Liputan6.com, Moskow - Joe Biden pernah mengingatkan, Vladimir Putin tak sedang bercanda soal ancaman nuklir. Presiden Amerika Serikat itu mengatakan, Rusia bisa aja menggunakan semua cara yang ia miliki. Termasuk penggunaan senjata pemusnaah tersebut.
Di sisi lain, Putin sempat menyebut bahwa Amerika Serikat sendiri yang menciptakan "preseden" penggunaan senjata nuklir dalam Perang Dunia Kedua.
Baca Juga
Tetapi para analis punya pandangan lain soal kata-kata yang diucapkan Putin. Penafsiran pernyataan presiden Rusia itu bisa dianggap sebagai peringatan kepada negara-negara lain untuk tidak ikut campur lebih dalam soal pusaran konflik di Ukraina.
Advertisement
Jika ia, ahli memprediksi ada tanda-tanda keinginan banyak pihak soal penggunaan senjata nuklir.
Senjata nuklir bukan benda pemusnah baru. Jika dihitung, usianya kurang lebih 80 tahun dan banyak negara melihatnya sebagai 'alat' menjamin keamanan nasional mereka.
Lantas, ada berapa banyak senjata nuklir yang dimiliki Rusia?
Semua angka ini adalah perkiraan. Tetapi, menurut Federation of American Scientists atau Federasi Ilmuwan Amerika menyebut bahwa Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir.
Jumlah itu termasuk 1.500 hulu ledak yang sudah tak digunakan lagi dan akan dibongkar, dikutip dari BBC, Jumat (14/10/2022).
Sementara itu 4.500 sisanya, dianggap sebagai senjata nuklir strategis. Termasuk rudal balistik atau roket yang dapat ditargetkan dari jarak jauh.
Rudal inilah yang kemudian dianggap sebagai senjata yang biasanya dikaitkan dengan perang nuklir.
Â
Negara Pemilik Senjata Nuklir
Rusia memang bukan satu-satunya negara di dunia yang memiliki senjata nuklir. Namun, seberapa banyak jika dibandingkan dengan negara lain?
Ada sembilan yang saat ini negara memiliki senjata nuklir: China, Prancis, India, Israel, Korea Utara, Pakistan, Rusia, Amerika Serikat, dan Inggris.
Berikut jumlah hulu ledak masing-masing negara, menurut laporan dari Federation of American Scientists;
1. Rusia = 5.977 hulu ledak
2. NATO (Amerika Serikat, Prancis, Inggris) 5.943 hulu ledak
3. China = 350 hulu ledak
4.Pakistan = 165 hulu ledak
5. India = 160 hulu ledak
6. Israel = 90 hulu ledak
7. Korea Utara = 20 hulu ledak
China, Prancis, Rusia, AS, dan Inggris juga termasuk di antara 191 negara yang menandatangani Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT).
Berdasarkan perjanjian tersebut, mereka harus mengurangi persediaan hulu ledak nuklir di masing-masing negara dan harus berkomitmen untuk menghilangkannya sepenuhnya di masa mendatang.
Lantaran ikut dalam kesepakatan ini, secara otomatis mereka telah mengurangi jumlah hulu ledak yang disimpan di negara-negara masing-masing sejak tahun 1970 dan 80-an.
Sementara itu India, Israel dan Pakistan tidak pernah bergabung dengan NPT. Korea Utara statusnya mundur pada tahun 2003.
Ukraina tidak memiliki senjata nuklir. Namun sempat ada tuduhan bahwa dari Putin bahwa Zelensky tengah mengembangkannya. Tetapi dibantah oleh Kiev yang menyebut tidak ada bukti bahwa Ukraina sedang mengembangkannya.
Â
Advertisement
Seberapa Besar Efek Senjata Nuklir?
Senjata nuklir dirancang untuk menyebabkan kehancuran dalam jumlah besar.
Tingkat kerusakan tergantung pada berbagai faktor, termasuk: ukuran hulu ledak, seberapa tinggi nuklir akan meledak setelah mendarat di atas tanah, dan efek lingkungan sekitar.
Meski begitu, hulu ledak terkecil dapat menyebabkan banyak korban jiwa dan konsekuensi yang bertahan lama.
Serangan nuklir yang menewaskan hingga 146.000 orang di Hiroshima, Jepang selama Perang Dunia Kedua beratnya sekitar 15 kiloton.
Sementara ukuran berat hulu ledak nuklir dunia saat ini bisa lebih dari 1.000 kiloton.
Jika senjata nuklir dengan berat 1.000 kiloton dijatuhkan, maka diprediksi sedikit yang bisa selamat. Terutama mereka yang ada di zona perang dan dekat titik ledakan nuklir.
Tak main-main, selain ada kilatan yang menyilaukan mata, ada bola api besar dan gelombang ledakan yang dapat menghancurkan bangunan dan struktur selama beberapa kilometer.
Â
Adakah yang Mampu Mencegah Nuklir?
Ada argumen tentang upaya untuk mempertahankan sejumlah besar senjata nuklir guna melawan musuh. Dengan kata lain mencegah mereka menyerang satu negara.
Istilah ini dikenal dengan mutually assured destruction (Mad) yang berarti upaya untuk saling menghancurkan.
Meskipun ada banyak uji coba nuklir dan peningkatan konstan dalam kompleksitas teknis serta kekuatan destruktifnya, senjata nuklir belum digunakan dalam konfrontasi bersenjata sejak 1945.
Kebijakan Rusia menyebut bahwa senjata nuklir semata-mata sebagai pencegah dan hanya akan digunakan jika terjadi salah satu dari empat kasus;
1. Peluncuran rudal balistik dilakukan jika ada yang menyerang wilayah Federasi Rusia atau sekutunya.
2. Penggunaan senjata nuklir atau jenis senjata pemusnah massal lainnya digunakan jika Federasi Rusia atau sekutunya diserang.
3. Apabila ada serangan terhadap situs pemerintah atau militer penting Federasi Rusia yang mengancam, maka senjata nuklir akan digunakan.
4. Digunakan apabila terjadi gresi terhadap Federasi Rusia dengan penggunaan senjata konvensional, terutama saat negaranya ada dalam bahaya.
Â
Advertisement
Kemungkinan Penggunaan Senjata Nuklir
Bayang-bayang ancaman penggunaan senjata nuklir sudah suarakan sejak awal sejak ada konflik antara Rusia-Ukraina. Dan ini diprediksi telah menjadi pilihan dari pihak Vladimir Putin jika sewaktu-waktu harus digunakan.
Putin dianggap telah meningkatkan penggunaan senjata berbahaya pada saat rencana awal Februari 2022 untuk segera menggulingkan pemerintah Ukraina gagal.
Kini, penggunaan senjata yang masif turut dilakukan terhadap Ukraina saat Rusia hendak mendorong adanya peningkatan pasukannya kembali ke medan perang.
Tujuan dari gertakan ini sebagai pengingat akan kekuatan dahsyat dari senjata-senjata tersebut. Juga dengan maksud sebagai alat mengintimidasi dan menghalangi lawan-lawan Rusia dan memaksa mereka untuk memikirkan kembali seberapa jauh mereka bersedia untuk terlibat perang Ukraina.
Ada juga motif domestik. Penduduk Rusia dinilai mulai khawatir dengan mobilisasi parsial dan klaim Putin bahwa NATO bisa mengancam Rusia.
Senjata nuklir adalah cara untuk meyakinkan opini domestik bahwa meskipun dalam keadaan ditekan, negaranya tetap mampu mempertahankan diri.
Militer Rusia mengatakan, senjata nuklir hanya akan digunakan jika Rusia sendiri terancam. Putin dinilai membingkai cerita bahwa penggunaan nuklir dalam arti defensif sebagai respons dari ancaman nuklir Barat.