Liputan6.com, Bangkok - Hujan deras menyebabkan banjir di delapan wilayah di Thailand, lebih dari 15.000 kepala keluarga dilaporkan mengungsi.
Departemen Pencegahan dan Mitigasi Bencana, dalam sebuah pernyataan mencantumkan daerah yang terkena dampak banjir yaitu Nakhon Si Thammarat, Phatthalung, Yala, Songkhla, Narathiwat, dan Pattani di Thailand selatan serta Amnat Charoen (timur laut) dan Chanthaburi (timur).
Baca Juga
"Sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat, 15.696 KK dari 305 desa yang terletak di 33 kecamatan terkena dampak banjir. Pihak berwenang akan mempercepat perbaikan kerusakan yang ditimbulkan," katanya.
Advertisement
Sementara itu, Komandan Resimen Jaga 45 Kolonel Thawirat Benjatikul mengatakan bahwa tiga orang tewas dan dua lainnya luka-luka saat kendaraan mereka hanyut terbawa arus kuat di Narathiwat.
Kelimanya adalah anggota satu keluarga, termasuk seorang wanita berusia 68 tahun, putranya berusia 40 tahun, menantu perempuannya, 38 tahun, dan dua cucu, berusia 14 dan 2 tahun, dikutip dari NST.com, Senin (19/12/2022).
“Saat tiba di lokasi, kendaraan yang dikemudikan pria itu hanyut terbawa arus yang kencang.
Sementara itu, Gubernur Surat Thani, Wichawut Jinto memerintahkan semua alat bantu untuk tetap berada di darat menyusul gelombang tinggi.
Dia juga mengumumkan bahwa layanan feri juga dihentikan sementara karena cuaca buruk.
Sementara itu, Departemen Meteorologi memperingatkan curah hujan terus menerus terjadi.
"Mohon waspada terhadap kondisi parah yang dapat menyebabkan serta menyebabkan banjir bandang dan luapan, terutama di sepanjang kaki bukit dekat saluran air dan dataran rendah."
Departemen Meteorologi memperingatkan gelombang tinggi setinggi satu hingga dua meter di Teluk Thailand.
"Semua kapal harus beroperasi dengan hati-hati, dan perahu kecil diminta tak berlayar," katanya.
Kuil-Kuil Kuno Ayutthaya Terendam Banjir
Sebelumnya, banjir parah di Thailand telah menenggelamkan kuil-kuil kuno. Banjir tercatat memengaruhi lebih dari 40 kuil dan hampir 15,7 ribu rumah di kota Ayutthaya, lapor Independent, Kamis (7/10/2021).
Sebuah kuil Buddha bersejarah yang dibangun pada abad ke-18 di kota itu terendam setelah tembok yang dibangun untuk mencegah banjir runtuh, akhir pekan lalu. Empat distrik, yakni Phak Hai, Sena, Bang Ban, dan Bang Sai, jadi yang paling parah dilanda banjir di wilayah hilir.
Para biksu di Kuil Wat Satur terlihat mendayung perahu kecil di atas air setinggi hampir leher orang dewasa. Phra Kru Pariyat Yathikhun, yang mengepalai sebuah biara, mengatakan bahwa ini adalah banjir terburuk dalam 10 tahun terakhir.
Peringatan banjir dikirim pihak berwenang dalam dua minggu terakhir setelah badai tropis Dianmu memicu banjir bandang yang meluas di 32 dari total 76 provinsi di Negeri Gajah Putih. Sedikitnya sembilan orang tewas dan hampir 300 ribu rumah terdampak badai, menurut data resmi pemerintah Thailand.
Para pejabat memperingatkan potensi badai tropis lain yang diperkirakan akan mencapai wilayah timur laut Thailand minggu depan. Ini mungkin membalikkan prediksi para ahli yang semula memperkirakan Thailand tidak akan terdampak badai besar seperti pada 2011.
10 tahun lalu, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi akibat banjir terburuk dalam lima dekade. Direktur Jenderal Departemen Meteorologi Thailand Nattapon Nattasomboon mengatakan, "Jika tidak lagi hujan lebat dalam seminggu mendatang, kami akan aman."
Advertisement
Tidak Hanya Thailand
Dua badai, satu diperkirakan akan menghantam Vietnam utara akhir pekan ini dan satu lagi di sekitar Filipina, berada di bawah pengawasan ahli meteorologi. Indikasi krisis iklim kuat disuarakan, mengingat banjir di Thailand tahun ini terutama berdampak pada daerah pertanian, bukan kawasan industri seperti yang terlihat pada banjir tahun 2011.Â
Meningkatnya suhu global dikatakan menyebabkan badai yang lebih ganas. Karena itu, ada kebutuhan untuk "kewaspadaan dan perencanaan," kata Pakorn Apaphant, direktur eksekutif Badan Pengembangan Teknologi Geo-Informatika dan Antariksa di Thailand.
Thailand tentu bukan satu-satunya negara yang terdampak "penanganan krisis iklim yang buruk." Sebelumnya, fenomena serupa telah terlihat di banyak wilayah di Bumi, termasuk sejumlah negara di Eropa. Maka itu, tindakan mengatasi perubahan iklim terus didesak banyak pihak.
Bukan Dampak Terparah
Penanganannya jadi kian urgen, mengingat apa yang dilihat sekarang bukanlah dampak terburuk krisis iklim, jika tidak ada tindakan konkret yang diambil. Berdasarkan laporan USA Today, di bawah kebijakan iklim global saat ini, anak-anak yang lahir pada 2021 di seluruh dunia akan menghadapi bencana iklim yang mengerikan di masa depan.
Ini termasuk tingkat banjir, gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan gagal panen yang tidak proporsional, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan, bulan lalu.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science ini menemukan bahwa anak-anak yang lahir tahun ini rata-rata akan hidup di Bumi dengan tujuh kali lebih banyak gelombang panas, dua kali lebih banyak kebakaran hutan, serta hampir tiga kali lebih banyak kekeringan, banjir, dan gagal panen.
"Ini pada dasarnya berarti bahwa orang berusia kurang dari 40 tahun hari ini akan menjalani kehidupan yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan di bawah skenario mitigasi perubahan iklim yang paling ketat," kata penulis utama Wim Thiery. "Hasil (studi) kami menyoroti ancaman berat terhadap keselamatan generasi muda dan menyerukan pengurangan emisi drastis untuk melindungi masa depan mereka."
Advertisement