Liputan6.com, Beijing - China melaporkan lebih dari 42 juta perjalanan penumpang domestik pada Sabtu (14/1/2023). Fenomena tersebut terjadi jelang Tahun Baru Imlek dan setelah pencabutan kebijakan "nol Covid-19" di negara itu.
Sabtu kemarin menandai hari kedelapan dari 40 hari periode perjalanan Tahun Baru Imlek yang disebut chun yun dan dikenal sebagai migrasi orang tahunan terbesar di dunia. Ini menjadi momen ketika jutaan orang Tiongkok melakukan perjalanan kembali ke kampung halaman mereka untuk reuni keluarga. Demikian dilansir South China Morning Post, Senin (16/1/2023).
Baca Juga
Libur Tahun Baru Imlek pada 21-27 Januari ini akan menjadi yang pertama sejak 2020 tanpa pembatasan perjalanan domestik.
Advertisement
Sebanyak 42,27 juta orang melakukan perjalanan dengan kereta, jalan darat, laut dan udara di seluruh negeri pada 14 Januari. Kementerian Perhubungan mengatakan bahwa angka tersebut meningkat 57 persen dari hari yang sama pada tahun 2022.
Namun, jumlah perjalanan kali ini masih hampir 46 persen di bawah periode yang sama pada tahun pra-pandemi 2019.
Otoritas terkait mengestimasikan terdapat lebih dari 2 miliar orang melakukan perjalanan tahun ini selama musim liburan 40 hari.
Kekhawatiran Publik
Dalam sebuah catatan, Topsperity Securities yang berbasis di Shanghai membuat proyeksi yang lebih sederhana. Jumlah total perjalanan chun yun tahun ini kemungkinan hanya 55 persen dari angka 2019.
Kekhawatiran publik atas risiko tertular atau terinfeksi ulang dengan COVID-19 adalah alasan utama.
"Alasan kedua adalah lapangan kerja penduduk migran telah terlokalisasi sejak pandemi, mengurangi kebutuhan perjalanan selama Festival Musim Semi, dan yang ketiga adalah pendapatan dan harapan penduduk telah menimbulkan kendala biaya pada pariwisata dan perjalanan jarak jauh untuk melakukan kunjungan keluarga," katanya.
Advertisement
Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 di Pedesaan
Epidemiolog China sebelumnya telah memperingatkan bahwa kasus COVID-19 di wilayah pedesaan negara itu kemungkinan akan melonjak. Sementara itu, sistem kesehatan di daerah pedesaan dikhawatirkan tidak sanggup menerima beban lonjakan pasien.
"Puncak gelombang COVID-19 di China diperkirakan akan berlangsung dua hingga tiga bulan," ujar Zeng Guang, mantan kepala Pusat Pengendalian Penyakit China.
Zeng mengingatkan sudah waktunya untuk fokus pada daerah pedesaan.
"Banyak lansia, sakit, dan cacat di pedesaan tertinggal dalam hal pengobatan COVID-19," tambahnya.