekat Presiden Lukashenko adalah Presiden Rusia Vladimir Putin yang juga telah berkuasa dalam waktu yang lama. 

Pro-Putin

FOTO: Rusia - Ukraina Memanas, Emmanuel Macron Temui Vladimir Putin di Moskow (SPUTNIK/AFP)
Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Moskow, Rusia, 7 Februari 2022. Vladimir Putin dan Emmanuel Macron berupaya menemukan titik temu atas Ukraina dan NATO di tengah kekhawatiran Rusia sedang mempersiapkan invasi ke Ukraina. (SPUTNIK/AFP)

Sebelumnya dilaporkan, Rusia terus mendapat dukungan yang loyal dari negara Belarusia. Presiden Alexander Lukashenko menyatakan militer Rusia sama sekali tidak ingin merebut wilayah Ukraina, dan hanya ingin menunjukkan kekuatan saja. 

"Percaya saya. Putin dan militer Rusia tidak ingin menguasai Ukraina. Mereka hanya menunjukkan bahwa Rusia harus dipandang. Jangan menghina Presiden Rusia. Jangan memberantas bahasa Rusia yang dipakai oleh semua rakyat Ukraina," ujar Presiden Lukashenko, dilansir media pemerintah Rusia, TASS, Sabtu (4/6). 

"Tidak ada niat untuk memperbudak, menguasai, dan seterusnya," kata Presiden Belarusia.

Sebelum invasi dimulai, prajurit Rusia terpantau "berlatih" di perbatasan Belarusia-Ukraina. Awalnya, Rusia menyatakan pasukan hanya berlatih, namun ternyata negaranya dijadikan salah satu basis untuk menyerang Ukraina. 

Analisis oleh Carnegie Endowment for International Peace menyebut bahwa ada kemungkinan bahwa Presiden Lukashenko juga tidak tahu rencana serangan Rusia, sebab Presiden Vladimir Putin merupakan sosok yang penuh rahasia. 

Pada wawancara dengan AP News di Mei 2022, Lukashenko juga mengakui bahwa dirinya tidak menyangka bahwa perang akan berlarut-larut.

 

 

Rusia dan Ukraina Negosiasi Langsung Pertama Sejak Maret

Aksi Solidaritas untuk Rakyat Ukraina di Depan Kedubes Rusia
Masyarakat dari "Solidaritas untuk Rakyat Ukraina" membawa bendera Rusia dan Ukrainan di depan Kedubes Rusia, Jakarta, Jumat (4/3/2022). Mereka menyerukan kepada Dubes Rusia di Indonesia untuk bersuara menghentikan serangan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Rusia dan Ukraina pada Rabu 13 Juli 2022 mengadakan negosiasi langsung pertama mereka sejak Maret, dalam upaya untuk memecahkan kebuntuan atas ekspor biji-bijian yang telah membuat harga pangan melonjak dan jutaan orang menghadapi kelaparan.

Mengutip AFP, Kamis (14/7), pertemuan berisiko tinggi ini melibatkan pejabat PBB dan Turki di Istanbul. Apa hasilnya? 

Pertemuan tersebut dikabarkan bubar setelah lebih dari tiga jam tanpa ada tanda-tanda terobosan dicapai.

Kementerian pertahanan Turki mengeluarkan satu pernyataan yang mengatakan pembicaraan telah "berakhir" dan tidak memberikan petunjuk apakah kemajuan telah tercapai.

Saat ini puluhan juta orang menghadapi ancaman kelaparan di Afrika dan negara-negara termiskin lainnya, karena pertempuran yang melanda salah satu daerah penghasil biji-bijian utama di dunia.

Pejabat Ukraina mengatakan sedikitnya lima orang tewas dalam serangan Rusia di wilayah sekitar kota pelabuhan Laut Hitam Mykolaiv.

“Anda tidak pernah terbiasa dengan perang. Ini mengerikan dan menakutkan,” kata Lyubov Mozhayeva yang berusia 60 tahun di kota garis depan Bakhmut yang hancur sebagian.

Ukraina adalah eksportir penting gandum dan biji-bijian seperti barley dan jagung. Negara tersebut juga telah memasok hampir setengah dari semua minyak bunga matahari yang diperdagangkan di pasar global.

Tetapi pengiriman melintasi Laut Hitam telah diblokir oleh kapal perang Rusia dan ranjau yang diletakkan Kiev untuk mencegah serangan amfibi yang ditakuti.

 

INFOGRAFIS JOURNAL_Konflik Ukraina dan Rusia Ancam Krisis Pangan di Indonesia?
INFOGRAFIS JOURNAL_Konflik Ukraina dan Rusia Ancam Krisis Pangan di Indonesia? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya